Penyelenggaraan Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) semakin dekat. Setelah dua tahun menyelenggarakannya secara daring dan hybrid, kali ini lebih dari 200 pembicara dari 19 negara yang terdiri dari penulis, budayawan, aktivis, jurnalis, pegiat sastra dan tokoh penting lainnya akan kembali bertatap muka dalam perhelatan sastra dan seni tahunan terbesar di Asia Tenggara.Â
Digelar akhir bulan ini 27-30 Oktober di Ubud, Bali, UWRF mengusung tema Memayu Hayuning Bawana, sebuah filosofi Jawa Kuna yang bermakna ikhtiar dalam merawat, melindungi, serta memperindah segala sisi keutamaan semesta.
"Kami sepenuhnya menyelenggarakan festival secara luring, serta diharapkan menjadi ruang pertemuan yang hangat, momen saling-silang ide serta karya, hingga kesempatan mengenali pemikiran-pemikiran yang berbeda. Bergabunglah dalam festival tahun ini, dan temukan berbagai esensi dan gagasan mendalam akan kehidupan kita." ujar Pendiri dan Direktur, Janet DeNeefe dalam Jumpa Pers di Jakarta.
Festival yang tahun ini juga didukung oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan melalui Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan Tahun 2022 menghadirkan 60 lebih panel diskusi, 11 lokakarya, 30 peluncuran buku, 8 acara spesial, 10 pemutaran film, pemeran seni, pertunjukan musik dan sastra, hingga belasan program anak-anak dan remaja selama 4 hari festival.
Restu Gunawan selaku Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Kemendikbudristek menyampaikan, "Dana Abadi Kebudayaan ini salah satunya diberikan untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang menyebarluaskan kebudayaan dan menjadi tempat bertemunya para seniman. UWRF adalah salah satu kegiatan yang sudah sejak lama Kemendikbudristek ingin dukung".
Felix K. Nesi asal Nusa Tenggara Timur yang tahun ini baru selesai mengikuti program residensi di International Writing Program dari Universitas Iowa akan mengisi tiga sesi di Festival, salah satunya program Voices from the East, membicarakan ketimpangan wilayah dalam akses sastra di Indonesia. Ia bercerita, "Saya sendiri contohnya, saya menjalani masa kanak-kanak di tahun 1990-an di mana susah mencari buku. Saya pikir sekarang sudah mulai terbantu dengan berbagai program dan kampanye, juga apa yang dimulai oleh UWRF yang sejak tahun 2000-an mengundang penulis-penulis dari timur. Saya pikir (ketimpangan) ini harus menjadi perhatian kita bersama ke depannya".
Berbagi panggung dengan pemenang Puteri Indonesia 2022 dan tuan rumah, Laksmi DeNeefe Suardana membawa misi berbeda di ajang kontes kecantikan, membuktikan bahwa sastra, literasi dan seni dapat bersanding dan menjadi senjata yang tajam. "Tahun ini menandai 19 tahun berjalannya UWRF. Saya telah mengikuti festival ini sejak awal, dan pengalaman ini memiliki dampak yang sangat besar bagi saya. Saya ingin memberikan kesempatan yang sama bagi anak-anak Indonesia. Saya berharap lebih banyak lagi anak muda yang mencari tahu tentang UWRF", ujar Laksmi.
Memaknai perjalanan kepenulisan penulis legenda Indonesia Putu Oka Sukanta, UWRF tahun ini memberikan penghargaan kehormatan Lifetime Achievement Award atas perjuangan dan kerja kerasnya semenjak muda hingga kini. Penghargaan diserahkan oleh Janet DeNeefe pada jumpa pers di Jakarta.
"Terima kasih kepada UWRF yang telah memberikan penghargaan kepada saya. Penghargaan ini memperteguh keteguhan saya untuk menulis dan bekerja bagi lapisan yang tersisih, lapisan yang marjinal oleh kekuasaan", ungkap Putu Oka Sukanta.
Selain di Ubud, Bali, UWRF memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berjejaring dan memberikan pengalaman sastra di kota-kota lain di Indonesia, seperti Satelite Program di Pagar Alam, Solo, Yogyakarta dan Surabaya bersama penulis-penulis Amerika yang didukung kehadirannya oleh Kedutaan Besar Amerika, Jakarta. Untuk pertama kalinya UWRF mendukung festival seni Rasasastra (8 Oktober-13 November) di Semesta Gallery, Jakarta, sedangkan di Perth bekerja sama dengan WritingWA menghadirkan UWRF Perth (21-23 Oktober).