Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah sekitar 17.000 pulau. Enam juta kilometer persegi perairan Indonesia juga menjadi rumah bagi tanaman bakau, hewan dan biota laut. Garis pantai sepanjang lebih dari 91.000 kilometer membentang di wilayah Indonesia. Apa jadinya kalau sepanjang garis pantai tersebut dipenuhi dengan tumpukan sampah?
Persoalan sampah plastik, terutama sampah plastik di laut, merupakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian khusus oleh negara pesisir seperti Indonesia. Sampah plastik yang semula ada di daratan disadari atau tidak, akan terbawa air melalui sistem pembuangan air, terbawa ke sungai, dan kemudian berakhir di lautan.
Berdasarkan hasil penelitian World Bank dalam program Indonesia Marine Debris Rapid Hotspot Assessment tahun 2016, ditemukan bahwa 80% sampah plastik laut berasal dari daratan. Penyebabnya sangat beragam, salah satunya karena sistem manajemen sampah darat yang buruk. Selain dari darat, sampah plastik di laut juga berasal dari sampah buangan kapal-kapal laut.
Memang rasanya kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari plastik. Mulai dari plastik kemasan makanan, sedotan plastik, air minum kemasan, pembalut, popok bayi, kantong plastik untuk belanja, atau sampah plastik dari rumah tangga merupakan beberapa contoh sampah plastik yang paling sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Keberadaan sampah-sampah plastik yang menumpuk di pesisir pantai tentulah tidak sedap dipandang. Saat ini, kondisi sampah plastik seperti ini sudah terjadi di beberapa wilayah Indonesia seperti, Kepulauan Seribu, Teluk Jawa, perairan Banten, pantai Kuta di Bali, Gili Trawangan Lombok, Bunaken, dan di Raja Ampat sekalipun tak luput dari sampah plastik. Bahkan di Pulau Nipah, pulau terluar Indonesia yang berada di Kepulauan Riau juga telah ditemukan sampah seberat 50,19 ton dengan 4,93 ton merupakan sampah plastik.
Sampah plastik yang berada di lautan, dalam waktu lama tidak bisa terurai melainkan akan berubah menjadi butiran berukuran mikro. Kalau sudah begini, bukan tidak mungkin lagi kalau butiran plastik berukuran mikro tersebut akan termakan dan berada dalam tubuh ikan-ikan laut yang kemudian juga menjadi santapan manusia. Hasil penelitian oleh Universitas Hasanuddin tahun 2016 Â lalu menemukan bahwa 22% dari jumlah ikan di pasar Paotere, Makassar, terkandung sampah plastik di dalam perutnya.
Selain itu, sudah ada beberapa kasus hewan laut mulai dari ikan paus, burung pelikan, lumba-lumba, singa laut dan masih banyak lagi lainnya yang ditemukan terdapat sampah plastik di dalam perutnya. Tak jarang juga ditemui hewan laut yang terluka atau terganggu pertumbuhannya karena sampah plastik yang melilit anggota tubuh mereka.
Peranan Pemerintah dalam Perangi Sampah Laut
Ternyata, dampak buruk dari sampah plastik tak hanya itu saja. Selain berdampak bagi ekosistem dan kesehatan manusia, sampah plastik juga bisa berdampak bagi perekonomian, pariwisata, dan sektor lainnya. Melihat hal ini, permasalahan sampah laut harus ditangani dengan serius dan membutuhkan keterlibatan dari seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan terkait.
Pemerintah Indonesia sendiri tengah berupaya melakukan tindakan antisipasif menyeluruh mulai dari hilir hingga ke hulu. Pemerintah Indonesia melalui Kemenko Kemaritiman membuat kampanye Gerakan Budaya Bersih dan Senyum yang ditargetkan bagi anak muda usia sekolah. Berbagai cara dilakukan, salah satunya dengan kampanye bekerjasama dengan Kedutaan Besar melalui acara Combating Marine Plastic Debris pada April 2017 lalu yang dihadiri oleh pelajar, blogger, dan aktivis lingkungan hidup.