Mohon tunggu...
Adventino Budi
Adventino Budi Mohon Tunggu... Penulis - Saat ini sedang menempuh studi S1 Agribisnis di Universitas Palangka Raya & sedang melaksanakan penelitian tugas akhir.

Takut akan Tuhan adalah permulaan dari hikmat dan pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Paradigma Pertanian Dan Regenerasi Petani Indonesia

5 Mei 2019   13:20 Diperbarui: 5 Mei 2019   13:33 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Catatan sejarah menuliskan bahwa Indonesia pernah mencapai puncak kejayaannya pada sektor pertanian di masa lampau. Pada tahun 1984, melalui program Revolusi Hijau Indonesia mampu mencapai swasembada beras. Namun sebelum masa kejayaan itu, tepatnya pada masa Orde Lama Indonesia sempat mengalami kelangkaan beras, sehingga mengharuskan pemerintah untuk mengimpor beras. Merupakan hal yang wajar, karena tidak mudah untuk bangkit dari sebuah keterpurukan dan hal tersebut merupakan warisan dari pemerintah kolonial. Permasalah inilah yang mendorong pemerintahan Orde Baru untuk memutar otak sehingga muncullah sebuah program yang dikenal masyarakat sebagai Bimbingan Masal (Bima) atau disebut juga Revolusi Hijau.

Mengingat kata Revolusi Hijau saat ini mirip dengan kata Revolusi Mental yang giat digaungkan oleh pemerintah sebagai upaya peredaman berbagai konflik atau permasalahan yang sedang terjadi di negeri ini. Mengutip dari laman harian KOMPAS.COM yang diterbitkan pada tanggal 3 April 2018, bahwa masih ada 19,4 juta masyarakat Indonesia yang belum mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Ini adalah salah satu permasalahan yang mungkin tidak disadari dan tidak dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini berkaitan dengan moralitas dan solidaritas sebagai anak bangsa. Permasalah seperti ini tentu akan dapat teratasi dengan kebijakan pemerintah yang didasarkan kepada hak sebagai warganegara untuk mendapatkan pangan. Namun pada kenyataannya kebijakan-kebijakan seperti ini masih belum banyak dilirik oleh pemerintah.

Pada dasarnya permasalahan pangan bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, permasalahan seperti ini harusnya menjadi tanggung jawab semua pihak. Untuk itu perlu adanya suatu penyadaran masal terkait pentingnya dunia pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan. Dapat  dibayangkan jika setiap keluarga memiliki kebun pribadi meskipun hanya di pekarangan rumah yang ditanami tanaman pangan, tentu pengeluaran untuk pangan akan berkurang. Upaya-upaya kecil seperti inilah yang nantinya akan menjadi suatu gebrakan besar jika dipupuk dan diberdayakan dengan sungguh-sungguh.

Dunia pertanian di Indonesia saat ini sedang mengalami penurunan jumlah populasi petani. Hal ini disebabkan oleh banyaknya petani yang berpindah lapangan pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor lainnya dan minimnya regenerasi petani. Profesi sebagai petani dianggap rendah dan dipandang sebelah mata, hal inilah yang menjadi momok bagi dunia pertanian di Indonesia. Sebagai bukti, sangat jarang bahkan hampir tidak pernah ditemukan seorang anak yang bercita-cita sebagai petani. Sedangkan jumlah populasi penduduk semakin meningkat dan kebutuhan pangan otomatis akan meningkatkan. Jika tidak segera menemukan solusi hal ini tentu akan menimbulkan lebih banyak permasalahan pangan kedepannya. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mendukung sektor pertanian menggunakan tenaga-tenaga mekanik untuk meningkatkan produksi pertanian. Namun upaya ini belum cukup untuk mengamankan dan menjamin kualitas dan kuantitas produksi pertanian. Tenaga mekanik tidak akan bisa bekerja jika tidak ada tangan-tangan terampil yang mengoperasikannya. Beberapa program yang dilakukan pemerintah saat ini sama halnya dengan seorang yang sedang menabur benih padi di ladang, yang kemudian ditinggalkan tanpa kembali untuk merawatnya, mungkin sewaktu-waktu hanya datang untuk memanennya. Misalnya, membagikan bibit sengon atau komoditas lainnya kepada masyarakat kemudian ditinggalkan tanpa ada kejelasan dan jika telah tumbuh kemana masyarakat harus menjual atau memasarkannya? Jika pola-pola pelaksanaan program yang dilakukan pemerintah demikian, lantas hasil seperti apa yang diharapkan? 

Melihat kondisi dan situasi ini, solusi yang memungkinkan untuk dilakukan adalah dengan mengubah cara pandang dan pola pikir. Pemerintah memang tidak berhak untuk menentukan cita-cita dan jalan hidup. Namun pemerintah harusnya mampu menciptakan sebuah trend atau style di masyarakatnya melalui berbagai media dan teknologi informasi saat ini, pemerintah memiliki sumber daya yang memadai untuk melakukan hal tersebut. Yang paling dekat dengan masyarakat saat ini adalah Televisi dan Handphone. Setiap kali melihat Televisi yang sering kali muncul hanyalah sponsor produk-produk dari brand ternama, bukankah pemerintah bisa mengadopsi cara-cara promosi tersebut untuk mempromosikan dunia pertanian di Indonesia. Generasi milenial saat ini tidak dapat dipisahkan dari gadget. Hal ini adalah peluang untuk menarik minat dan lebih melibatkan generasi muda dalam dunia pertanian modern, melalui sponsor yang akan muncul di berbagai media sosial yang ada di gadget. Kemudian yang tidak kalah penting adalah kepastian income, jika pemerintah menginginkan masyarakat untuk bertani maka pemerintah harus menyiapkan pasar yang relevan bagi masyarakat. Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk menciptakan suatu paradigma baru, namun perlahan tapi pasti. Sehingga sangat memungkinkan untuk mengubah pola pikir dan cara pandang masyarakat terhadap dunia pertanian. Hal ini tidak hanya semata-mata akan menjamin kualitas dan kuantitas produk pertanian di masa mendatang, namun juga akan turut andil dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan bangsa di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun