Gelap kapan dia berakhir? Wanita itu menangis dibalik tawanya. Dia terdiam di dalam benaknya. Aku bersumpah. Dia sangat tersakiti. Apa maksud dari semuanya? Aku berbalik mengintip rasa yang telah dia pancarkan. Kenapa di sangat tertutup? Kenapa dia berdiam di balik kekecewaannya?
Sore itu sangat cerah. Semua bebas dengan kata dan teriakan yang mereka ingin sampaikan. Hingga pada suatu titik aku terdiam. Aku terdiam bisu seribu satu bahasa. Aku berbalik kearah yang lain. Semua tertawa bebas dan lepas. Aku berbalik kearah yang tadi dan menemukannya lagi , kini dia terbalut dengan air mata kepedihan batin yang tidak tergambarkan. Kenapa dia? Tanyaku dalam benak. Hingga pada akhirnya dia menemukan mataku yang telah menelusurinya.
“Ada apa?” katanya. Aku terdiam. “Apa ada yang salah?”. Tanyanya lagi. “Tidak!!”. Jawabku singkat dan segera pergi dari sekitarnya. Walau sebenarnya, hati dan otakku telah berkontraksi untuk menanyakan apa yang terjadi padanya. Wajar kalau aku bertanya. Karena menurut pikiranku ini sungguh aneh. Apa temannya tidak melihat kalau dia menangis? Kenapa teman-temannya tidak mengulurkan balutan kata perduli saat melihatnya menangis. Dasar manusia.
Melangkah tanpa arah. Kata mereka, dengan begitu kamu akan berhasil. Itu kata mereka.
Hingga malam telah menjemput. Aku berbaring di atas kasur yang tidak begitu luas. Tapi aku merasa nyaman disini. Gelap. Aku suka gelap. Jangan tanya kenapa, karena aku tidak akan bisa menjawabnya. Malam ini lumayan dingin. Tidak tahu di luarsana. Apa yang kurasakan, kupikirkan hingga aku menutup mata.
Jauh disana, wanita itu masih menangis. Aku tidak mengerti kenapa dia menutup semuanya. Isakan tangisnya semakin menjadi-jadi saat semuanya telah terlelap dalam tidurnya. Sejenak dia terdiam. Katanya “Apa salah ku? Kenapa harus aku?”. Benci dan dendam menyebar luas di batinnya. Sakit, pedih dan pilu, itu lah yang menggambarkan hidupnya saat ini. Batin nya berteriak menangis. hingga fajar menjemput batinnya masih berteriak dalam kebencian. Dia tidak berdaya. Benci yang ada pada nya melemahkan keceriaan yang pernah terlahir di hidupnya. Dia tidak berharap banyak. Dia tidak berharap untuk diperhatikan, hanya saja dia juga tidak ingin dihakimi tanpa fakta yang jelas dan akurat. Siapa pun dia, dia tidak akan mampu bertahan kalau batinnya telah tersakiti sama dengan wanita itu. Walau aku masih berpikir apa yang sebenarnya telah terjadi pada wanita itu.
Hari berlalu meninggalkan memori nya masing-masing. Aku berlalu tanpa menemukan apa yang bisa ku ingat dalam hidupku. Sungguh, aku merasa kalau hidup yang kujalani saat ini adalah hidup dalam hal paksaan, tekanan dan tunggu. Wanita itu melintas lagi. Untuk kali ini dia sendiri. Mana teman-temannya? Tanyaku dalam benak. Sudah beberapa hari dia tidak muncul kepermukaan. Dan sungguh, dia berdiri dihadapanku saaa ini. Tepat di hadapan ku. “Aku baik. Jangan terlalu penasaran dengan apa yang terjadi pada ku. Aku bukan lah wanita yang butuh perhatian yang lebih. Aku wanita biasa. Selain dari masalah ku disini. Aku punya masalah yang lebih besar diluar sana. Hanya saja,disini untuk kali pertamanya aku ingin menyerah dengan kehdupan masa depan ku.” Tunggu. Aku tidak mengerti. Apa yang dikatakannya. Apa maksud dan tujuannya. Semua nya. Dan sekarang, dia hanya berlalu begitu saja seolah dia tidak mengatakan sesuatu. Lupakan. Sungguh ini tidak penting. Masih banyak masalah yang harus ku selesaikan selain dari apa yang dikatakannya. Tapi kenapa dia mengatakan hal itu kepada ku. Apa dia ada hubungan nya pada ku? Dasar wanita. Cukup.
Terlintas di benak wanita itu itu, bahwa dia telah melakukan hal yang paling keji di dunia. Menceritakan masalah yang tidak di mengerti apa intinya kepada orang yang tidak dia kenal. Bukan hal aneh lagi orang yang depresi seperti dia melakukan hal keji seperti itu. Mungkin dia butuh makhluk hidup untuk menceritakan kesedihannya. Karena, musim saja tidak cukup untuk menjelaskan semuanya, bahkan titik-titik gerimis pun enggan untuk melintas di tepi pilu batinnya. Berharap semut-semut di ujung jalan itu tergerak untuk mendengarkan tetesan-tetesan air mata yang mungkin saja akan habis di telan masanya. Karena cukup baginya untuk itu. Sampai kisahnya beralih kepada keabadian.
ps: tulisan ini hanya goresan semata untuk kali pertamanya. #bd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H