Di Ujung malam yang Kelam
Malam itu bukan ilusi. Itu kenyataan. Tersirat, aku mendendam akan batinya yang tersakiti. Dibenak ku “Tuhan pabila memang aku orang yang terpilih, jangan biarkan dia tersakiti”.
Hujan tak mengakhiri semuanya. Rasa itu bertambah seiring dinginnya malam. “Tetapi”, bukan, bukan kata “tetapi” melainkan “dan”, kupastikan rasa ini tidak akan pernah hilang. Perasaan yang abadi untuk hidup yang akan berakhir.
Goresan penaku adalah keterbatasan history, tetapi hatiku adalah hidup yang telah dikaruniakan untuk mengobarkan kebenaran. Tidak peduli, walau dewa dewi telah bertindak, tidak mampu menghanyutkan kebenaran yang telah ada dan tidak akan pernah mati. Karena mati tidak akan mengakhiri segalanya, bahkan tanah telah menutupinya. Suatu saat dia akan kembali dan memulai dengan sendirinya.
Bila ibu telah terlanjur melahirkanku, aku sungguh bersalah kepada ayah yang mengajarkanku hidup keras, egois akan kesalahan, dan membuka suara untuk kebenaran. Memaksa, menghanyutkan itu lah yang terjadi. Otakku berputar untuk ke-3 kalinya, namun aku tidak menemukan maksud para penjamah bumi yang terdampar kehadapan kami. Yang ku tahu, suara doa ibu yang lembut takkan berhenti berlari untuk ku, aku percaya (4-5 Maret 2017)
Aku menulis, kata-kata goresan penaku kalau aku telah tersakiti oleh tersiksanya batin sahabatku. Dan hujanlah yang mengetahuinya. Sebab hati nurani pun tak akan sanggup merasakannya. Semua telah berlari, tak sanggup meneriakkan kalau saja mereka telah muak dengan dongeng-dongeng yang mengisi malam nya.
Kakiku bahkan tak mampu menopang ragaku. Semua berakhir, didalam tangisan awal 2017 yang terungkap didalam agenda. Agenda yang memuat rasa dan harapan yang telah tertutupi oleh tangisan sendu malam.
Percaya, bukan untuk tulisan penaku, karena ini bukan kitab yang harus sungguh dipercayai. Ini hanyalah fakta kebernaran yang tidak akan pernah terungkap lagi, karena telah ditimbun oleh batin yang tidak akan pernah kembali.
Cukup untuk dilupakan. Karena bekas akan abadi untuk hati nurani yang tenggelam jauh.
Abstrak, karena ini omong kosong semata yang dilupkan dalam tangisan hujan yang abadi.
Pesan goresan penaku, “Benar bukanlah kesalahan”, kuatlah hatimu bagi yang mengungkapkan karena aku telah merasakan, walau memang aku tidak mengharapkan satu insan pun merasakannya lagi.