Mohon tunggu...
AD Tuanku Mudo
AD Tuanku Mudo Mohon Tunggu... Penulis - aktivis sosial kemasyarakatan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Atasi Kesulitan Hidup dengan Berbagi, Cara Amak Mengajarkan Kemandirian

6 Desember 2020   16:34 Diperbarui: 6 Desember 2020   16:57 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makan yang tersusun rapi pada saat peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. (foto dok damanhuri)

Sebab, membangun sebuah rumah tak mungkin semua dengan kerja bakti bersama kelompok tukang. Ada barang-barangnya yang harus di beli. Atau untuk makan tukang bangunan yang tidak pakai upah itu harus juga dengan uang pembeli lauk-pauknya. Amak termasuk orang yang paling gigih berusaha, namun karena anak banyak, usaha tak pula begitu berkembang, tak mampu menjadikan kami anak-anak yang berpendidikan tinggi.

Dari sembilan orang kami beradik kakak, hanya dua orang yang tamat SMA. Saya sendiri, setelah tamat SD melanjutkan mondok di sebuah pondok pesantren yang biayanya tak mahal. Barulah, setelah saya kawin dan punya dua orang anak, bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Lagi-lagi ini tentu semangat dari kemandirian yang diajarkan Amak saat kecil dulu.

Pelajaran mandiri secara perekonomian saat masih anak-anak itulah yang membuat kami saat dewasa semua, mampu mengatasi kesulitan hidup Amak mengajarkan, betapa penting dan perlunya berusaha dalam hidup ini. Begitu juga sekolah dan menuntut ilmu, Amak dan Abak berusaha sekuat tenaganya. Sebab, Abak sendiri sempat menamatkan pendidikannya di Sekolah Persiapan IAIN Batusangkar. Tentu, dia ingin semua anak-anaknya bisa pula sekolah lebih tinggi dari dia.

Namun, karena faktor ekonomi tadi, membuat kami beradik kakak yang berpikir sendiri bagaimana cara melanjutkan pendidikan. Sebatas kemampuan saya, akhirnya dua orang adik perempuan saya bisa menamatkan pendidikan di MAN Lubuk Alung dan Batang Kabung, Padang. Abak merasa tak ada uang lagi. Usia sudah lanjut, kerja sudah tidak ada lagi. Kalau pun ada kerjanya, hanya sesekali diminta untuk memulai pembangunan rumah, karena dia sudah jadi orang tua tukang bangunan di kampung.

Dari pelajaran itu, gelombang hidup yang kami hadapi, terasa bagaikan dinamika yang harus terjadi. Susah dan senang, hina dan mulya merupakan pakai hidup yang harus kita lalui. Namun, berbagi dengan sesama, adalah bagian terpenting. Tanda kita tidak sendirian dalam hidup ini. Amak selalu memberikan makan setiap kali saya membawa kawan ke rumah. Bagi Amak, siapapun kawan yang saya bawa pulang atau datang ke rumah, tak boleh tidak makan.

Yang penting ada. Tak ada nasi yang mau dimakan, ya minum air teh atau menikmati makanan yang dibuat Amat dari pagi, seperti kue mangkuk, gorengan dan lain sebagainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun