Bagi ulama muda yang baru pulang mengaji di tempat lain, ketika berada di kampung, Buya Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah adalah tempat mengadu dan bertanya dalam banyak hal. Maklum, ketika sudah tak lagi mengaji, dan tidak pula langsung mengajar, sangat jarang para ulama muda itu membuka kitab.
Terbentur suatu persoalan dalam perdebatan ulama itu dengan tokoh masyarakat, misalnya, mereka langsung bergegas mendatangi Buya Lubuak Pandan, menanyakan apa yang tak ingat sama dia lagi.
Demikian itu dirasakan mendiang Buya H. M. Zein Tuanku Bagindo, ketika baru-baru pulang kampung usai mengaji di Surau Kubu, Ujuang Gunuang, Sungai Sariak.
"Jadi, Buya Lubuak Pandan, di samping terkenal shaleh dalam ibadah, juga mahir dan malin dalam kajian kitab kuning," kata Buya M. Zen saat diwawancarai Agustus 2007 silam di kediamannya Sicincin, Kecamatan 2x11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman.
Hebatnya Buya Tuanku Shaliah, saat kita diskusi dan bertanya kepadanya, selalu dalam persoalan yang berhubungan dengan fiqh, dia memberikan jalan tengah.Â
Tak pernah jawabannya memberatkan bagi yang bertanya, lantaran dalam fiqh banyak versi ulama, beragam pendapat ulama dalam suatu persoalan. Artinya, selalu ada pilihan agar kita tidak tersesat pada satu amalan, kata Buya M. Zen.
Buya M. Zen yang pernah jadi anggota DPRD Padang Pariaman dari PPP ini, adalah tokoh ulama yang sepeninggal Buya Iskandar sempat jadi pengurus di Ponpes Madrasatul 'Ulum Lubuak Pandan yang didirikan Buya Tuanku Shaliah. Baginya, Buya, di samping guru tempat bertanya, juga sebagai teman diskusi. "Buya rujukan bagi ulama di seantero 2x11 Enam Lingkung ini dulunya," kata Buya M. Zen.
Sebagai ulama yang saban hari bergelud dengan kitab kuning, tak jarang dia saat ditanya membuka kitab. Artinya, dia selalu berhati-harti ketika memberikan jawaban. Tak ingin dia asal jawab. Dari kehati-hatian itulah, dalam beribadah, dia juga penuh dengan teliti. Dia berwuduk saja memakan waktu yang panjang, saking hati-hatinya dia dalam beramal.
Kemudian, ujar Buya M. Zen lagi, dalam menyikapi persoalan yang dilakukan kelompok masyarakat, seperti pergerakan Ormas Islam, Buya tak pernah menyalahkan, meskipun amalan yang dilakukan kelompok orang itu, sedikit berbeda dengan yang biasa diamalkannya.
Kajian fiqh (yurisprudensi Islam), memang mengajarkan perbedaan pendapat, yang berakhir pada wallahu a'lam bisshawab. Artinya, Allah Swt yang paling tahu soal kebenaran.
Bagi Buya, kelompok Islam seperti NU, Muhammadiyah, Perti yang berkembang di Sumatera Barat adalah sebuah dinamika dalam menyemarakkan suasana beragama di tengah masyarakat.