Mohon tunggu...
Aditya Rahman
Aditya Rahman Mohon Tunggu... Lainnya - -

Mahasiswa Pendidikan IPS FIS UNJ 2018

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Penanganan Permukiman Kumuh dengan Program Kotaku

21 Desember 2020   02:00 Diperbarui: 21 Desember 2020   02:02 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Oleh: Aditya Rahman

Bagi sebuah negara yang sedang berkembang, sering kali negara tersebut dihadapkan oleh berbagai masalah – masalah kependudukan dan masalah lingkungan. Salah satu permasalahan kependudukan di negara - negara berkembang ialah slum area atau yang biasa disebut dengan permukiman kumuh. Pemukiman kumuh ialah lingkungan hunian yang kualitasnya sangat tidak layak huni dengan ciri – ciri berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan/tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, serta kualitas bangunan yang sangat rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai dan membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghidupan penghuninya (Budiharjo, 1997). Permukiman kumuh terbentuk akibat dari ketidakmerataan persebaran penduduk pada suatu wilayah/tempat.

Di Indonesia, slum area atau permukiman kumuh ini sudah sejak lama menjadi permasalahan klasik yang sampai saat ini masih belum dapat teratasi. Permukiman kumuh di Indonesia biasanya tersebar di kota – kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan kota besar lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh ketimpangan lapangan pekerjaan serta berbagai fasilitas umum yang dimiliki oleh desa dan kota – kota besar sehingga hal tersebut memicu terjadinya urbanisasi masyarakat desa ke kota – kota besar.  Permukiman kumuh tersebut dapat ditemukan di bantaran rel kereta api, di sepanjang bantaran sungai, dan di wilayah yang bukan peruntukannya untuk dijadikan permukiman.  

Untuk mengatasi masalah slum area atau permukiman kumuh ini, Pemerintah Pusat telah mengeluarkan berbagai program dan kebijakan penanganan permukiman kumuh. Salah satu program yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ialah Program “Kota Tanpa Kumuh” atau yang biasa disingkat dengan Program KOTAKU. Dikutip dari website kotaku.pu.go.id, Program KOTAKU ini bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung terciptanya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan. Dalam tujuan umum tersebut terdapat dua maksud yaitu memperbaiki akses masyarakat terhadap infrastruktur dan fasilitas pelayanan di permukiman kumuh perkotaan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perkotaan melalui pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh berbasis masyarakat dan partisipasi pemerintah daerah. Sumber pendanaan Program KOTAKU berasal dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, swadaya masyarakat, stakeholder dan lembaga mitra pembangunan pemerintah (World Bank-WB; Asian Infrastructure Investment Bank-AIIB dan Islamic Development Bank-IsDB).

Dalam pelaksanaannya, Program KOTAKU ini menggunakan sebuah platform kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi (pemprov), pemerintah kota/kabupaten (pemkot/pemkab), masyarakat dan stakeholder lainnya. Pada program ini, masyarakat dan Pemerintah Kota/Kabupaten menempati posisi yang sangat krusial karena berperan sebagai pelaku utama dalam penentu perencanaan serta pelaksanaan pembangunan program. Keterlibatan masyarakat dalam pada program ini sangat dibutuhkan agar masyarakat memiliki sense of belonging serta akan berpartisipasi secara sukarela apabila mereka dilibatkan sejak awal dalam proses pembangunan. Terlebih ketika mereka dapat merasakan manfaat dari infrastruktur penanganan kawasan kumuh yang dibangun bersama-sama.

Tahapan pelaksanaan Program KOTAKU meliputi tahapan pendataan dimana lembaga masyarakat di desa/kelurahan yang dinaungi oleh Badan/Lembaga Keswadayaan Masyarakat melakukan pendataan kondisi awal (baseline) tujuh indikator kumuh di desa/kelurahan masing-masing. Tujuh indikator tersebut ialah kondisi bangunan gedung, indikator jalan lingkungan, penyediaan air minum, drainase, pengelolaan air limbah, kondisi pengelolaan sampah, dan proteksi kebakaran. Setelah itu, masuk pada tahap penyusunan dokumen perencanaan yang terintegrasi antara dokumen perencanaan masyarakat dengan dokumen perencanaan kabupaten/kota. Hasil dari perencanaan ini menentukan kegiatan prioritas untuk mengurangi permukiman kumuh dan mencegah timbulnya permukiman kumuh baru yang nantinya akan dilaksanakan oleh masyarakat ataupun oleh pihak lain yang memiliki keahlian dalam pembangunan infrastruktur pada entitas kawasan dan kota.

Namun pada kenyataannya, Program KOTAKU ini masih terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaanya. Salah satu yang menjadi hambatan dari pelaksanaan program ini ialah masih kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat dalam pelaksanaan KOTAKU. Dikutip dari penelitian yang dilakukan oleh Stevanni Imelda Christianingrum dengan judul “Implementasi Program Kota Tanpa Kumuh Di Kecamatan Semarang Timur”, terdapat kesulitan teknis dalam pengimplementasian program KOTAKU yaitu kurangnya partisipasi masyarakat secara aktif pada saat proses pendataan kawasan lingkungan dikarenakan kurangnya sosialisasi dari pihak pemerintah terkait adanya program KOTAKU. Akibatnya, sebagian besar masyarakat lebih memilih fokus bekerja ataupun melakukan aktivitas lain dibandingkan dengan ikut dalam program pembangunan pemukiman di daerahnya. Selain itu, perbedaan pola piker antara satu sama lain dan juga tingkat kesibukan yang berbeda sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam Program KOTAKU. Oleh karena itu, pemerintah kota/kabupaten dan masyarakat perlu meningkatkan sinergitas kembali agar Program KOTAKU ini dapat berjalan dengan baik sehingga dapat memberi manfaat yang nyata bagi masyarakat.

Meskipun terdapat berbagai hambatan dalam pelaksanaannya, program ini nyatanya memberikan hasil yang positif terhadap penanganan permukiman kumuh. Contohnya ialah pelaksanaan program KOTAKU di Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang . Kelurahan Rejomulyo merupakan salah satu kelurahan yang termasuk dalam kawasan terkumuh. Setelah dilaksanakan program KOTAKU, lingkungan di Kelurahan Rejomulyo menjadi bebas kumuh dengan lingkungan yang bersih, indah dan aman. Masyarakat di Kelurahan Rejomulyo dapat langsung merasakan manfaat dari program KOTAKU.

Referensi :

Budiharjo. 1997. “Lingkungan Binaaan dan Tata Ruang Kota”. Yogyakarta: Andi Offset

Imelda Christianingrum, Stevanni. Djumiarti, Titik. 2019. IMPLEMENTASI PROGRAM KOTA TANPA KUMUH DI KECAMATAN SEMARANG TIMUR. Journal Of Public Policy And Management Review, Volume 8, Nomer 2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun