Mohon tunggu...
ADRY KHOIRUN NIZAN
ADRY KHOIRUN NIZAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Everyone can live. But not everyone can write.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Maria Walanda Maramis, Pahlawan Penghancur Rantai Patriarki di Tanah Minahasa

30 Juni 2024   19:28 Diperbarui: 30 Juni 2024   20:06 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maria Josephine Catharina Maramis adalah perempuan Minahasa yang lahir dari keluarga sederhana. Minahasa, sebuah tanah di Sulawesi Utara, hidup dalam sebuah sistem sosial yang berakar dari delapan suku yang disebut dengan walak. Kehidupan di Minahasa tidak mengenal pembedaan atau stratifikasi di masyarakatnya sampai kedatangan Belanda. Dengan kedatangan Belanda ke Minahasa, tanah tersebut baru mengalami modernisasi. Gaya hidup dan pola pikir orang Eropa memasuki kehidupan masyarakat Minahasa, mengenalkan mereka pada birokrasi dan sistem edukasi yang lebih condong pada laki-laki dan mengesampingkan perempuan (Tangkilisan, 2019:77-79). Setelah mengenyam pendidikan selama tiga tahun di sekolah rendah Belanda, pilihan bagi perempuan hanyalah menikah muda. Sepeninggal orang tuanya, Maria tinggal dengan keluarga pamannya yang menyekolahkan ia sampai sekolah rendah saja. Meskipun sudah memohon untuk melanjutkan sekolah, adat tidak mengizinkannya dan pilihannya hanya menikah. Josep Frederik Calisung Walanda adalah pria yang menjadi suami Maria di usia yang sangat belia yaitu 17 tahun. Suaminya itu berprofesi sebagai seorang guru. Setelah pernikahan, mereka pindah ke Desa Maumbi.

Pada tahun 1890, seorang pendeta asal Belanda bernama Jan Ten Hooven dikirim ke Desa Maumbi untuk menyebarkan ajaran agama Protestan bagi penganutnya (Rahayu, 2014:16). Misi yang diterima oleh pendeta tersebut bukan hanya sekedar penyebaran atau penguatan agama Protestan. Ia diberikan misi untuk memajukan tempat tersebut melalui pembangunan sekolah, klinik, rumah sakit, serta hal lainnya yang dapat berguna bagi penduduk setempat. Jasa pendeta Jan begitu besar, banyak penduduk yang merasakan manfaat dari keberadaan dirinya. Salah satunya ialah Maria, seorang ibu rumah tangga yang terpengaruh oleh pembelajaran yang didapat dari istri pendeta Jan. Nyonya Ten Hooven berperan penting dalam hidup Maria. Maria diajarkan bagaimana menjadi seorang ibu yang baik untuk anak-anaknya, mendidik seorang anak, dan nilai-nilai hidup bagi seorang perempuan. Dari ajaran-ajaran yang diberikan Nyonya Ten Hooven, Maria semakin tergugah untuk mengangkat derajat kaum perempuan.

Kenaikan pangkat sang suami mengharuskan Maria dan keluarganya untuk pindah ke Manado. Pengaruh dari keluarga Ten Hooven masih melekat pada diri Maria. Tiap ajaran yang diberikan oleh Nyonya Ten Hooten ia ingat, praktikkan, dan sebarkan kepada anak-anaknya. Maria menanamkan ajaran dari Nyonya Ten Hooven kepada anaknya agar kelak memiliki kesadaran akan pentingnya kesetaraan dan pendidikan untuk seorang perempuan. Anak Maria  disekolahkan di sekolah dasar khusus anak-anak Belanda. Maria bahkan memiliki rencana untuk meneruskan sekolah anaknya di Pulau Jawa. Di balik semangat Maria dalam memperjuangkan kesetaraan bagi kaum perempuan, ia menerima banyak tantangan dalam mewujudkannya (Rahayu, 2014:17-18). Banyak kalangan masyarakat, terutama kalangan masyarakat adat Minahasa mencibir dirinya karena berani menentang adat yang mengharuskan posisi perempuan berada di bawah pria. Namun, hal tersebut tidak menghentikan perjuangannya dalam mewujudkan cita-cita mulia yang ia miliki. 

Maria Walanda semakin giat dalam memperjuangkan hak-hak kaum perempuan sejak tahun 1917. Teman-temannya Maria juga sepahaman dengan gagasan-gagasan yang disampaikan oleh Maria. Pada mulanya, dibentuk suatu perkumpulan untuk mewujudkan impiannya. Pembentukan kelompok kecil itu bertujuan untuk memudahkan dalam berkomunikasi dan bekerja sama.Ditunjuklah Maria sebagai ketuanya. Maria kemudian memberanikan diri untuk menyampaikan gagasanya supaya tersampaikan ke masyarakat luas lewat surat kabar Tjahaja Siang. 

Maria terinspirasi dari Kartini.Tulisannya sendiri memuat tentang modernisasi yang berkembang di Minahasa. Namun hal itu berbanding terbalik terhadap hak-hak perempuan di Minahasa yang masih tradisional.  Setelah gagasan itu masuk ke dalam masyarakat, Maria dan perkumpulannya memutuskan untuk mengadakan rapat umum pada tanggal 8 Juli 1917. Dari rapat itu menghasilkan sebuah organisasi yang bernama Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya atau disingkat PIKAT. Pembentukan PIKAT bertujuan untuk: 


  • Menyediakan suatu waktu bagi kaum wanita Minahasa, agar mereka dapat saling bergaul dan mengenal.

  • Membina masa depan pemuda Minahasa.

  • Membiasakan para wanita Minahasa untuk mengeluarkan dan merumuskan pandangan-pandangan serta pikiran-pikirannya secara bebas

PIKAT mempunyai program untuk menjalankan misinya. Program pertamanya adalah menerbitkan majalah yang berperan untuk menyebarkan ide-ide dari PIKAT ke masyarakat luas sana. Program kedua PIKAT adalah untuk mendirikan "Sekolah Rumah Tangga" untuk melepaskan dari jeratan budaya yang buruk di Minahasa agar perempuan dapat menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya. Maria menyusun sebuah kurikulum untuk sekolah yang akan didirikan dan juga mencari sumbangan dana dari para pihak bangsawan. 

Sekolah Rumah Tangga PIKAT didirikan di Manado pada tanggal 2 Juni 1918. Kegiatan PIKAT pun disetujui oleh pihak pemerintahan kolonial dan dianggap sah pada tanggal 16 Januari 1919 (Rahayu, 2014:29). Perjalanan PIKAT tidak selalu mulus. PIKAT mempunyai halangan dalam bidang finansial. Maria kerap terpaksa menggunakan dana pinjaman untuk keberlangsungan dari Sekolah Rumah Tangga. 

Pasca Perang Dunia II, PIKAT terkena dampak dari peperangan dengan adanya beberapa bangunan mereka yang rusak. Pasca penyerahan kedaulatan Belanda terhadap Indonesia pada tahun 1949, PIKAT menjalin kerjasama dengan pemerintahan Indonesia untuk merenovasi kembali gedung - gedungnya yang rusak. Pada tahun 1951 PIKAT secara resmi menjadi anggota dari KOWANI (Kongres Wanita Indonesia). Hingga akhirnya pada 25 Juni 1954, Kementerian Kehakiman RI menerbitkan surat bernomor No. J. A5/54/18 untuk memberikan status badan hukum resmi. PIKAT sendiri masih berdiri hingga saat ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun