Laga home and away final Piala AFF melawan Thailand akan merupakan tantangan yang luar biasa berat untuk dilalui. Namun kita tidak boleh ciut nyali dan tetap optimis menghadapinya. Paling tidak ada lima modal sangat penting yang dimiliki Timnas Indonesia di laga final nanti.
Pertama. Pertahanan "grendel" yang makin kuat dan terorganisir. Walau tetap jebol juga oleh serangan "7 hari 7 malam" yang dilancarkan Vietnam, tetapi sistem pertahanan dua lapis yang diterapkan Riedl terlihat sangat menjanjikan, makin membaik, pemain makin saling mengerti dan siap dipakai lagi menghadapi tim yang lebih agresif seperti Thailand. Lapis terdalam diisi Fachrudin dan Hansamu (tengah), Benny dan Lestaluhu di kanan-kiri. Kemudian lapis pemecah serangan di depannya dengan pemain bertenaga kuda Bayu dan Manahati. Formasi ini bisa jadi adalah salah satu yang terbaik dan terkuat yang pernah dimiliki Indonesia.
Kedua. Harus diakui Kurnia Meiga adalah pilihan terbaik di laga-laga krusial ala mini-turnamen seperti Piala AFF. Secara kualitas skill mungkin banyak kiper lain yang setara bahkan lebih baik. Namun karakternya yang penuh percaya diri, penyemangat sekaligus "pengatur" yang cerewet dan galak di benteng terakhir pertahanan sungguh merupakan nilai plus. Postur tinggi besarnya juga merupakan keunggulan yang sangat membantu menciutkan nyali lawan secara psikologis. Untuk meneguhkan poin ini, ada baiknya Meiga menggunakan baju dengan warna mencolok seperti kuning terang agar bisa menciptakan efek "besar dan lebar" di mata lawan. Meiga juga adalah tipe pemain tahan banting dan siap berjibaku kapan saja.
Ketiga. Kita punya "big time player" di diri seorang Boaz. Seperti kita ketahui pemain yang masuk kategori ini adalah pemain-pemain spesial yang dikaruniai kemampuan untuk mengubah keadaan untuk keuntungan timnya. Kalau di kancah sepakbola dunia ada Ronaldo (MU dan RMA). Kalau di basket ada Kobe Bryant (LA Lakers). Banyak sekali pemain dengan kemampuan teknis luar biasa, namun tidak masuk kategori ini. Namun tampaknya Boaz bisa masuk jika melihat apa yang telah dilakukannya di Piala AFF 2016. Peran unik ini didukung oleh keberadaan Lilipaly yang juga punya insting bagus. Akan makin baik jika Pora dan Andik bisa bermain dalam top form.
Keempat. Tampaknya Riedl di akhir masa aktifnya sebagai pelatih telah masuk fase "wise coach" yang lebih bijak. Dia tidak mengambil keputusan hanya berdasar pertimbangan teknis saja, namun ada sentuhan "naluri" seorang tactician yang haus akan kemenangan. Dia bukan seorang pelatih yang terlalu idealis lagi, frustasi dengan sistem "barat" yang sulit diterapkan di skuad "tarkam" Indonesia, tetapi telah bergeser menjadi seorang pragmatis yang cerdik melihat kekuatan dan kelemahan diri dan lawan. Keputusan-keputusannya selama Piala AFF 2016 telah membuktikannya. Walau banyak pihak bertanya-tanya atas keputusannya, tetapi terbukti apa yang dia putuskan memang brilian dan pas dengan sikon di lapangan untuk menghasilkan kemenangan.
Kelima. Last but not least adalah dukungan luar biasa pemimpin negeri dan rakyatnya. Tidak ada masa dimana Indonesia betul-betul sangat membutuhkan sepakbola untuk mempersatukan rakyatnya yang terbelah. Keterlibatan Presiden Jokowi memperteguh komitmennya bahwa kemenangan di Piala AFF sama bobotnya dengan keberhasilan program besar negara seperti Tax Amnesty. Kondisi ini betul-betul akan jadi bahan bakar yang sangat efektif untuk memompa semangat seluruh tim untuk melakukan apa saja di lapangan dan berjuang bak singa terluka di lapangan. Kita sudah lihat di berbagai kejadian penting sepakbola, skill is less important than spirit and motivation.
Semoga. Sekali lagi semoga tahun 2016 ini akan jadi sejarah baru persepakbolaan negeri kita yang miskin prestasi internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H