Sebetulnya masih banyak instrumen finansial yang dapat digunakan di Indonesia selain deposito yang dapat memberi abnormal return lebih tinggi. Salah satunya yang sempat booming adalah Futures trading atau berjangka, namun reputasi bisnis ini sudah mulai pudar karena banyak disalahgunakan oleh pihak perusahaan, dan dari situ banyak masyarakat yang mengira bahwa futures trading ini adalah penipuan atau scam dengan iming-iming "get rich quick".Â
Investasi lain yang masih banyak diminati masyarakat adalah logam mulia seperti emas, tanah, dan properti/real estate seperti apartemen dan kos-kosan. Masyarakat tidak ragu dengan emas karena emas memiliki sejarah tersendiri, dan merupakan instrumen finansial tertua. Investasi tanah/properti dan real estate juga memiliki karakteristik yang menyerupai emas, di mana sejarahnya sangat tua dan unik. Kedua alat finansial ini merupakan instrumen yang sangat kaya dengan sejarah dan memiliki reputasinya tersendiri, maka dari itu masyarakat masih merasa nyaman dengan kedua instrumen tersebut.
Sebagian besar orang masih percaya dengan berinvestasi di emas, tanah dan properti, terutama di daerah Jakarta dan sekitarnya - yang tentunya masih diyakini bahwa tanah dan property-nya akan terus meningkat. Emas - yang selalu diyakini investasi paling aman - ternyata tidak juga aman selamanya, dalam kurun waktu 2 tahun (2012-2015) harga emas dunia turun sebanyak 43.4%.
 [caption caption="Penurunan Harga Emas pada tahun 2012-2015"][/caption]Untuk harga tanah dan properti dapat dipengaruhi dari berbagai faktor, di antaranya adalah lokasi (yang tentunya tidak ada habisnya), dan proyeksi pertumbuhan di area tersebut. Namun, risikonya pun tidak beda dengan instrumen investasi lain - seperti emas dan saham - di mana "waktu" menjadi resiko utama di setiap investasi.
Meski Bursa efek di Indonesia sudah 38 tahun, saham merupakan salah satu instrumen yang masih cukup asing di kalangan masyarakat Indonesia. Hingga saat ini baru tercatat 434,443 investor yang aktif di bursa dari sekitar 250 juta penduduk di Indonesia, baru sekitar 0.2% dari semua masyarakat Indonesia yang aktif di Bursa Efek Indonesia.Â
Jumlah emiten di BEI sudah mencapai 532 perusahaan, dan memiliki 45 perusahaan yang volumenya tergolong sangat besar per harinya, dan 45 perusahaan ini digolongkan ke dalam index yang bernama LQ45 - 45 saham perusahaan yang sangat liquid di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Kira-kira kenapa masyarakat masih memandang saham dengan sebelah mata, padahal kalau dilihat, dari segi risiko memang lebih besar dibanding investasi tanah, namun investasi di saham jauh lebih praktis.
Banyak orang berasumsi bahwa investasi saham harus dipantau setiap hari, menebak pergerakan saham setiap hari sama saja seperti menebak lemparan koin - yang probabilitasnya 50-50. Memang berinvestasi di saham memiliki risiko tersendiri, namun investor-investor besar pun mengalami penurunan yang besar pada saat tertentu, contohnya adalah The great Warren Buffet. Siapa yang tidak mengenal beliau, meski dinilai sebagai investor paling sukses, perusahaan investasi Buffet mengalami penurunan sebanyak 77% pada saat resesi yang dialami di Amerika (dan berdampak secara global) pada tahun 2008, namun nama Warren Buffet masih dikenal sebagai investor ter-sukses di dunia.Â
Mungkin sekarang anda mulai bertanya-tanya "jadi…semua penjelasan mengenai saham ini apa donk? Apakah aman kalau nabung di saham?" Kalau Anda ingin menabung, pastinya di bank, jika Anda ingin investasi, yang paling praktis dan memiliki potensi return atau pendapatan yang cukup tinggi adalah saham. Namun, saran saya, agar emosi Anda tidak terpicu saat berinvestasi di saham, pastikan uang yang Anda gunakan untuk berinvestasi adalah disposable income Anda, atau uang yang kira-kira Anda tidak terlalu peduli jika hilang begitu saja, jangan mainkan semua uang tabungan Anda, atau semua cash yang Anda miliki ke saham, karena sekalinya jatuh, Anda berpotensi bangkrut. Saran saya yang lain adalah, targetkan untuk jangka menengah dan/atau panjang (sekitar 3-6 tahun) karena saham dapat terasa pendapatannya setelah 2 hingga 3 tahun, contohnya adalah portofolio saya selama 3 tahun berinvestasi di saham sudah membuahkan hasil sebesar 47.95% di mana IHSG hanya memberi return sebanyak 12.41% pada periode yang sama (data per 17 Maret 2016).Â
 [caption caption="Portfolio Vs IHSG"]
Berinvestasi di mana pun selalu ada risikonya, begitu pun di saham. Namun, Anda harus tau selera risiko Anda seperti apa, jika Anda tidak ingin risiko yang terlalu tinggi, Anda bisa membeli saham-saham yang berada di index LQ45 - atau biasa disebut dengan blue chips. Saham di index ini tergolong aman karena perusahaan-perusahaan yang masuk ke dalam index ini tergolong sudah matang dan memiliki pendapatan yang cukup stabil, Anda dapat melihat list-nya di link berikut.Â
Jika Anda risk taker, Anda bisa menjelajah lebih dalam di Bursa untuk bisa mendapatkan saham perusahaan yang akan menjadi the next big thing, seperti PT. Waskita Karya (Ticker: WSKT) yang pada saat IPO harganya hanya Rp. 411 per lembar di bulan Desember 2012, dan sekarang sudah mencapai Rp. 1,985 per lembarnya, pendapatan anda 383% jika Anda membeli saham Waskita saat pertama kali diperdagangkan dan didiamkan selama 4 tahun.
 [caption caption="Pergerakan Harga Saham PT. Waskita Karya Semenjak Pertama kali di Perdagangkan"]
Pada kesimpulannya, saham bukanlah racun, hanya reputasinya yang sedikit ternodai karena ketidaksabaran atau keserakahan orang-orang tertentu. Jual-beli saham memiliki tantangan tersendiri - yaitu untuk mencari harta yang terpendam, seperti PT. Waskita Karya. Dengan kedisiplinan dan kesabaran, saya yakin Anda bisa mendapatkan banyak keberuntungan dengan berinvestasi di saham.