Pantang mundur terus nyambut gawe.
Â
Memasuki ambang Agustus adalah momen untuk menemukan kembali perasaan bahwa kita bukanlah sekadar teman, tetangga, atau sanak famili, melainkan pribadi yang terjalin dalam sebuah ikatan besar, senasib sepenaggungan, sebagai satu warga negara Nusantara.Â
Nasionalisme dihayati sebagai laku sosial keseharian yang nyata, bukan wacana maupun ritorika. Kampung adalah wilayah kediaman bersama, demikian juga dengan Indonesia. Adalah kewajiban bersama untuk selalu menjaganya dari gangguan dari luar maupun potensi kisruh dari dalam.Â
Caranya antara lain dengan merawat keguyuban. Tak hanya dengan mendirikan pagar di setiap halaman demi proteksi, tapi juga membangun kedekatan dan kepedulian antartetangga, yang justru merupakan pagar sosial yang kokoh untuk menjaga keamanan.
Maka Agustus menjadi bulan penuh berarti. Ngumpul berativitas tanpa tanpa banyak instruksi. Semua mengambil inisiatif dan lantas mengerjakannya. Siangnya kegembiraan itu dipuncaki dengan lesehan makan bersama.
Tapi ini baru awalan. Â Pekan-pekan berikutnya kemeriahan agustusan akan kian terasa. Ada lomba gembira untuk anak dan remaja. Para bapak ibu juga mulai rasan-rasan bakal menampilkan, setelah tiga tahun prei manggung gara-gara diserimpung pandemi.
Memasuki Agustus adalah bersuka cita sebagaimana merayakan sebuah ultah.
Spirit optimisme selayaknya dipelihara:
Tuku donat ning Kalimantan.Â
Tetep semangat nggo masa depan.Â