Pendidikan abad 21 menjadi salah satu bagian dalam pengembangan kompetensi peserta didik berdasar tuntutan zaman yang menitiberatkan pada nilai-nilai kualitas karakter, kompetensi, dan literasi dasar. Hal ini dapat dicapai melalui aktivitas intrakurikuler/kokurikuler, ekstrakurikuler, dan budaya sekolah dengan didukung bahan ajar yang bersifat fisik dan digital serta sarana prasarana yang memadai.
Satuan Pendidikan menjadi rumah belajar bagi peserta didik untuk merdeka secara lahiriah dan batiniah yang relevan dengan tuntutan zaman melalui pendidikan dan pengajaran yang ideal. Sehingga, penguatan nilai-nilai kualitas karakter menjadi hal mendasar menghadapi kondisi lingkungan yang terus berubah dengan ditopang kompetensi abad 21 guna mengatasi tantangan yang begitu kompleks melalui pemenuhan keterampilan literasi dasar sebagai penunjang aktivitas sehari-hari.
Kebijakan merdeka belajar ke depan mengukur pada ketuntasan belajar peserta didik melalui asesmen yang holistik dengan mengukur kompetensi minimum dan survei karakter masing-masing peserta didik. Oleh karena itu, diperlukan wadah pengembangan bakat dan minat peserta didik sebagai penunjang implementasi pengajaran yang ideal dan relevan di sekolah dengan indikator menyesuaikan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik pada setiap satuan pendidikan.
SISPALA (Siswa Pencinta Alam) menjadi salah satu wadah aktivitas ekstrakurikuler sebagai pengembangan kecakapan abad 21 dan bisa menjadi solusi dalam pengembangan kebijakan merdeka belajar guru dan sekolah guna memberi asesmen bagi peserta didik yang memiliki bakat dan minat dalam dunia kepencintaalaman dan lingkungan hidup.
SISPALA menjadikan alam bebas sebagai media belajarnya, sehingga karakter yang terbangun melalui aktivitas dan keorganisasian ekstra sekolah ini begitu berpengaruh besar untuk bekal masa depan peserta didik.
Perinsip efektivitas dan efisiensi dalam pengembangan SISPALA akan lebih tepat diterapkan pada satuan pendidikan tingkat menengah karena sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik anak yang berada pada level usia remaja karena telah dipengaruhi dorongan naluri untuk kebebasan berpikir, berpendapat dan berprestasi.
Aktivitas kepencintaalaman (naik gunung, panjat tebing, masuk gua, susur pantai) adalah kegiatan petualangan dan berkelana, dimana di dalamnya ada harmonisasi olah pikir, hati, rasa, dan raga dalam aktivitasnya. Begitupun, ada nilai kepedulian yang terbangun dari lintas sosial-budaya, berupa aktivitas lingkungan hidup (menanam pohon, aksi bersih, kelola sampah) dari peran SISPALA baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Eksistensi SISPALA di sekolah memang masih belum menonjol. Ini tak lepas dari metode pendampingan dan dukungan dari warga sekolah (orang tua, guru, dan kepala sekolah) yang masih ragu memberikan “kebebasan” bertumbuh-kembang anak didiknya, karena dianggap besarnya resiko yang dihadapi dari aktivitas SISPALA.
Padahal, perinsip dasar dalam kegiatan pencinta alam atau pegiat alam bebas, selalu berpegang pada aspek safety first dimana konsumsi basic skill yang wajib dipahami oleh anggotanya adalah ilmu manajemen perjalanan alam terbuka (Tali Temali, Navigasi, SAR, dan P3K).
Peristiwa maraknya pemberitaan kecelakaan di alam bebas, ini tak lepas dari faktor objektif danger dan subjektif danger yang menjadi penyebab terbatasnya implementasi skill para pegiatnya, tanpa mengesampingkan kecelakaan operasi dari takdir ilahi oleh-Nya.
Kehadiran SISPALA dalam implementasi eksistensinya di sekolah memiliki peran tersendiri sebagai upaya percepatan pembangunan pendidikan. Dalam ranah olahraga, SISPALA sebagai wadah pertama dalam pengembangan dan pembinaan atlit usia muda yang sejalan dengan aktivitasnya berupa cabang olahraga panjat tebing, arung jeram, lintas alam, dan orienteering.