Siapakah manusia? cukup banyak argumentasi untuk menjawab pertanyaan ini. Plato mengatakan bahwa manusia terdiri badan dan jiwa. Badan itu dapat hancur, bersifat sementara, dan penuh dengan nafsu duniawi. Sebaliknya jiwa itu bersifat kekal, immortal. Aristoteles mendefinisikan manusia sebagai binatang berakal budi (animal rationale).Â
Manusia memiliki unsur binatang. Namun hal yang menempatkan manusia di atas binatang adalah karena memiliki akal budi. Descartes mengagungkan akal budi manusia. Dengan metode kesangsian, manusia dapat menyangkal apa yang ada di luar dirinya. Ia memproklamirkan konsep "cogito ergo sum." Aku berpikir, maka aku ada. Eksistensi manusia terletak pada aktivitas berpikir atau kesadaranya. Karl Marx, hakekat manusia adalah kerja (homo faber).Â
Di lain pihak manusia juga merupakan makhluk terampil (homo habilis). Artinya setiap manusia meiliki keterampilan di dalam dirinya sendiri. Itu hanya beberapa pandangan tentang manusia. Tentu saja pandangan tersebut masih memiliki kekurangan, dan bukan merupakan jawaban definitif atau final. Gambaran mengenai manusia berdasarkan pandangan tersebut merupakan soal hakekat manusia, bukan soal apa yang menempel, bukan soal fisik, melainkan hal esensial dan subtansial.
Manusia adalah potensi. Apa artinya? Apa pun bentuknya, bagaimana pun modelnya, manusia adalah potensi. Pengertian potensi dalam hal ini adalah gerak "dari menuju ke." Setiap manusia memiliki kans untuk "menjadi." Misalnya, seorang siswa kelak akan menjadi, guru, arsitektur, penyanyi dan lain sebagainya. Saat ini ia adalah siswa. Nanti ia menjadi apa, bagaimana itu adalah potensi, kemungkinan.
Bagaiamana dengan mereka yang disebut disabilitas? Sebenarnya disabilitas adalah istilah untuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik maupun mental. Mungkin kata keterbatasan memiliki konotasi yang buruk, maka diganti dengan kata unik, berbeda dengan manusia pada umumnya.Â
Apakah mereka tidak memiliki potensi? Soal potensi, semua manusia memilikinya, tidak bergantung pada apa yang tampak, seperti, tangannya cacat, tidak bisa melihat, tidak bisa berbicara, dan lain-lain. Hal-hal seperti itu tidak menutup kemungkinan bagi setiap orang untuk berkembang dan kelak menjadi sesuatu yang berharga.
Romo Mangun mengafirmasi pemikiran Socrates, bahwa dalam setiap manusia sejak lahir sudah mengandung pengetahuan. Persoalannya adalah bagaimana pengetahuan itu dikembangkan. Oleh sebab itu setiap orang perlu dididik, dibimbing, dingemong, diajar, untuk mengembangkan pengetahuannya itu.Â
Hal ini juga berlaku bagi mereka yang unik, kaum difabel. Kecenderungan manusia adalah memandang sebelah mata, atau selalu menonjolkan sikap pesimistis. Misalnya saja ketika, berjumpa dengan orang yang tidak memilki kaki, kita langsung berasumsi bahwa orang ini tidak bisa berjalan. Pada hal dia bisa berjalan menggunakan tangan.
Bagaimana dengan dunia kerja? Kaum disabilitas munkin dianggap memiliki kans yang kecil untuk berkiprah di dunia kerja. Akan tetapi jika kita merujuk kepada pemikiran Karl Marx tentang hakekat manusia adalah kerja, maka mereka pun dapat pekerja. Persoalanya adalah apakah ruang bagi mereka untuk bekerja. Marx mengatakan bahwa, melalui kerja manusia dapat mengekspresikan dirinya, atau mengobyekan dirinya. Dengan demikian kerja adalah gambaran diri manusia.
kaum disabilitas pun juga memiliki kans yang sama. Manusia juga merupakan makhluk terampil. Keterampilan manusia itu berbeda-beda. Kaum disabilitas juga memiliki keterampilan. Keterbatasan fisik tidak menghalangi mereka untuk menunjukkan keterampilan terbaik mereka. Ada banyak contoh orang yang memiliki keterbatasan fisik, atau fisik yang unik, dapat berkiprah di dunia kerja. Banyak penyanyi disabilitas yang terkenal.Â