Imaji kian kuat menerpa, rasa seakan terbelenggu tak mampu melepaskan cekatan kesunyian yang menyapa, andai naluri ini mampu berteriak sekencang-kencangnya, maka setiap waktu kesunyian yang menyapa ia akan selalu meronta mencoba melepaskan cekatan rasa ini. Mentari selalu tersenyum, namun diri ini selalu terpikir bahwa kenapa cahaya harus meredup?, ragapun tak mampu menjawab seisi problematika jiwa yang bergejolak, entah keegoisan apa yang harus dilakukan sehingga dunia mampu menjawab sapaan kesuinyian ini.
Andai cinta adalah kesunyian, lantas sudah berapa banyak korban rasa yang berjatuhan, dan andai cinta adalah kedaimaian, maka cinta seperti apakah yang harus dijelajahi hingga ku temukan sepercik harapan agar ku mampu luruskan niat, rapatkan hati dan akan ku titipkan lantunan doa yang telah lama ku genggam yang belum mampu ku utarakan selama ini. Ku sadari teman setia adalah malam, dan ku pahami permainan terbaik adalah imaji dan ku mengerti hidangan yang selalu tersaji adalah kesunyian, Wahai malam................harus kuakui bahwa kau lah pemenang saat ini, namun jangan kau terlena bahwa kau mampu melumpuhkan, membius, dan membuatku terpojok disudut tepian sisi tempat ku berpijak.
Saat ini kau bisa membuatku menjadi sedikit mampu merangkai kata atas kemampuanmu menggerogotiku atas suasana keheningan, tapi tahukah engkau apa yang telah tersirat di dalam lubuk hati kecil ini? akan ku katakan, bahwa engkau takkan mampu beroterika dan memaparkan teorimu pada setiap rasa yang terlanjur ku nikmati atas ulahmu, meskipun itu berat.
Pepatah berkata Badai Pasti Berlalu, dan Masa Lalu akan tertinggal bersama waktu yang terus berputar hingga waktu tertentu, meski akan ada sedikit goresan yang tertinggal, namun satu hal yang pasti setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya.
by. Lanjoetkan Sodara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H