Mohon tunggu...
Adrianus Darmawan Purnama
Adrianus Darmawan Purnama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) Bandung.

Hobi: Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meningkatkan Daya Literasi sebagai Upaya Menjembatani Jurang Degradasi dalam Dunia Pendidikan di Indoneisa

26 Mei 2022   19:53 Diperbarui: 19 Juni 2022   09:48 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


            Berbicara mengenai Pendidikan di Indonesia merupakan sesuatu yang menantang dan menarik untuk dikaji dan dicermati. Banyak pemikir, para ahli pendidikan dan juga pemerintah mencoba untuk mengkaji dan mencermati fenomena yang terjadi dalam dunia Pendidikan ini. Alhasil, banyak cara dan metode yang diterapkan. Berbagai macam cara dan metode diaplikasikan dengan tujuan agar dapat meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia. Salah satu contoh yang diterapkan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu dalam dunia pendidikan ini adalah dengan mengimplementasikan metode e-learning yang didalamnya mencakup belajar online (dalam jaringan). Hal ini tentu sangat baik karena sangat kontekstual, dimana saat ini dunia sedang mengalami suatu masa yang cukup sulit, yakni penyebaran Virus Corona yang tidak tahu kapan berakhirnya. Di tengah situasi ini semua kalangan khususnya yang menggeluti dunia Pendidikan mengalami dilema. Hal ini disebabkan proses belajar mengajar tidak bisa dilakukan secara konvensional melainkan harus dengan online (daring), ini merupakan kebijakan dari pemerintah dengan tujuan agar kestabilan dalam bidang pendidikan tetap terjaga.

Akan tetapi, kalau ditelaah lebih dalam terkait dengan kebijakan ini sepertinya kebijakan yang diterapkan justru memberikan batasan tertentu pada para pengajar dan juga peserta didik. Saat proses belajar mengajar (KBM) berlangsung rasa perjumpaan antara pengajar dan murid hanya sedikit saja bahkan nyaris nggak ada rasa perjumpaan antara kedua belah pihak. Para pendidik tidak bisa merasakan apa yang dialami oleh peserta didik, demikian juga sebaliknya. Belajar online memaksa semua orang untuk tetap stay di depan layar laptop, handphone, komputer dan sebagainya. hal ini tentu sangat membosankan. Namun keadaan dan situasi ini menuntut sebuah komitmen, keseriusan dan kesabaran dari pelajar.  Sebab dengan memiliki komitmen yang kuat mereka akan mampu menyerap pelajaran yang disampaikan oleh guru/dosen selama pelajaran berlangsung. Namun yang menjadi masalahnya adalah apakah para pelajar memiliki komitmen yang kuat untuk menerima pelajaran yang diberikan oleh guru mereka? Sanggupkah para pelajar duduk tenang di depan layar komputer mereka selama berjam-jam sampai dengan kuliah atau pelajaran selesai? Fakta bahwa belajar dari rumah akan membawa dampak buruk. Didapatkan sebagian besar mahasiswa mengalami stres sedang (38,57%), sebagian mengalami stress berat (28,57%), dan stress ringan sebanyak (32,86%). Stressor yang paling menyebabkan stress yaitu kesulitan memahami materi secara daring dan kekhawatiran tertular COVID-19 (Niken, 2020).  

Dengan mengamati data di atas tampak bahwa kebijakan yang diberikan oleh pemerintah ini malah membuat jurang pemisah dalam dunia Pendidikan semakin diperlebar. Kesulitan memahami materi saat belajar daring menjadi tanda bahwa pendidikan di Indonesia mengalami kemunduran (degradasi). Selain itu yang menjadi kendala lain dalam proses belajar mengajar ini adalah keterbatasan kemampuan dari para pengajar dalam menggunakan aplikasi saat pelajaran online berlangsung. Sebab seiring maraknya kasus Covid-19 banyak sekolah yang menggunakan e-learning, namun tidak semua guru dapat mempraktikkannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan sumber daya seperti guru yang kurang memahami berbagai aplikasi pembelajaran daring yang digunakan dalam berbagai proses belajar dan mengajar di institusi Pendidikan (Fields & Hartnett, 2020). Semakin jelas bahwa kesenjangan dalam dunia pendidikan di Indonesia semakin terbuka lebar. Sebab kualitas guru yang mumpuni mampu menghasilkan murid yang berkualitas.

Melihat data yang telah dipaparkan di atas, banyak guru mengalami kesulitan dalam menggunakan aplikasi pembelajaran daring. Kekurangtahuan guru dalam mengaplikasi pembelajaran online akan berdampak buruk bagi peserta didik. Mereka tidak mendapatkan Pendidikan yang proporsional akibatnya banyak peserta didik yang tidak berkembang dalam bidang mereka masing-masing. Dan tak sedikit pula peserta didik mengalami kebingungan dalam menentukan minat mereka. 

Menurut hemat saya, untuk menjembatani jurang degradasi dalam dunia pendidikan adalah pertama-tama dengan menumbuhkan kesadaran pada peserta didik untuk meningkatkan daya literasi. Sebab dengan meningkatkan daya tersebut mereka akan mampu mengolah informasi yang muncul dari berbagai macam platform yang ada dalam media online. Kesadaran untuk meningkatkan daya literasi menjadikan peserta didik semakin terbuka terhadap perkembangan zaman. Bahkan lebih jauh dengan adanya kesadaran tersebut, peserta didik memiliki hasrat yang selalu antusias terhadap berbagai macam informasi mutakhir dan mampu mengkritisi informasi yang masuk. Sehingga pada saatnya pun para pelajar mampu membedakan informasi mana yang penting dan mana yang tidak penting (seperti gossip, hoaks, dan sebagainya). Pendekanya, anak didik menjadi mampu menemukan hal yang esensial dari berbagai macam informasi yang masuk, baik secara daring maupun luring.

Kita seharusnya bersyukur dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Pasalnya, perkembangan teknologi memudahkan kita dalam menemukan banyak informasi baik yang ada dalam negri maupun yang berada di luar negeri khususnya yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Maka dari itu yang menjadi peran aktif disini adalah peserta didik itu sendiri. Sekarang bukan saatnya untuk bersandar pada guru atau tenaga pengajar. Lantas siapakah yang berperan aktif dalam mengembangkan kemampuan dari setiap pribadi dalam dunia pendidikan? Yang menjadi peran sentral dalam meningkatkan kualitas diri adalah peserta didik itu sendiri, dalam hal ini peran guru hanya sebagai mentor yang siap untuk membantu dan menuntun bilamana murid mengalami kesulitan dalam menghadapi sesuatu. Tetapi perlu digaris bawahi bahwa yang berperan aktif adalah pelajar yang bersangkutan. Para pelajar harus mandiri dalam menemukan berbagai macam informasi untuk meningkatkan kualitas dirinya.

Sebab bagaimanapun belajar itu berlaku seumur hidup, bukan hanya berlaku saat kita ada di lingkungan sekolah saja. Pengetahuan bisa didapatkan dari berbagai macam dinamika hidup seperti didikan dari orang tua, dari informasi yang didapatkan saat berselancar di internet, dari pengalaman setiap hari dan lain-lain. Pada tahap ini sekolah bisa dikatakan sebagai media untuk membantu dalam mewujudnyatakan apa yang menjadi harapan dan cita-cita dari peserta didik. Maka dari itu marilah para pelajar Indonesia meningkatkan kualitas yang ada pada diri kita masing-masing dengan cara meningkatkan daya liteasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun