[caption id="attachment_166028" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Mungkin para pembaca tulisan ini, khususnya mahasiswa yang sedang kuliah di tempat yang bukan tempat asalnya (merantau) minimal pernah merasakan atau melihatnya secara langsung. Saya menuliskan ini sebagai bentuk kegusaran awal saya terhadap perilaku beberapa teman-teman saya yang sudah saya amati "nampak" seperti itu sejak saya mulai kuliah di kota Bandung ini.
Kebanyakan yang kuliah di tempat saya adalah orang luar daerah. Sehingga mayoritas dari kami layak disebut pendatang dan biasanya nge-kost di daerah seputar kampus. Saya setuju jika kami ini dibiayai baik oleh orang tua maupun pihak lain untuk menimba ilmu di kampus. Belajar dan mengikuti aktivitas perkuliahan tentu sebuah kewajiban. Biasanya ada satu hal yang terlupakan di benak kita yaitu bersosialisasi dengan penduduk sekitar kost-an kita.
Dari yang saya amati dan rasakan. Banyak diantara kawan-kawan kita ini membuat kost-an sebagai tempat tidur saja. Entahlah kegiatan apa yang mereka lakukan di kampus. Namun lingkungan kost-an itu juga berisi manusia kawan. Kita bukanlah alien yang berbeda spesies dengan mereka. Kenal tidak dengan tetangga sebelah kost-an anda? kenal tidak dengan pak RT atau RW di lingkungan anda? pernah ikut ngeronda bareng warga? suatu pertanyaan yang susah dijawab bagi mahasiswa yang biasanya cuman "ngampus", pulang, masuk kamar, kunci, tidur. Kalau begini keadaannya saya jamin selama 4 tahun anda tinggal di kost-an itu tidak akan mengenal sisi kiri dan kanan tempat tinggal anda. Suatu kejadian yang sangat disayangkan.
Saya pernah teringat suatu masa dimana mahasiswa sangat berbaur dengan masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Membantu belajar anak-anak tetangga yang masih sekolah, ikut kerja bakti bersama warga bahkan ikut ronda. Sangat harmonis sekali. Mahasiswa yang benar-benar turun dan mampu membaur. Lingkungan sekitar kita adalah laboratorium kehidupan, tempat belajar mengerti orang lain, tempat memahami apa itu empati dan simpati, tempat berlatih membantu dan dibantu sesama warga.
Lalu di kampus apakah kita tidak dapat belajar hal yang demikian? menurut saya bisa. belajar mengerti orang lain, empati dan simpati memang dapat dipelajari di lingkungan kampus. Namun setidaknya ada satu perbedaan yang sangat mendasar yaitu komposisi dari "teman-teman" kita jelas berbeda dengan dikampus dan di lingkungan kost-an. Kampus masih dapat dibilang homogen karena orang-orang disana mempunyai tujuan yang sama dengan anda yaitu sama-sama menuntut ilmu sedangkan lingkungan masyarakat sekitar kost-an anda sangat heterogen sekali. Ada yang bekerja sebagai hansip, berjualan buah-buahan, kuli bangunan, pegawai, dll. Dari hal ini dapat terlihat bahwa skill bersosialisasi di masyarakat akan lebih mudah diterapkan di kampus.
Selain itu ada hal menarik mengenai cara "mengenal sesama" ini. Di kampus bagi mahasiswa tingkat awal, mayoritas akan mengikuti kegiatan ospek atau hal-hal serupa yang biasanya salah satu tujuannya adalah mengenal teman seangkatan dan sejurusan anda. Kadang caranya pun dipaksakan seperti membuat buku yang berisi biodata dan tanda tangan teman baru yang berhasil anda kenal. Di masyarakat, anda tidak perlu melakukan hal seperti itu. Cukup perkenalkan diri, ngobrol seputar keluarga, pekerjaan, dan hal-hal lain yang lumrah untuk dibicarakan, maka anda akan mendapat teman baru tanpa tekanan dari senior anda. Mudah bukan?
Yuk mari kita berubah dari sekarang. Jadilah mahasiswa yang menyatu dengan masyarakat. Memang saya tahu bahwa lingkungan kost anda dan saya berbeda. Di lingkungan kost berupa perkampungan yang rata-rata bekerja sebagai pegawai. Ada juga pengusaha mebel, pedagang buah dan bubur. Selain itu di sekitar lingkungan saya ada sekolah SD swasta, masjid, pos ronda dan posyandu. Amati terlebih dahulu lingkungan teman-teman semua. Apa yang kira-kira dapat saya lakukan, dimana biasanya warga sering berkumpul disanalah kita dapat ikut nimbrung.
Hal ini mudah dilakukan asal anda dapat menyediakan waktu tertentu untuk dapat bersosialisasi. Kita tidak perlu acara atau program kerja yang "wah" berskala nasional bahkan internasional sekalipun untuk mengadakan bakti sosial. Ikut ngeronda bersama warga juga merupakan bakti sosial. Mengajari matematika untuk anak-anak tetangga sekitar kost juga bakti sosial. Simpel dan jelas tujuannya.
Kita "numpang" tinggal di lingkungan mereka dan kita juga diterima dengan baik dengan mereka. Kita ini manusia, bukan alien. Kost dibuat untuk tempat tinggal manusia, bukan tempat tinggal alien. Lalu apakah kelakuan kita masih seperti alien? datang dan pergi tanpa kesan apa-apa, misterius
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H