Dalam menggambarkan esensi Manusia, para ahli banyak menyebutkan bahwa Manusia itu ialah Hewan yang dapat berpikir, ada juga yang mengatakan bahwa Manusia itu ialah Hewan yang dapat dididik, teringat salah satu kutipan Aristoteles yang menyatakan bahwa Manusia itu bereksistensi dengan rasio, Manusia adalah makhluk rasional, rasio hadir sebagai kecerdasan bawaan dalam diri manusia, bahkan rasionalitas pada manusia-lah yang membedakan manusia dari ciptaan yang lainnya.
Dapat digambarkan bahwa manusia memiliki kemiripan dengan makhluk lainnya, Manusia mempunyai sifat tumbuh seperti Tumbuhan, yang mana awal mula manusia tidaklah lain merupakan sperma yang menyatu dengan sel telur, keduanya merupakan sesuatu yang berukuran kecil, sesuatu yang kecil tersebut melalui prosesnya tumbuh kian membesar, menjadi gumpalan darah lalu daging yang bertulang kemudian tumbuh berbentuk menjadi janin yang sempurna, disaat itulah manusia diberikah ruh, ruh pada diri manusia menjadi ukuran akan kehidupannya atau kematiannya, berlanjut-lah pertumbuhan itu sampai ia dilahirkan, bayi yang mungil saat dilahirkan dikemudian hari kian tumbuh menjulang tinggi besar sampai masa akhir pertumbuannya -saat dewasa- oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa kemiripan manusia dengan tumbuhan itu adalah hal yang nyata yaitu pada Sifat Tumbuh serta Berkembangnya.
Adapun kemiripan yang kedua yaitu kemiripan manusia dengan binatang, Manusia mempunyai naluri untuk bertahan hidup seperti binatang, ia akan terus berusaha mencari sesuatu yang dapat membuatnya mampu melanjutkan hidupnya, manusia dikategorikan oleh Imam Al-Ghazali menjadi seperti dua macam hewan, yaitu hewan ternak dan hewan buas. Hewan ternak hanya memfokuskan dirinya untuk bisa makan, minum, dan berkembang biak. Tanpa memikirkan hidup kedepannya, mereka-pun tidak punya ambisi, tidak punya cita-cita, diseret ke kanan oke, ke kiri-pun oke, seakan hidup 'pokoknya' ya begitu saja. Pada kategori kedua manusia hampir-hampir mempunyai kesamaan dengan hewan buas, ada manusia yang hidupnya penuh dengan ambisi, mempunyai sifat agresif yang luar biasa, apapun yang ia inginkan pokoknya mesti keturutan, walau kadang cara yang digunakan sangatlah bertentangan dengan aturan kemanusiaan.
Dari kedua gambaran diatas kita dapat menyimpulkan bahwa kemiripan manusia dengan tumbuhan serta binatang hanyalah sebagian kecil dari ciri manusia secara keseluruhan, lebih dari itu Manusia sebagai sebaik-baiknya ciptaan Tuhan pastilah memiliki keutamaan yang lebih sempurna dari ciptaan lainnya. Ketika dilahirkan didunia Manusia sudah diberikan semacam kecerdasan bawaan, kecerdasan bawaan inilah yang dipakai sebagai alat untuk menghadapi kehidupannya dimasa mendatang, alat yang kita maksud adalah Akal, kendati Akal sebagai Alat maka mestilah akal harus terus diasah agar ketika digunakan objektivitasnya dapat sesuai dengan konteksnya.
Dalam prakteknya, Manusia menggunakan Akalnya untuk menimbang mana hal yang benar dan mana hal yang salah, begitupun tentang menimbang mana hal yang cocok dan juga mana hal yang kurang cocok, sehingga Manusia yang senantiasa diberikan pilihan dalam setiap gerak hidupnya, ia akan bertumpu kepada kegiatan berpikir yang dilakukan oleh akalnya, kegiatan berpikir tidak lain merupakan penyatuan akan beberapa informasi yang sudah ada didalam otak kita, penyatuan informasi dalam kegiatan ini berupaya menghasilkan jawaban untuk pilihan yang dikemukakan kepada kita, lagi-lagi kita mesti mengetahui bahwa pilihan yang nantinya kita ambil haruslah pilihan yang sarat dengan kebijaksaan.
Apa itu kebijaksanaan?
Dalam oxford dictionary, kata "wisdom" atau "kebijaksanaan" diartikan sebagai "experience and knowledge together with the power of applying them critically or practically" (pengalaman dan pengetahuan yang sekaligus diiringi dengan kemampuan untuk menjalankannya, baik secara kritis maupun praktik).
Definisi tersebut menunjukkan bahwa apa yang disebut dengan kebijaksanaan pada dasarnya adalah sebuah tindakan yang diawali dengan berpikir secara jernih, serta mempertimbangkan pengalaman yang pernah dirasakan guna menentukan sebuah pilihan yang akan ia aplikasikan didalam kehidupan.
Seseorang yang mempunyai pikiran jernih dengan segudang pengalaman dalam memorinya entah sesuatu yang ia rasakan langsung maupun pengalaman yang pernah diceritakan oleh orang lain mestilah mampu mempertimbangkan segala sesuatu yang akan dilakukan olehnya, ia juga dibebankan untuk memikirkan kemungkinan yang akan terjadi paska mengaplikasikan pilihannya, tidak jarang kemungkinan tersebut mempunyai efek yang lebih besar terhadap hidupnya, sebagai contoh; ketika kita diberikan pilihan untuk kabur dari kerusuhan atau ikut serta masuk kedalam kerusuhan tersebut. Kita dibebankan untuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi paska kita memilih serta menjalankan pilihan kita, maka pilihan yang terbaik adalah pilihan dengan kemungkinan membahayakan -identik dengan keburukan- yang paling kecil, bukan-kah kita mendapat kewajiban untuk menjaga diri kita serta sekeliling kita dari marabahaya? Oleh karena itu jelas jika anugerah yang kita miliki sebagai Kecerdasaan Bawaan dan juga sesuatu yang menspesialkan kita dari ciptaan lainnya mesti dijaga dan hendaklah kita asah agar dalam penggunaannya kita dapat objektif serta dapat membawa kita sampai kepada tujuan luhur yaitu kebijaksanaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H