Mohon tunggu...
Adrian Limanto
Adrian Limanto Mohon Tunggu... -

Adrian Limanto, M.Sc. Pelajar kehidupan. Surabaya - Kuala Lumpur.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Anjing!

3 Februari 2016   18:18 Diperbarui: 3 Februari 2016   18:43 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi Anjing | Dok. Pribadi"][/caption]Maaf. Saya tidak sedang mengumpat atau bermaksud buruk apapun.

Sedih sebenarnya menilik fakta bahwa binatang setia ini reputasinya semakin buruk kian hari. Padahal, sejak kecil saya sudah cukup dekat dengan dunia per-anjing-an. Sejauh yang saya ingat, pada umur kurang lebih 3 tahun, ada total 7 anjing di rumah saya. Ya, benar. Ayah saya adalah seorang pecinta anjing. Walau Ibu saya tidak, namun untungnya beliau masih mendukung hobi Ayah saya ini. Selama hidup saya, saya tinggal dekat dan berdampingan dengan mahkluk setia ini hingga saya remaja dan berangkat ke Malaysia. Di Malaysia, tentunya tidak lagi ada anjing yang saya pelihara karena keterbatasan tempat dan biaya pada waktu itu.

Menurut saya, tidak ada yang salah dengan individu dan pribadi anjing sehingga mereka qualified untuk dijadikan bahan umpatan. Justru, terkadang mereka jauh lebih setia dan berbudi luhur dibandingkan dengan perilaku 'senior' nya, manusia (saya). Seringkali, saya mendapati diri saya 'diajar' oleh anjing peliharaan saya tentang arti loyalitas, arti sukacita dan artiexcellent spirit melalui tindak tanduk anjing saya.

Sebagai contoh, saya ambil cerita tentang anjing Kintamani saya, bernama (Almarhum) Jack. Waktu saya remaja, pernah suatu kali kami sekeluarga berlibur selama 1 minggu. Jack, tentu saja ditinggalkan untuk menjaga rumah dan dirawat sementara oleh Pak Hansip yang ada di depan rumah saya.

Pada hari kami pulang kembali ke rumah, tentu saja kami disambut meriah lewat melodi Concerto No. 3 in A Major lewat gonggongan Jack yang sudah siaga di depan pagar. Saya tak terlalu peduli, sih, pada waktu itu apa yang dia sedang komunikasikan. Karena lelah, saya beristirahat di kursi ruang tamu sejenak sebelum melanjutkan untuk unpack barang-barang dari tas saya. Jack duduk manis di pinggir saya sambil memandangi saya dengan mata tulus. "Ah, pasti minta makan, nih!" gumam saya dalam hati. Malam itu saya dikejutkan dengan kesetiaan seekor anjing.

Jack tidak minta makan seperti stereotype anjing pada umumnya. Karena, tidak lama setelah itu, dia berbaring di dekat kaki saya. Dalam waktu yang cukup lama. Menunggu majikannya untuk pergi tidur. Dia hanya ingin berada di dekat saya. Tanpa pamrih, tanpa ekspektasi biskuit atau makanan. Saya pun tertegun.

Saya merasa cukup bersalah karena sudah berpikir yang tidak-tidak tentang Jack. Jack berhasil meng-counter attack judgement saya dengan kesetiaan dan kasih seekor anjing kepada majikannya yang tidak tahu berterima kasih ini.

Sejauh ini, walau ada beberapa research yang mencoba menterjemahkan bahasa anjing ke bahasa manusia, tetapi belum ada satupun yang benar-benar terpercaya. Tapi, seandainya pun ada, saya merasa kita ngga akan menemukan percakapan: "Dasar manusia!" dalam kosa kata para anjing. Entah karena mereka malu disamakan dengan manusia, atau entah karena mereka sadar diri bahwa mereka tidak patut disamakan dengan manusia. Biarlah ini menjadi rahasia di antara mereka. Guk!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun