Mbah Guru bercerita tentang legenda dari buku "Sejarah Kawitane Wong Jowo lan Wong Kanung". Tersebutlah seekor ikan pesut dari Nusa Bruney (Kalimantan) yang bermigrasi ke Jawa. Migrasi dilakukan pasca keributan yang terjadi di Nusa Bruney. Keluwesan pesut membuat ia berteman akrab dengan manusia. Ia juga menjalin persahabatan dengan jawi (banteng betina, kemudian menjadi asal muasal kata "jawa").Ketiganya bersahabat erat. Kie Sen Dhang, pemimpin manusia, melarang perburuan ikan pesut dan banteng betina. Pesut memberi ganggang sebagai makanan untuk jawi, sehingga susunya berlimpah. Susu ini juga menjadi asupan bagi anak-anak pesut.Alkisah, persahabatan ini diabadikan dalam ukiran batu berbentuk rupa ketiganya. Pesut, jawi dan manusia terukir abadi di puncak sebuah bukit di pesisir Jawa.[Disadur dari Wisata Lasem]
[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Lansekap di sekitar situs."][/caption] Bukit tersebut diyakini sebagai Bukit Selodiri. Menurut Gunadi Kasnowihardjo dari Balai Penelitian Arkeologi Yogyakarta, pada 1978 pemerintah pusat telah melakukan penelitian dengan simpulan bahwa bukit ini merupakan punden berundak. Selain temugelang (batu yang disusun keliling), ditemukan pula kursi dan kubur batu, serta arca kepala hewan. Diperkirakan, situs megalitikum ini ada sejak 294 tahun sebelum masehi. Kuat dugaan ada titik-titik megalitikum lain di sekitar lokasi tersebut. Jajang Agus Sonjaya dari Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, meyakini bahwa bagian barat Bukit Selodiri juga merupakan punden berundak. [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Lokasi situs."][/caption] Situs yang terletak di 111º 28′ 2” BT, 06⁰ 39′ 5″ LS ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Artinya, segala tindakan terkait situs harus mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2010. Namun sejak akhir 2011 lalu, Terjan menjadi sorotan. Selain berita kehilangan sejumlah batu berukir, terjadi pula berbagai perusakan. Sebagian besar arca batu tidak diambil untuk dijual, namun ditinggal begitu saja di lokasi dalam kondisi rusak parah. Ditengarai, aksi ini akibat maraknya penambangan di sekitar lokasi. Bukit Selodiri terletak di Desa Terjan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Terjan adalah kawasan perbukitan batu kapur, banyak pengusaha mengeruk bukit untuk material pembuatan semen. Tak pelak, warga pemilik tanah pun melepas lahannya. Lahan penyangga situs seluas 8,5 hektare telah dijual ke sejumlah pengusaha tambang. Hingga kini hanya tersisa 0,25 hektare, dengan titik pusat situs hanya berdiameter 100 meter. [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Bukit yang digerus."][/caption] Sayangnya, kasus ini tak mendapat perhatian. Di tahun yang sama, pemerintah pusat mulai mengerahkan dukungan penuh terhadap situs megalitik lain, yaitu Gunung Padang di Jawa Barat. Hingga hari ini, penelitian Gunung Padang belum mencapai simpulan. Haruskan Situs Terjan menunggu lebih lama? Atau inikah akhir dari kisah persahabatan pesut, jawi dan manusia? [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Aktivitas pembukaan lahan tambang."][/caption] Kini, sejumlah warga yang tergabung dalam Gerakan Pelestarian Pusaka Rembang - Lasem, coba mengadvokasi. Tujuan mereka adalah menghentikan perusakan, agar situs tetap lestari. Mereka menjumpai sejumlah pihak yang dianggap bertanggungjawab dalam perusakan ini. Mari beri dukungan via Agik NS (komunitas Wisata Lasem) dan Baskoro (Rembang Heritage Society)!Seluruh gambar milik Agik NS. Bacaan lanjut terkait situs Terjan dapat dilihat di sini:
- BPCB Jateng http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/2014/03/17/situs-terjan-kabupaten-rembang/
- Yang Tersisa dari Situs Megalitik Terjan, Kabupaten Rembang http://sejarah.kompasiana.com/2012/01/13/yang-tersisa-dari-situs-megalitik-terjan-kabupaten-rembang-430570.html
- SMU Pamotan Rembang http://sejarahsmapa.blogspot.com/2012/05/situs-megalitik-selodiri-terjan.html
- Video dokumenter http://sejarahsmapa.blogspot.com/2012/05/film-situs-megalitikum-selodiri-terjan.html
Repost via Adriani Zulivan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H