Kondisi reformasi
Kepolisian RI sebagai garda terdepan bangsa ini dalam memberikan pelayanan keamanan dalam negeri, secara langsung dapat kita nilai tentang perubahan dan reformasi yang terjadi di dalam tubuh institusi Kepolisian. Satu dekade lalu, kepolisian mungkin masih sangat kaku, masyarakat diperlakukan kurang adil, dan masih terlalu banyak hal negatif yang terjadi di dalam institusi ini, baik kasus institusi dengan efek skala nasional, maupun kasus personal institusi yang langsung bersentuhan dengan lapisan masyarakat.
Dalam skala nasional, institusi kepolisian mengalami berbagai permasalahan dan tantangan yang luar biasa. Permasalahan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian pernah terjadi khususnya kasus yang menyangkut Susno Duadji yang pernah mengangkat: Cicak VS buaya. Kasus ini jelas tidak membuat masyarakat menjadi lebih sayang terhadap kepolisian, namun yang terjadi adalah sebaliknya. KPK saat itu sangat dipercayai masyarakat, namun sebaliknya kepolisian dianggap sebagai salah satu institusi yang paling “tidak dipercaya” oleh masyarakat.
Pada tahun 2015, ketika Budi Gunawan dicalonkan sebagai calon tunggal Kapolri, kasus KPK dan Kepolisian RI kembali ke dalam gelanggang baru. Opini masyarakat untuk kasus ini terpecah, apakah mendukung institusi kepolisian atau KPK, dikarenakan permasalahan baru ini memasuki tahap politik yang sangat tinggi. Kedua institusi kehilangan kredibilitas.
Dalam skala mikro, permasalahan kepolisian cukup pelik. Mindset masyarakat terhadap institusi ini cukup buruk. Salah satu perspektif yang paling kental adalah seringnya terjadi pungutan liar, aparat yang suka main keras, adanya keterlibatan aparat dengan bisnis illegal, juga membawa institusi ini ke level yang kurang baik dimata masyarakat. Satu hal yang memang perlu disadari adalah bahwa suatu institusi pemerintahan akan sangat sulit memberikan layanan yang memuaskan kepada masyarakat, khususnya apabila dihubungkan prinsip: keadilan, transparansi, dan kesempurnaan.
Konsep Reformasi (sulitnya reformasi, apa dan bagaimana)
Konsep reformasi dikatakan memang sangat sulit diimplementasikan, baik phase design sampai dengan tahap implementasi, dan dilanjutkan phase perbaikan. Salah satu reformasi tersulit adalah perubahan mindset pelaku reformasi. Kepolisian juga saat ini mungkin akan sangat sulit melakukan reformasi total dikarenakan SDM yang akan direformasi juga sama, dan tidak banyak berubah. Leadership memang diakui atau tidak akan menjadi pertaruhan terbesar dari reformasi ini.
Salah satu reformasi SDM yang paling signifikan yang harus dilakukan adalah rekrutmen calon polisi. Langkah awal yang paling baik dilakukan adalah seleksi SDM kepolisian sebaiknya dilakukan oleh 2 (dua) institusi, yaitu: satu institusi independen dan satu lagi oleh kepolisian itu sendiri. Ada tujuan dan alasan dibalik seleksi dengan model ini, yaitu: adanya independensi dalam seleksi SDM, di mana cara melihat dan memandang seseorang calon anggota polisi akan jauh lebih objektif. Tuduhan masyarakat selama ini yang memandang bahwa perlu adanya “uang” pelicin untuk jadi bagian dari institusi kepolisian akan sangat terminimalisir.
Selain reformasi SDM, perubahan yang harus dilakukan secepatnya adalah perubahan sistem. Sebagai perbandingan, di Australia dan beberapa negara maju, apparat polisi tidak melakukan sweeping atau razia untuk hal-hal yang tidak urgent, seperti tabrakan atau penanganan teroris. Pelanggaran tanda lalu lintas, berkendara dalam keadaan overspeed, dan pelanggaran lainnya langsung secara otomatis dideteksi oleh kamera, dan penalti atas pelanggaran langsung dikirim ke rumah pemilik kendaraan.
Penanganan secara langsung yang dilakukan kepolisian untuk aktivitas masyarakat di jalan raya hanya untuk melakukan tes atas pengendara mabuk atau dalam pengaruh alkohol. Kesadaran masyarakat memang diperlukan untuk mendukung perubahan sistem ini. Jadi, besar harapannya bahwa reformasi di tubuh kepolisian akan mengubah pola kerja kepolisian, setidaknya pemberlakukan razia model konvensional. Selain itu, pembayaran STNK dan pajak kendaraan (kewenangan bersama antara kepolisian dan pemerintah daerah) tidak lagi dilakukan secara langsung dengan setoran face to face, namun cukup melakukan transfer pajak secara online.
Selain kondisi kepolisian yang bersifat negatif di atas, memang dalam beberapa hal kepolisian telah melakukan perbaikan cukup signifikan. Contohnya, layanan yang lebih cepat, tanggapan pengaduan yang lebih baik, keramahan di jalan raya, dan sentuhan yang lebih manusiawi. Khusus untuk penanganan kasus yang sangat kompleks, kepolisian harus bekerja lebih keras. Beberapa kasus yang berskala nasional dan kasus kecil seharusnya tidak boleh disederhanakan. Hipothesa ini perlu diperhatikan lebih dalam, khususnya kasus yang berhubungan dengan terorisme, pembunuhan, dan korupsi. Selain SDM yang lebih baik, pengalaman yang banyak, dan insting yang lebih tajam, kepolisian juga butuh model inteligensi dan analisis yang lebih kuat.