Mohon tunggu...
Adrian Kelana
Adrian Kelana Mohon Tunggu... -

lelaki yang lahir dari ranah pujangga bukittinggi ,atau lebih dikenal dengan Minang Kabau pada tanggal 15 desember 1976 juga sangat aktif menulis puisi dijejaring sosial face book, untuk menyalurkan bakatnya pada dunia sastra . sekarang juga telah menerbitkan buku antologi puisi 10 penyair tarian ilalang yang dapat ditemukan di toko gramedia, dia juga aktif dalam komonitas TARIAN JEMARI yang dibentuknya bersama teman sastrawan yang berlokasi di TAMAN ISMIL MARZUI Jakarta,jika ingin mengenalnya lebih lanjut silahkan ke akun face book Facebook facebook.com/adrian.kelana Situs Web http://rimbakelanakata.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen

5 Oktober 2011   04:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:19 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BINTANGJATUH

Oleh : adrian kelana

Saat kutatap langit. Aku berharap ada bintang jatuh sehingga aku bisa meminta sesuatu yang selama ini menjadi mimpiku. Tapi, hingga tengah malam tak ada satupun bintang yang meluncur menuju bumi. Aku terus menunggu sampai letih mataku kupaksa terus memandang ke langit.Mana…mana bintang yang katanya malam ini jatuh…? Aku bertanya pada hati yang berbisik untuk tetap menunggu. Malam ini pasti ada bintang jatuh dan mintalah sesuatu pasti terkabul. Mimpimu, impianmu.

Ah, omong kosong! Aku sudah mengantuk sekali. Mataku terasa pedih. Berulang kali sudah aku menguap karena penat yang sangat. Enak sekali berbaring dan memejamkan mata. Biarlah sejenak aku terlelap. Aku rasa tidak akan adabintang jatuh malam ini. Bisikan itu hanya ilusi karena kemarin Hesti dan Rina membicarakan bintang jatuh, sehingga aku terobsesi sampai akhirnya ingin membuktikan kebenarannya. Ternyata itu hanya dongeng sebelum tidur. Dongeng remaja dimabuk cinta. Berdua tengah malam memandang ke langit menunggu adanya bintang jatuh. Ah, indah sekali. Tapi itu ilusi, tidak ada kenyataannnya. Aku sampai tengah malam begini menahan penat yang sangat setelah sehariaan beraktifitasmelawan rasa kantuk, tak satupun ada bintang jatuh.

Aku kembali menguap. Aku tidak tahan lagi. Aku beranjak masuk ke rumah.“Ren,tunggu dong. Sebentar lagi akan adabintang jatuh, percayalah.”

Bisikan itu lagi. “Kenapa hatiku yakin sekali akan ada bintang jatuh lalu melihat keajaiban dunia?” aku bertanya dalam hati.

“Karena hati tidak akan pernah berbohong.”

Nah, itu kata hatiku. Aku urungkan niat masuk rumah. Kembali aku duduk merenung di halaman. Terasa sepi mencekam. Kira- kira sudah jam dua belas malam, tengah malam sudah. Tak satupun aku lihat ada terlihat orang di luar rumah sepertiku. Malam ini benar- benar sepi, tapi langit cerah tidak ada mendung bergelantung. Aku lihat banyak sekali bintang di atas langit, dan aku berharap ada satu diantaranya terjatuh dan selekasnya aku bisa berdoa minta sesuatu, setelah itu aku bisa segera masuk rumah melepas penat. Aku nyaris tidak bisa bertahan dengan rasa kantuk yang tiba- tiba menyerang dengan hebatnya.

“Ren Ren, tengoklah langit di sebelah barat. Cepat, Ren. Bintang itu meluncur jatuh, indah sekali.”

Aku terkesiap. Rasa kantuk yang menyerang tiba- tiba menguap. Cepat aku menoleh kebisikan hati. Langit sebelah barat?Aku agak bingung menentukan arah. Sempat aku menoleh ke timur, tapi cepat menyadari kekeliruanku dan berbalik arah. Aku yakin itu sebelah barat. Aku menyerjap nyaris tidak percaya dengan apa yang aku lihat.

“Bintang jatuh!!” aku berteriak memecah sunyi. Aku benar- benar takjub. Baru kali ini aku melihat keajaiban alam. Bintang di langit sebelah barat saling berjatuhan. Bukan hanya satu tapi lebih. Aku mulai menghitung; satu…dua…tiga…rasanya tidak percaya bintang itu saling berjatuhan bergantian susul menyusul sangat indah.

Mataku tak berkedip. Terus…terus ke angkasa raya, di mana bintang- bintang itu bergantian menjatuhkan dirinya ke bumi sampai akhirnya hanya tinggal dua bintang bersinar begitu terangnya sampai menyilaukan mata. Dua bintang itu saling mengitari,tapi engan menjatuhkan dirinya ke bumi. Seakan menari di angkasa kedua bintang itu ujuk kebolehan dengan begitu indahnya. Mereka saling melengkapi, berdampingan tanpamau berbenturan. Mereka begitu kompak. Aku benar- benar kagum di buatnya.

“Bintang apa itu? Kenapa tidak menjatuhkan dirinya seperti yang lain?” tanyaku berbisik. Tentu pada hati kecilku.

“Itu bintang Mars.”

‘Ah, masak Mars. Kamu salah mungkin….” Aku membantah. Planet Mars aku pernah dengar, tapi tidak bintang Mars. Apakah mungkin di planet mars juga ada bintang?Penduduk Bumi menyebutnya bintang Mars.

“Iya, itu Mars. Satunya lagi Venus.”

Aku tertawa. Tawaku membahana memecah malam yang senyap. Mars…Venus…terus yang lain mana? Markurius, Yupiter, Sartunus, Uranus, Neptunus, dan Pluto?

“Yang lain sudah jatuh ke bumi.” Itu suara batinku.

“Kenapa tidak Mars dan Venus?”

“Karena mereka terikat satu dengan yang lainnya.”

“Maksudmu?”

Dewa Venus dan dewi Mars saling jatuh cinta dan mereka harus keluar dari lingkaran gravitasi Bumi.Untuk itulah mereka tidak mau menjatuhkan dirinya.”

Ah, saling jatuh cinta? Lagi- lagi aku nyaris tertawa kalau tidak ingat sekedar bicara dengan hati. Mana ada bintang punya rasa? Itu tentu sebuah lelucon, dan lelucon itu amat tidak lucu.

“Ren, bintang itu juga punya nyawa. Lihatlah, mereka juga bisa bergerak seperti kita.Kamu boleh menyaksikan keindahannya bersinar, indah bukan?”

“Tapi mereka tidak bisa bicara juga mendengarkan.”

“Mintalah sesuatu mereka pasti mendengar.”

Aku memejamkan mata dan mulai berdoa. Belum ada separoh permintaan aku tersadar bahwa apa yang aku lakukan salah. Haruskah aku meminta sesuatu pada benda? Ah, betapa tololnya aku. Bukankah itu sirik? Kenapa begitu saja aku mempercayai suara hati?Pada hal bisikan itu salah, keliru.

“Tidak! Aku tidak akan meminta sesuatu.”

“Kenapa?” tanya hatiku.

“Mereka cuma benda. Mana bisa memberi sesuatu”

Tiba- tiba aku dengar suara tawa lalu nyanyian menyejukkan kalbu. Aneh! Siapa malam- malam bernyanyi begitu merdu? Lalu tawa itu suara siapa? Merinding bulu kudukku. Aku nyaris lari masuk rumah jika bisikan hati itu tidak mencegah.

‘ Renata, jangan takut. Mereka itu nuranimu. Mereka bernyanyi untukmu. Jika kamu berdoa siapa yang akan mendengar jika bukan Pemilik alam semesta, yaitu Tuhan. Mintalah sekarang apa yang kamu inginkan, impianmu. Cepat Renata! Sebelum fajar datang dan bintang menghilang. Kedua bintang itu sebentar lagi musnah. Ayo, cepat! Biar mereka bisa turut mendengar permintaanmu.”

“Permintaan apa?” tanyaku bloon.

“Mimpimu, impianmu. Bukankah kamu punya impian?”

Entahlah. Aku tidak berniat lagi untuk sekedar memejamkan mata lalu berdoa. Aku masih terus memandang ke langit di mana kedua bintang itu masih saling bercengkrama. Alangkah romantisnya mereka. Sepertinya tengah memadu kasih. Apakah bintang diciptakan juga berpasang- pasangan? Kenapa bintang bisa sedemikian banyaknya hingga memenuhi angkasa raya? Kurasa mereka juga beranak pinak seperti halnya manusia.

Aku menghela nafas. Seperti halnya aku, kedua bintang itu keluar dari porosnya karena ingin merasakan kebebasan. Mereka jenuh dengan rutinitasyang terasa sangatmembosankan. Itulah sebabnya mereka engan menjatuhkan dirinya ke bumi saat yang lain berlomba berjatuhan.

Ada senyumku, hanya sebentar. Setelah itu berganti teriakan panjang saat mataku menangkap kilatan sangat menyilaukan mata terus meluncur ke bawah, kearah di mana aku berdiri memandang ke angkasa biru. Kedua bintang itu lebur menjadi satu dan sinarnya begitu menyilaukanhingga nyaris membutakan mataku.Kemudian bintang itu meluncur sangat cepat kearahku, dan aku tidak sempat lagi menghindar. Aku berteriak sangat nyaring diikuti suara dentuman keras, buuuuum….

Aku terjaga. Aku tergolek di lantai mandi keringat. Setengah bingung aku melihat ruangan. Aku ada di kamarku sendirian. Rupanya aku bermimpi dan klimasnya aku terguling, jatuh dari tempat tidur. Bintang itu ternyatatidak ada.

“Ren, lihat dari jendela. Di luar ada yang begitu indah. Cepat Ren, lihatlah!”

Kenapa bisikan hati itu benar ada? Aku cubit lenganku, sakit. Kali ini aku yakin sedang tidak bermimpi.

Aku menuruti kata hati melangkah ke jendela kamar. Saat gorden tersibak mataku melebar melihat ke angkasa. Aku melihat langit begitu bersih, cerah, tidak banyak bintang menghiasinya.Aku hanya melihat ada dua bintang saling berdekatan bersinar sangat terang.Mataku tidak salah melihat. Hanya ada dua bintang. Ini bukan mimpi. Aku melihat di langit hanya ada dua bintang bersinar begitu indahnya..

“Ren, itu Mars dan Venus.” aku tersentak, kaget. Kemudian kembali memandang ke langit, kosong! Aku tidak melihat apa- apa selain hitam pekat berganti. Kemudian hembusan angin menyusup selimuti tubuhku, aku terkulai kemudian jatuh ke lantai, tidak sadarkan diri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun