Mohon tunggu...
Adrian
Adrian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tiba Tiba Potongan Tapera

29 Mei 2024   23:07 Diperbarui: 5 Juni 2024   09:36 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Presiden Indonesia, Joko Widodo, menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada 20 Mei 2024, menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020. Tapera sendiri merupakan bentuk tabungan yang menyediakan dana murah dalam jangka panjang dan berkelanjutan untuk pendanaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi peserta. 

Lantas, apakah kebijakan baru ini merupakan langkah yang tepat? Atau justru hal ini akan semakin memperberat masyarakat dengan ekonomi menengah?

Berbeda dengan yang sebelumnya, peserta yang diwajibkan tidak hanya dari kalangan PNS. Namun, pegawai swasta juga diwajibkan menjadi peserta Tapera. Kriteria orang yang wajib menjadi peserta Tapera yakni pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum. Jenis pekerja juga disebutkan, tidak hanya PNS atau ASN dan TNI-Polri serta BUMN, melainkan karyawan swasta dan pekerja lain yang menerima gaji atau upah termasuk dalam golongan yang wajib menjadi peserta Tapera. Besaran potongan yang ditetapkan disebutkan sejumlah 3% dari dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri. Yang dimana 2,5% ditanggung oleh pekerja dan sebesar 0,5% ditanggung oleh pemberi kerja. 

Hal tersebut lantas mendapatkan beberapa kritikan dari berbagai kalangan di masyarakat. Seorang pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, menilai bahwa kebijakan ini sangat membebani buruh, karyawan, dan pemberi kerja karena harus menanggung 3% dari dananya untuk program tersebut. Ia menambahkan bahwa Peraturan Pemerintah ini belum ada urgensinya dan Ia berharap bahwa pemerintah kedepannya harus bisa ikut untuk memikirkan. 

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) secara tegas menolak kebijakan tapera tersebut. Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, menyebutkan bahwa program tersebut memberatkan beban iuran kepada dua pihak yaitu pelaku usaha dan juga pekerja. Ia menambahkan bahwa bebannya semakin berat dengan adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar.

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, memandang bahwa perlu adanya pengkajian ulang terhadap kebijakan potongan gaji bagi pekerja sebagai iuran untuk Tapera dengan melihat kondisi sosial pekerja. Ia meminta pemerintah untuk membuka ruang dialog dengan pekerja maupun para ahli terkait dengan penerapan regulasi tersebut. Ia juga mendesak pemerintah untuk tidak tergesa-gesa dalam menetapkan suatu kebijakan, khususnya yang berikatan dengan ekonomi masyarakat. Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar, menyebutkan bahwa pihaknya bakal memanggil semua yang terkait dengan kebijakan potongan gaji Tapera untuk memberikan penjelasan kepada DPR.

Beberapa warga yang di-interview oleh iNews Channel menekankan bahwa program Tapera seharusnya merupakan pilihan opsional, agar bisa disesuaikan dengan rencana masing-masing orang. Salah satu dari mereka juga menyebutkan bahwa program Tapera akan memberatkan para pekerja swasta, dan seharusnya hal tersebut tidak dipaksakan.

Melihat berbagai pendapat terhadap isu pemotongan gaji untuk Tapera dari berbagai kalangan, maka seharusnya pemerintah mengambil langkah untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut. Perlu ada penyesuaian terhadap penetapan isi rumusan dari Peraturan Pemerintah tersebut sehingga golongan maupun masyarakat yang dikenai oleh program ini tidak merasa dibebani mengingat bahwa gaji yang mereka terima akan terpotong oleh pajak, maupun potongan lainnya. Ditambah lagi dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok serta devaluasi uang yang terus terjadi seiring berjalannya waktu. Perlu adanya sinergisme antara pembuat kebijakan serta orang-orang yang berkaitan di dalamnya sehingga tidak terjadi adanya miskomunikasi antar pihak, dan masyarakat dapat memilih, menentukan sendiri, dan mengetahui  secara jelas manfaat yang diberikan oleh program Tapera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun