Perkembangan Covid-19 di Indonesia tentu tidak baik-baik saja dengan jumlah per 28 Juli 2021 yaitu 3,94 juta jiwa dan yang meninggal di angka 86 ribu lebih, tentu sebuah angka yang mencengangkan dan menyedihkan bagi kita semua, karena itu bukan hanya sekadar angka tetapi mereka juga termasuk sosok tetangga, kenalan, bahkan keluarga kita.
Hal tersebut belum lagi melihat bahwa pendataan Indonesia acak kadut dengan standar yang berbeda dan banyak kasus yang tidak terlapor dengan kondisi angka testing dan tracing yang rendah.
Bahkan dalam sebuah penelitian oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat UI di Jakarta disebutkan diperkirakan hampir setengah dari penduduk Jakarta telah pernah terpapar virus Covid-19, jika asumsi penduduk Jakarta adalah 10 juta orang maka yang sudah pernah terpapar adalah sekitar 5 juta orang, jauh lebih besar dari angka yang diklaim pemerintah saat ini.
Memang benar ada usaha dari pemerintah dan pihat terkait dari menyelesaikan problematika pandemi ini di tengah dilema isu ekonomi dan lain sebagainya, tetapi itu semua terlihat kurang efektif dan efisien.
Namun di tengah perjuangan dunia dalam menanggulangi pandemi ini ada beberapa pemimpin dengan kebijakan pemerintahannya yang patut dijadikan contoh dan juga role model khususnya bagi pemerintah Indonesia dan kita semua dalam menangani krisis pandemi Covid-19. Berikut 6 pemimpin dunia tersebut.
Pertama, Jacinda Ardern-Perdana Menteri Selandia Baru
Pernah masuk sebagai jajaran pemimpin paling efektif di seluruh dunia, The Most Effective Leader on The Planet pada 2020, Jacinda bersama jajaran pemerintahannya membuktikan mereka dapat sukses untuk menanggulangi pandemi ini dengan kerjasama dan pendekatan yang tepat.
Sejak awal Jacinda selalu menarasikan pentingnya kerjasama dan dukungan seluruh warga Selandia Baru untuk bahu membahu mengatasi masalah kesehatan dunia ini.
Jacinda tegas menerapkan lockdown secara nasional yaitu dengan menutup seluruh sekolah, fasilitas-fasilitas umum yang berpotensi mengundang kerumunan, testing dan tracing dilakukan secara ketat, pengawasan terhadap perbatasan serta juga pasien yang terpapar benar-benar dilakukan secara optimal, bahkan untuk protokol kesehatan pada awal pandemi benar-benar dilakukan dengan ketat.
Meski ada juga sebagian pihak di dalam negeri yang protes atas kebijakan Jacinda karena kerugian ekonomi serta aspek finansial lainnya, namun Jacinda tetap jalan terus karena dia yakin sedini mungkin menanggulangi dan mengeliminasi sumber dan potensi penularan maka akan semakin cepat mereka pulih.
Dan voila kebijakannya sangat efektif dan berjalan sesuai rencana, sekarang di Selandia Baru hampir tidak ada kasus baru bahkan gelombang baru.Masyarakat tela diperkenankan melakukan kegiatan berkumpul tanpa masker dan protokol kesehatan lainnya sementara vaksinasi pun terus galak dilakukan.
Selain itu juga Jacinda Ardern selalu melibatkan tenaga media dan ahli yang kompeten dalam menyusun kebijakan, alih-alih antipati atau meremehkan virus ini dia secara rendah hati mendengarkan pendapat tenaga ahli yang kompeten bukan yang terkesan meremehkan serta menganggap gurauan semata seperti beberapa pejabat teras di Indonesia pada awal pandemi.
Gerak dan aksi yang cepat di awal, mendengarkan pendapat para ahli yang kompeten serta terus menarasikan informasi Covid-19 secara baik kepada masyarakat dan membangun kebersamaan dalam menangani pandemi ini harus menjadi pelajaran dan inspirasi bagi pemerintah Indonesia untuk lolos dari pandemi ini lebih cepat.
Kedua, Angela Merkel-Kanselir Jerman
Jerman memang memiliki kasus positif yang tinggi dibandingkan dengan jumlah populasinya, namun yang unik death rate di Jerman sangat rendah bahkan salah satu yang paling rendah dibandingkan negara-negara eropa.
Merkel yang memiliki latar belakang ilmuwan dengan gelar doktral dibidang kimia fisik memang memiliki kepedulian dan minat yang besar pada semua kebijakan yang didasarkan pada kajian ilmiah dari orang-orang yang kompeten. Oleh karena itu, di awal pandemi Merkel secara masif menerapkan testing terbesar skalanya di benua Eropa yaitu 350 ribu tes setiap minggunya.
Dengan kebijakan tersebut memang terlihat bahwa banyak masyarakat Jerman yang sudah terinfeksi, namun dengan begitu pemerintah Jerman dapat segera mengisolasi dan memberikan perawatan yang layak kepada mereka agar penyebaran tidak terus meluas.
Dia juga secara tenang menerangkan kepada masyarakatnya tentang kondisi pandemi ini dan meminta dukungan masyarakat untuk menerapkan 70% lockdown di Jerman pada masa awal pandemi. Gaya komunikasinya yang tenang berbasis data yang kuat ini berhasil mendapat dukungan mayoritas warga Jerman untuk secara sukarela menaati pemerintah terkait kebijakan lockdown.
Hal tadi sungguh kontras dengan yang terjadi di Indonesia, dimana narasi yang disampaikan sebagian oknum yang menjadi tokoh kunci dalam penanganan Covid-19 justru terkesan meremehkan di awal, lalu dengan nada mengancam tentang kondisi terkendalinya pandemi ini, belum lagi tarik ulur kebijakan ketika berlangsung serta miskoordinasi antar-elemen di pemerintah pusat dan daerah.
Masyarakat serta perangkat pelaksana sering tidak secara utuh memahami konteks kebijakan serta metode pelaksanaan di lapangan. Contohnya saja untuk makan di tempat (dine in)Â di warung-warung yang hanya dapat dilakukan 20 menit saja. Lah yang memastikan dan mengawasi 20 menit siapa? Apakah cukup 20 menit untuk bisa makan di tempat? Sangat tidak praktis dan kurang logis dipraktikkan.
Ketiga, Nguyen Xuan Phuc-Presiden Vietnam, Sebelumnya Pernah Menjadi Perdana Menteri Vietnam
Di kawasan Asia Tenggara, keteladanan Vietnam dalam menangani Covid-19 patut diacungi jempol.
Meski berbatasan langsung dengan Tiongkok yang menjadi episentrum penyebaran Covid-19 di awal pandemi, Vietnam mampu melakukan pembatasan penyebaran virus ini secara efektif hingga kasus yang terjadi di Vietnam sangat rendah bahkan angka kematian pun salah satu yang terendah di dunia.
Keberhasilan ini tentu tak lepas dari kebijakan Nguyen Xuan Phuc yang sebelumnya menjabat sebagai Perdana Menteri Vietnam hingga sekarang telah diangkat sebagai Presiden Vietnam.
Mereka benar-benar ketat menutup perbatasan dengan Tiongkok di awal pandemi, testing dan tracing benar-benar masif dilakukan kepada para warganya. Bahkan untuk tracing mereka sangat detail melakukannya sampai memonitor pergerakan warganya yang pernah kontak langsung dengan orang-orang yang positif.
Banyak yang menilai rekasi Vietnam di awal pandemi sangatlah rekatif dan berlebihan karena mereka benar-benar menerapkan testing dan tracing secara masif meski kasus masih sedikit, namun ternyata keputusan yang berlebihan itu dengan satu pintu komando yang terpimpin didukung dengan masyarakat yang patuh membuat penanggulangan pandemi ini benar-benar efektif dilakukan di Vietnam.Â
Bahkan untuk ekonomi Vietnam tumbuh positif, hanya beberapa negara saja di dunia yang bisa positif di masa pandemic, dibandingkan Indonesia yang masih minus di tahun 2020.
Vietnam bereaksi berlebihan mungkin juga karena punya pengalaman penanggulangan virus SARS, Flu Burung, dan wabah demam berdarah pada tahun-tahun sebelumnya.
Dari Vietnam kita belajar berlebihan berekasi pada kasus pandemi ini lebih baik dibandingkan meremehkan seperti yang terjadi di negeri +62 ini yang sekarang kewalahan menanganinya ya. ya intinya belajarlah juga dari pengalaman.
Banyak yang mengatakan  memang negara dengan sistem komunis seperti Vietnam yang koordinasi terpusat akan lebih baik dibandingkan negara demokrasi lainnya, namun sebenarnya bukan itu intinya jika koordinasi tepat, cepat, dan efektif sedari awal tentu pandemi akan lebih mudah ditanggulangi contohnya seperti Selandia Baru dan Jerman di sisi lain Korea Utara yang berpaham komunis, meski tidak ada informasi resmi, disinyalir para analis terdampak hebat akibat pandemi ini baik dari segi ekonomi dan juga kesehatan.
Sama seperti Indonesia, Vietnam sekarang sekali lagi diuji karena sedang berjibaku menghadapi gelombang covid varian delta dengan kasus yang meningkat tajam. Beberapa analis memperkirakan Vietnam kemungkinan akan bisa berhasil kembali jika konsisten dan secara cermat mempraktikkan kebijakan yang sebelumnya diterapkan.
Keempat, Sanna Marin-Perdana Menteri Finlandia
Menjadi pemimpin pemerintahan dengan umur paling muda di dunia yaitu pada usia 34 tahun, ternyata tidak membuat Sanna Marin berpangku tangan dan miskin pengalaman dalam mengelola pandemic Covid-19
Pada masa pandemi ini Marin memberlakukan kuncian yang ketat dengan melarang perjalanan menuju dan keluar dari Ibukota Finlandia, Helsinki. Semua perjalanan yang tidak esensial dan krusial dilarang.
Pemerintahan Marin juga dengan efektif melakukan tracing dan testing terhadap warga Finlandia, alhasil di awal pandemi jumlah kasus sangat kecil dibandingkan negara lainnya di Eropa.
Marin juga dengan kabinetnya rutin memberikan penjelasan mingguan kepada warga an insan pers bahkan anak-anak yang ingin mengulik lebih dalam tentang status penanganan di Finalndia. Hal ini membuat komunikasi berjalan lancar dan masyarakatnya pun mendukung kebijakan Marin secara penuh.
Kelima dan Keenam, Duo Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan B.J. Habibie- Presiden Ketiga dan Keenam Indonesia
SBY dan BJ Habibie mungkin saja belum pernah berhadapan dengan pandemi sangat besar seperti Covid-19 ini, tetapi mereka berdua pernah mengalami masa darurat dan kritis yang benar-benar membutuhkan kepemimpinan yang prima dan efektif yaitu ketika masa reformasi 1998 untuk B.J. Habibie dan pada peristiwa Tsunami Aceh 2006 untuk SBY.
Meski keduanya memang tidak luput dari berbagai kekurangan dan kealfaan, namun kepemimpinan mereka berdua di masa krisis sangat diakui dunia dan diacungi jempol.
B.J. Habibie yang merupakan seorang teknokrat benar-benar bertangan besi ketika menanggulangi salah satu krisis terburuk di Indonesia. Krisis multidimensi tidak hanya ekonomi tetapi juga politik dan sosial pada saat itu.
Dengan pendekatan yang terencana sempurna serta kajian serta analisis data yang sangat baik B.J. Habibie bisa membalikkan keadaan dengan menaikkan nilai tukar rupiah dari  Rp6.650 menjadi Rp6.500 serta dapat menekan inflasi yang saat itu sangat tinggi serta membuat pertumbuhan ekonomi menjadi positif.
Lebih jauhnya B.J. Habibie membebaskan para tahanan politik dan juga membuka keran kepada insan pers yang sebelumnya diberangus dan dibungkam oleh order baru. B.J. Habibie secara baik juga membawa masa transisi Indonesia menjadi negara demokrastis yang lebih berkeadilan. Kondisi sosial dan politik pun terasa semakin baik.
B.J. Habibie memberi keteladanan kepada kita meski dia digencet oleh berbagai kepentingan politik serta di saat krisis multidimensi, B.J. Habibe berhasil menempatkan kepentingan rakyat sebagai acuan dan tidak takut untuk mengambil risiko termasuk risiko politik kehilangan jabatan demi membawa Indonesia lebih baik.
Di sisi SBY berhasil menangani salah satu bencana alam paling besar dalam sejarah modern dunia yaitu peristiwa Tsunami Aceh pada 2006.
Dengan latar belakang militer dan berbagai pengalaman perang dan misi perdamaian, SBY mampu bereaksi cepat dan terukur dalam menangani Tsunami Aceh.
SBY mampu membuat komunikasi yang efektif untuk merangkul semua masyarakat Indonesia khususnya mereka yang terdampak bencana untuk mulai bergerak dan memulihkan keadaaan.
SBY juga mampu mengkoordinir dan menyalurkan bantuan dari dalam maupun luar negeri secara baik dan tuntas hingga pemulihan Aceh pun berjalan cepat dan tanpa kasus korupsi terkait pemulihan Aceh hingga membuat resah publik.
SBY juga tidak segan meminta masukan berbagai pihak yang kompeten untuk pemulihan Aceh, bahkan saya mendapatkan kesaksian sendiri dari guru besar kami di SBM ITB, Pak Kuntoro Mangkusubroto yang menyampaikan bagaimana dia ditugaskan SBY untuk membantu pemulihan Aceh dengan cepat dan tepat serta taat aturan sehingga Aceh dapat pulih bahkan berkembang lebih cepat pasca tsunami.
Teladan SBY dan B.J. Habibie di masa krisis perlu menjadi inspirasi dan keteladanan pemerintahan sekarang, bukan justru disindir-sindir bahkan dikucilkan, kita perlu kolaborasi di masa krisis ini tanpa melihat sekat politik dan kepentingan.
Demikianlah rangkuman tokoh pemimpin dunia yang dapat dijadikan rujukan dan inspirasi bagi pemangku kebijakan di Indonesia dan kita semua.
Semoga penanganan covid-19 di Indonesia semakin baik dan kita sama-sama cepat keluar dari pandemi ini dengan kolaborasi antara pemerintah dan seluruh unsur masyarakat Indonesia.
Salam semangat!
Kita pasti bisa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H