Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi pengadaan di industri migas global yang tinggal di Kuala Lumpur dan bekerja di salah satu perusahaan energi terintegrasi terbesar dunia.

Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir__________________________ Semua tulisan dalam platform ini adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kesalahannya Offline Maafnya Online, Apakah Baik Demikian?

13 Mei 2021   21:57 Diperbarui: 13 Mei 2021   21:59 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: shutterstock

Sebenarnya saya tidak menemukan bahwa Idul Fitri adalah momen yang khas untuk bermaaf-maafan, entah mungkin karena keterbatasan ilmu saya terkait fiqh atau horizon berpikir saya yang kurang luas.

Namun, saya meyakini bahwa meminta maaf ataupun memaafkan bukan hanya pada momen Idul Fitri saja. Meminta maaf dan memaafkan harusnya diusahakan ketika kita berbuat salah ataupun sebelum orang lain yang melakukan kesalahan kepada kita meminta maaf kepada kita.

"Orang yang pernah menzalimi saudaranya dalam hal apa pun, maka hari ini ia wajib meminta agar perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari saat tidak ada ada dinar dan dirham, karena jika orang tersebut memiliki amal saleh, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezalimannya. Namun, jika ia tidak memiliki amal saleh maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zalimi." (H.R Bukhari, no. 2449)

Maaf-maafan Ketika Lebaran

Mungkin mengapa momen bermaaf-maafan identik dengan Idul Fitri adalah karena pada saat itu momen kita seolah kembali menjadi fitri meraih kemenangan setelah menahan hawa nafsu sebulan lamanya, dan pada saat itu juga momen kita kerap berkumpul bersama keluarga dan handai taulan sehingga dapat dijadikan momen bermaaf-maafan langsung dengan semua pihak.

Ilustrasi. Sumber: konsultasisyariah.com
Ilustrasi. Sumber: konsultasisyariah.com
Lalu apakah salah? Saya pribadi berpikir tidak salah dan bisa jadi baik, namun harus kita luruskan meminta maaf dan memberi maaf tidak hanya ketika lebaran.

Lalu bagaimana ketika di masa pandemik ketika kita tidak bertemu langsung? Sekarang semua serba online termasuk bermaaf-maafan entah melalui tulisan, media sosial, ataupun video call-an.

Apakah kurang afdol bermaaf-maafan tanpa sungkeman tanpa rangkulan tanpa kedekatan yang menghangatkan seperti Ramadan sebelumnya?

Saya berpikir tentu kita harus paham esensi dari bermaafan yaitu mengikhlaskan perbuatan pihak lain yang kemungkinan tidak berkenan bagi diri kita ataupun sebaliknya meminta maaf atas segala hal yang membuatkan orang lain tidak berkenan terhadap diri kita. Meski bisa jadi memaafkan belum tentu melupakan, namun esensinya memaafkan atau meminta maaf adalah mengkikhlaskan.

Apakah mengikhlaskan harus dengan offline atau tatap muka karena kerapa kesalahan orang lain kepada kita ataupun dari kita ke orang lain dilakukan secara langsung dan tatap muka bukan melalui online?

Tidak ada keharusan yang terpenting kedua belah pihak telah rida dan rela hati untuk memaafkan atau mengikhlaskan dan membuka lembaran baru untuk menatap ke depan. Memaafkan atau meminta maaf adalah sesuatu yang berkaitan erat dengan hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun