Wacana akan diaktifkannya polisi virtual dikemukakan oleh Kapolri yang baru saja dilantik Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo merespon wacana revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang digulirkan Presiden Jokowi sebelumnya.
"Virtual police menegur dan menjelaskan potensi pelanggaran pasal sekian dengan ancaman hukuman sekian, lalu diberikan (dijelaskan) apa yang sebaiknya dia lakukan," ujar Kapolridalam Rapat Pimpinan Polri pada Selasa (16/02/2021).
Dilanjutkan Kapolri juga kepada para pimpinan Polri hendaknya program ini nantinya dikoordinasikan dan berkerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika sehingga jika ada konten-konten yang berpotensi melanggara UU ITE polisi virtual-lah yang akan maju dan memberikan peringatan sebelum polisi siber yang menindaklanjuti.
Dia juga menyampaikan agar program ini berhasil dan dapat efektif sampai kepada masyarakat untuk bekerjasama dengan para pegiat media sosial yang disukai masyarakat. Dia juga menghimbau kepada jarannya agar membuat panduan yang jelas untuk penyelesaian kasus-kasus yang terait UU ITE agar penggunaan pasa-pasal karet di dalam UU ITE dapat ditekan dan potensi kriminalisasi berbagai pihak dapat seoptimal mungkin dihindari.
Di satu sisi polisi virtual ini bisa jadi angin segar terhadap potensi kriminalisasi pihak-pihak yang mengkritik pemerintah dengan bertameng UU ITE, namun di sisi lain sangat berpotensi juga menjadi jalur lain kepolisian untuk bertindak lebih represif terhadap para pengkritik pemerintah ataupun menjadi arena penyalahgunaan wewenang oleh pihak kepolisian kepada pihak-pihak tertentu.
Berkah atau Ancaman Bagi Pengkritik Pemerintah?
Mengutip pernyataan M. Isnur selaku Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia kepada BBC New Indonesia (29/01/2020) bahwa selama ini saja perangkat dunia maya milik kepolisian justru selama ini bekerja untuk menangkapi orang-orang yang kritis sehingga penambahan polisi virtual bisa jadi justru membuka keran bagi kepolisian untuk bersikap lebih represif lagi.
"Jadi, ada semacam penggunaan kekuasaan yang berlebihan, abuse of power di situ. Harus juga lihat, siber Indonesia, sudah pada tahap yang mengkhawatirkan, karena banyak orang berbeda pendapat yang mempertanyakan jalannya pemerintahan justru dikriminalisasi dengan UU ITE. Tanpa alasan yang jelas," terang Isnur.
Kekhawatiran Isnur tentu berdasar melihat bagaimana selama ini pihak kepolisian hanya dengan satuan polisi siber dibawah Reserse Kriminal sering menangkapi para pengkritik pemerintah ataupun pihak yang mendukung gerakan kritis terhadpa pemerintah.