Tentu banyak yang akan bertanya mengapa saya menaruh foto Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di awal judul artikel tentang Jokowi ini? Jawabannya tentu karena saya tidak menemukan satu foto pun Presiden Jokowi di Markas PBB di New York.
Selama menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo selalu absen untuk datang dan berpidato di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setiap tahunnya. Sangat berbeda dengan SBY pendahulunya yang  tidak pernah melewatkan berpidato dalam sidang para pemimpin dunia ini.
Tidak jelas alasan Presiden Jokowi untuk selalu mengutus Jusuf Kalla untuk hadir dalam sidang tahunan PBB, entah karena beliau berpikir Jusuf Kalla memiliki kepiawaian dalam bernegosiasi dan menjadi tokoh perdamaian di berbagai konflik di Tanah Air atau karena beliau lebih fokus kepada urusan dalam negeri atau mungkin karena kurang piawainya beliau berpidato atau menyuarakan pendapat Indonesia di kancah panggung dunia?
Banyak pihak juga yang menyayangkan terus absennya Jokowi dalam sidang tahunan PBB, mengingat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara anggota G-20 dengan populasi muslim terbesar serta jumlah penduduk terbesar keempat di dunia.
Status ini tentunya harus menjadi modal Indonesia untuk dapat bersuara dan didengarkan pendapatnya di kancah internasional terutama di forum elit seperti Sidang Majelis Umum PBB.
Piawainya Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi atau datangnya Jusuf Kalla sebagai perwakilan Jokowi dalam setiap Sidang Majelis Umum PBB tentu tidak dapat menggantikan kehadiran Jokowi untuk berpidato atas nama bangsa Indonesia di Sidang Majelis Umum PBB karena beliau adalah pemimpin yang dipilih langsung oleh masyarakat Indonesia.
Lebih dari itu kehadiran Jokowi akan menjadi catatan baru bagi dunia internasional sejauh apa Jokowi menaruh perhatiannya untuk berperan lebih aktif atas penyelesaiannya isu-isu global sejalan dengan semangat bebas aktifnya politik luar negeri Indonesia dan membawa pesan tentang posisi Indonesia sebagai negara besar.
Presiden Jokowi jika hadir dan berpidato dalam Sidang Majelis Umum PBB misalnya dapat dengan tegas menyampaikan kedaulatan laut, tanah dan udara Indonesia sesuai dengan aturan internasional agar tidak dapat diganggu gugat oleh negara manapun di seluruh dunia sehingga Tiongkok misalnya tidak dapat seenaknya berpolitik di perairan Natuna perbatasan Laut Cina Selatan
Contoh lain adalah misalnya terkait status Papua yang sudah final dan tidak dapat diganggung gugat oleh negara manapun sehingga tidak perlu terulang lagi diplomat Indonesia harus sampai berulang kali menyampaikan sanggahan dan menggunakan hak right of reply atau hak jawabnya secara tegas kepada beberapa kepala negara maupun pemerintahan negara-negara pasifik yang acapkali bermain api tentang isu-isu Papua seperti Vanuatu, Kepulauan Solomon, Tuvalu, serta Saint Vincent dan Grenadines atas isu Papua dan Papua Barat.
Lebih jauh pandangan Indonesia terhadap isu global dapat diketengahkan untuk menjadi perhatian para pemimpin dunia serta juga dapat lebih secara aktif berperan memberikan solusi ataupun alternatif di mana Indonesia dapat menjadi motor penggerak di dalamnya semisal isu pemanasan global, lingkungan, perdagangan, keamanan, dan lain sebagainya.