Dan hasilnya luar biasa, hanya dalam sebulan terkumpul tiga miliar dolar Amerika. Bukan berarti kita memblokade atau menumbuhkan kembali semangat "kediaman" pers atau memberedel kebebasan bersuara.
Di sisi lain, pendidikan untuk berlaku positif dan adil dapat kita ambil pelajaran dalam sebuah acara lomba memasak dari negara tetangga kita Australia. Jika di antara kita pernah menonton acara Master Chef Australia, kita akan temukan bagaimana di antara budaya dan mental yang ditunjukkan oleh para peserta sangat positif. Mereka dapat saling memberikan dukungan dan memberi komentar positif antar-sesama mereka meskipun di tengah kompetisi yang sangat ketat.Â
Hal ini menjadi cerminan bagaimana pendidikan di negara tersebut mengajari kita akan makna menghargai, toleransi, dan bersaing secara sehat. Sungguh miris ketika kita temukan menjelang pilkada ataupun sesama anggota kabinet menteri kita saling menjelekkan hanya demi mengamankan posisi mereka atau demi meraih dukungan publik. Belum lagi ketika kita melihat tontonan di negeri kita yang menyajikan tontonan dengan kualitas rendah dan jauh dari nuansa edukasi dan muruah nilai-nilai jurnalisme.
Ketiga adalah investasi dalam pemberdayaan pemuda.Â
Mengapa pemuda begitu penting bagi Indonesia? Dengan jumlah mencapai 62,6 juta orang, artinya hampir dari seperempat penduduk Indonesia tak lain isinya adalah pemuda. Karena itu, dalam pembicaraan mengenai daya saing dan masa depan bangsa, pemuda adalah subjek utama yang harus diperhatikan kesiapannya. Pada rentang 2015-2035, Indonesia diproyeksikan mengalami bonus demografi. Pada rentang tahun ini jumlah penduduk usia kerja produktif (15-64 tahun) akan mencapai 70%.Â
Sisanya 30% adalah penduduk tidak produktif. Investasi dan grand plan yang mumpuni dan komprehensif pelru dirumuskan dan dieksekusi secara matang dan mumpuni. Berbagi program investasi baik dari segi pendidikan dan kesehatan serta pemberdayaan pemuda.Â
Namu, fakta yang ironis bagi Indonesia yang termasuk dari sejumlah negara di dunia yang memiliki kementerian khusus yang menangani masalah kepemudaan yaitu Kementerian Pemuda dan Olahraga di Indonesia, justru pemuda Indonesia masih belum banyak diberdayakan dan mendapatkan porsi yang besar untuk berperan dalam memajukan bangsa ini.
Contohnya saja adalah komposisi di berbagai lembaga pemerintahan di Indonesia yang cenderung diisi oleh kalangan senior. Belum lagi banyaknya para diaspora Indonesia dari kalangan muda yang mengomentari betapa sulitnya mereka untuk mencoba berperan lebih besar kembali ke tanah air.Â
Sebagai catatan, Indonesia perlu berhati-hati menyikapi bonus demografi keberadaan pemuda tersebut, karena kemungkinan di masa mendatang, hanya dua jika dikelola dan diberdayakan dengan baik maka mereka akan menjadi window of opportunity (jendela kesempatan).Â
Sebaliknya, jika kita lalai dan tidak mengelolanya dengan baik maka mereka akan menjadi window of disaster (jendela bencana), di mana sebagian besar pemuda akan diproyeksikan menjadi pengangguran terbuka ataupun terdidik serta angka produktivitas yang rendah sehingga menjadi beban sosial dan ekonomi bagi Indonesia.
Ketiga hal di atas layaknya dapat menjadi pertimbangan dan diskusi kita bersama untuk dapat "membajak" momen krisis di tengah pandemi yang kita hadapi. Kita sebagai bangsa Indonesia harus tetap memupuk semangat optimisme dalam setiap pribadi kita. Karena, kita harus paham bahwa bangsa ini dibangun atas jerih payah dan perjuangan pendahulu serta masing-masing kita.