Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi pengadaan di industri migas global yang tinggal di Kuala Lumpur dan bekerja di salah satu perusahaan energi terintegrasi terbesar dunia.

Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir__________________________ Semua tulisan dalam platform ini adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Jokowi Jangan Marah Terus, Bapak kan Presidennya?

9 Agustus 2020   21:29 Diperbarui: 10 Agustus 2020   09:28 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Jokowi Marah. Sumber: cnbcindonesia.com

Kita dipertontonkan bagaimana kembali Pak Jokowi memberikan teguran keras akan kurangnya sense of crisis para menteri di kabinetnya serta rendahnya penyerapan anggaran khusus untuk penanganan Covid-19 di Indonesia yang berujung pada lambatnya juga penanganan kasus Covid-19 serta tersendatnya roda perekenomian dalam negeri.

Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II (Q2) pada 2020 ini mengalami kontraksi atau minus sampai 5.32% year on year, lebih buruk dari kuartal 1 yang hanya mencapai 2,96%. Kemungkinan terburuk diperkirakan Indonesia akan terjebak dalam resesi ekonomi.

Belum lagi jika kita melihat ke lapangan semakin banyak juga menteri yang memberika pernyataan blunder dan kontraproduktif dengan fakta dan seolah menambah ketidakpercayaan masyarakat saja. 

Dari awal kasus Covid-19 masuk ke Indonesia pernyataan Menteri Kesehatan yang seolah meremehkan Covid-19, dilanjutkan dengan pernyataan seksis Menkopolhukam Mahfud MD, kebijakan yang dibuat oleh Mendikbud Nadiem Makarim tentang organisai penggerak dan PJJ, yang terakhir adalah pernyataan Menko PKM Muhadjir Effendi dalam sebuah webinar tentang warga miskin yang besanan dengan keluarga miskin lainnya melahirkan generasi miskin.

Ketika pertama kali saya melihat teguran keras Jokowi dalam video YouTube Sekretariat Presiden pada 28 Juni 2020, saya secara pribadi mendukung dan mengapresiasi cara beliau untuk dengan cukup keras mengingatkan punggawanya untuk bekerja ekstra, karena hal tersebut bisa menjadi shock therapy sekaligus peringatan keras bagi para menteri untuk terjun lebih dalam mengaktifkan sense of crisis-nya.

Namun, setelah melihat beberapa kali di media Pak Jokowi dengan nada keras dan  nada tinggi ke para menteri terakhir pada awal Agustus 2020 ini, saya justru mempertanyakan bagaimana pola evaluasi dan komunikasi serta kepemimpian Pak Jokowi. 

Bukankah seharusnya sebagai Presiden Pak Jokowi secara terstruktur dan efektif dapat mengatasi kememblean para menterinya, tidak perlu terus menerus terkesan menegur dan marah-marah di muka publik. Toh itu terkesan semakin menunjukkan ketidakbecusan pemerintah secara umum. Jujur, masyarakat butuh tindakan yang berdampak bukan hanya teguran dan himbauan apalagi ancaman reshuffle semata. 

Ditambah lagi ini kontraproduktif dengan pernyataan Mensesneg yang menyatakan adanya perbaikan kinerja para menteri setelah teguran keras Jokowi di bulan Juni. Banyak para pengamat yang mengkritisi pernyataan Pratikno ini tanpa dasar dan ukuran yang jelas.

Guna mengawasi penyerapan anggaran serta juga memperbaiki pola komunikasi dan penganan Covid-19, mengapa Pak Jokowi misalnya tidak meminta membuat evaluasi terstruktur  dengan target waktu serta to do list yang realistis dan ketat. Data-data tersebut dibuatkan dashboard dalam bentuk executive summary yang mudah dia awasi dan evaluasi secara real time.

Saat ini juga mungkin presiden dapat melakukan evaluasi dalam rapat terbatas dalam bentuk tertutup. Penting juga untuk memberikan reward and punishment bagi para menteri. Jangan hanya menjadi gertak sambel saja. Semisal kementerian yang dengan efektif maengelola anggarannya serta membantu penanganan Covid-19 akan diberikan tambahan anggaran di tahun mendatang, sebaliknya yang gagal dapat di reshuffle dengan segera, kita tentu yakin Indonesia tidak kekurangan orang yang cakap untuk menduduki kursi menteri yang tidak becus bekerja.

Perlu dicatat bahwa masyarakat tentu sudah bosan juga melihat kemarahan presiden berulang-ulang, alih-alih mendapatkan simpati justru dapat menjadi antipasti dari masyarakat yang sudah banyak menanggung beban efek dari pandemi ini. Presiden terkesan tidak cakap memimpin anak buahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun