Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi pengadaan di industri migas global yang tinggal di Kuala Lumpur dan bekerja di salah satu perusahaan energi terintegrasi terbesar dunia.

Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir__________________________ Semua tulisan dalam platform ini adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Drama Pemadaman Listrik Secara Masif oleh PLN

6 Agustus 2019   11:14 Diperbarui: 6 Agustus 2019   16:25 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari uraian aturan tentang ganti rugi PLN memang jika benar nantinya akan dilakukan, maka PLN mengakui secara tidak langsung bahwa pemadaman bukan karena sebab Kahar seperti Pasal 8. Disamping itu juga, PLN tidak ada jalan keluar lain selain perlu melakukan investigasi menyeluruh untuk menentukan besaran ganti rugi yang akan diberikan karena variabel lama dan jumlah gangguan harus ditentukan. Namun, tentu ganti rugi ini tidak akan semudah itu diterapkan karena banyak variabel yang harus diakomodir belum lagi penanganan komplain pelanggan yang dirugikan dan bisa jadi tuntutan hukum yang bisa saja terjadi. Semua itu adalah konsekuensi logis yang memang harus ditempuh oleh PLN. Konsekuensi logis ketika pelanggan telat bayar maka disanksi, namun ketika PLN pelayanannya tidak memuaskan seharusnya juga disanksi.

Pelajaran Setelah Pemadaman

Adanya pemadaman ini juga menyadarkan kita bagaimana kita sudah sangat bergantung pada listrik yang disediakan oleh PLN. Ketergantungan ini memang cukup mengerikan jika kita masih dihantui oleh kinerja oleh PLN sebagai satu-satunya perusahaan penyedia listrik untuk Indonesia.

Ide untuk mulai mencari energi alternatif cadangan sendiri mungkin mulai perlu dilakukan, suplai energi dari solar cell ataupun pembangkit mikrohidro untuk konsumsi rumah tangga sendiri bisa jadi menjadi alternatif terlepas dari aturan ketenagalistrikan nasional.

Namun, hal diatas menjadi dilema ketika masuk pada skala industri dimana dibutuhkan energi listrik yang besar dan kontinu. Solusi pamungkasnya adalah juga PLN harus mampu membuat berbagai macam skenario jika ancaman kerusakan serta over demand yang sama terjadi lagi di masa mendatang. 

Pusat-pusat penyokong cadangan energi listrik perlu dengan sangat segera disiapkan. Investasi pada pembangkit listrik dengan menggunakan energi alternatif terbarukan adalah keharusan juga bagi PLN dibawah komando Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN.

Jika kita mengambil pelajaran pemadaman di beberapa negara luar, maka reorganisasi dan tanggungjawab para pimpinan PLN juga diperlukan. 

Jika di Jepang Direktur perusahaan listik negaranya sampai ememinta maaf secara terbuka lalu mengundurkan diri, di Korea Selatan bahkan pejabat menteri terkait serta direktur utamanya pun meminta maaf dan mengundurkan diri padahal pemadaman hanya berlangsung beberapa jam saja. 

Lalu, apakah manajemen PLN mau melakukan hal yang sama? Tentunya bukan pengunduran dirinya yang menjadi fokus utama kita. Fokus kita adalah bagaimana hal ini dapat diatasi dengan segera serta di masa mendatang dapat dihindarkan. 

Selain itu juga, investasi pada perwatan dan perbaikan jaringan serta hal-hal terkait lainnya perlu menjadi prioritas selanjutnya demi memastikan hal yang sama dapat dicegah terjadi kembali. 

Mekanisme reward and punishment yang lebih jelas terhadap konsumen dan produsen listrik, dalam hal ini PLN perlu secara berkeadilan dirumuskan lebih mendalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun