Nampaknya belum pernah kita seberjarak ini di tahun-tahun politik. Jika pada masa order baru kita melihat ada kubu Pemerintah Orde Baru kontra masyarakat, saat ini kita melihat jurang terbuka lebar antara pemerintah incumbent beserta pendukungnya yang akan maju kembali dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden berhadapan dengan pihak oposan beserta pendukungnya.
Perbedaan pendapat serta saling kritik kebijakan dalam bingkai negara demokrasi adalah sebuah hal yang lumrah, karena mekanisme ini perlu dalam meng-ajek-an konsep checks and balances.Â
Namun, pemilu kali ini terasa berbeda karena nampaknya perbedaan tersebut meruncing sampai ke ranah fisik dan kekerasan bahkan sampai menyerang pribadi serta keluarga dari para kandidat. Kita dapat melihat berbagai kasus persekusi, bentrokan, bahkan penyerang fisik terjadi antar-pendukung.Â
Sebut saja seperti kasus kericuhan yang terjadi di Sleman, Yogyakarta antar-pendukung Capres-Cawapres 01 dan 02. Daerah Istimewa Yogyakarta yang selama ini terkenal damai dan kondusif bahkan pada masa kritis seperti masa reformasi 1998. Belum lagi terungkapnya para pelaku penyebar hoaks serta penghinaan yang dilakukan oleh masing-masing kubu.Â
Celakanya banyak rakyat menilai aparat penegak hukum bahkan wasit dalam kontestasi politik ini terkesan tebang pilih dalam menangani berbagai kasus tersebut.Â
Hal ini tidak hanya terjadi pada ranah akar rumput saja, para kaum elitis dan ring 1 para kandidat yang berlaku sebagi tim kampanye dan pemenangan pun banyak juga yang latah semakin mengeruhkan suasana dan membuat perbedaan menjadi ajang pemisah persaudaraan.
Berkaca pada fenomena ini, kita perlu melihat kembali sejarah dan keteladanan para founding fathers kita dalam bersikap untuk menyatakan perbedaan, namun tetap mengutamakan rasa pesaudaraan untuk kepentingan bangsa.Â
Sudah rahasia umum, jika sebenarnya Dwi Tunggal, Soekarno dan Hatta tidak semanunggal itu dalam bersikap maupun menempuh jalur perjuangan.Â
Sedari sebelum mereka disatukan sebagai proklamator kemerdekaan bangsa ini, mereka acapkali memiliki pemikiran yang berbeda. Mereka menampilkan perbedaan itu dengan berbagai cara baik dituangkan dalam tulisan maupun sikap politik.Â