Mohon tunggu...
Adrian Aulia Rahman
Adrian Aulia Rahman Mohon Tunggu... Lainnya - Peminat Politik, Hukum, Sejarah dan Filsafat

“Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh pemuda” -Tan Malaka-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

1000 Hari di Gedung Putih: Kepemimpinan John F Kennedy dan Kebijakan Politiknya

27 Maret 2022   20:59 Diperbarui: 27 Maret 2022   21:36 1655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.inc.com/ilan-mochari/6-tips-jfk.html

Perpolitikan Amerika Serikat memang selalu menarik untuk lebih jauh ditelisik dan diamati. Selain karena terdapat beragam pelajaran yang terdapat didalamnya dan beragam kontroversi yang mewarnainya, politik Amerika juga memilik signifikansi dalam implikasinya terhadap peta dan dinamika politik global. Setiap dinamika politik domestik Amerika Serikat akan membawa implikasi langsung maupun tidak langsung terhadap geopolitik dan geostrategis di seluruh belahan bumi. Hal ini membuktikan bahwa dominasi Amerika di tataran politik global memang tidak terelakaan dan sampai saat ini belum tergeserkan. Hegemoni politik Amerika di dunia telah menjadikan negara Paman Sam ini melakukan kebijakan politik luar negeri yang cenderung intervensionisme dan berusaha mengendalikan dunia dalam genggamannya.

Pemilihan presiden adalah salah satu fenomena politik domestik Amerika yang selalu menarik perhatian dan mengundang reaksi dari masyarakat global. Siapa yang akan terpilih dan dari partai mana ia berasal akan sedikit besarnya memengaruhi garis kebijakan pemerintahannya, dan akan berimplikasi terhadap bagaiamana pola kebijakan luar negerinya. Sebagaimana kita ketahui, di Amerika, di negara yang disebut-sebut sebagai negara paling demokratis di dunia, memiliki dua partai dominan di kancah perpolitikannya, yaitu Partai Demokrat dan Partai Republik. Apabila kita amati, secara ideologis Partai Demokrat cenderung lebih liberal dari rivalnya Partai Republik yang cenderung lebih kanan atau konservatif. Sehingga tidak heran apabila, dari partai mana kandidat calon presiden berasal akan mempenagaruhi pola kebijakannya baik di dalam maupun di luar negeri.

Tulisan saya kali ini adalah sebuah tulisan ringkas mengenai kepemimpinan seorang preiden Amerika Serikat yang menjadi salah satu tokoh paling fenomenal dan berpengaruh di abad ke 20, yaitu Presiden Kennedy. John Fitzgerlad Kennedy, presiden Amerika ke 35 menjadi salah seorang tokoh yang dikagumi sekaligus dibenci karena kebijakan poltik dan sikapnya. Terpilihnya Kennedy pada 1960 sebagai presiden pengganti Dwight D. Eisenhower, menandai sebuah era baru kebijakan politik Amerika baik di dalam maupun di luar negeri terlebih saat itu perang dingin sedang menacapi titik didih yang begitu hebat dan hubungan barat dan timur kian tegang. Politik dunia sedang diguncang tarik ulur konfrontasi Soviet-Amerika.

Ada sebuah buku yang secara langsung dan tidak langsung memotivasi saya untuk menulis tulisan ini. Buku yang ditulis oleh seorang sejarawan Indonesia sekaligus pendiri Kompas Gramedia, Pollycarpus Swantoro, dengan judul bukunya 1000 Hari John F. Kennedy. Buku yang sangat bagus tersebut telah membawa saya pada pemahaman dan pengetahuan tentang Presiden John F. Kennedy dan sistuasi politik pada masanya. Dalam pengantar redaksi buku ini, P. Swantoro berhasil menuliskan buku ini sebagai bentuk rangkuman dari dua buku tentang Kennedy yang ditulis oleh orang-orang terdekat presiden yaitu Ted C. Sorensen dan Arthur M. Schlesinger, dengan judul bukunya Kennedy (Herper 7 Row, 1965) karangan Ted Sorensen dan A Thousand Days: John F. Kennedy in the White House (Hounghton, 1965) karangan Arthur Schlesinger. Dan tulisan saya kali ini adalah merupakan rangkunan tulisan P. Swantoro, walupun tidak akan lengkap dan menyeluruh saya rangkum, juga saya akan menambahkan opini serta pandangan subjektif saya di dalamnya.


Kennedy dan Pemilihan Presiden 1960

Presiden Dwight D. Eisenhower akan menuntaskan masa baktinya sebagai presiden AS di akhir tahun 1960. Amerika akan melaksanakan pesta demokrasi untuk memilih presiden pengganti Eisenhower. Pada saat itu secara langsung wakil presiden Richard Nixon maju untuk menjadi kandidat calon presiden dari Partai Republik. Hal ini membuat Partai Demokrat harus menyiapkan seorang kandidat calon presiden yang memiliki kapabilitas dan elektabilitas yang mampu bersaing dengan Nixon, yang secara pengaruh politik mungkin lebih mumpuni di Amerika saat itu. Saat itu di internal Partai Demokrat memang ada tokoh senior yang diunggulkan yaitu Adlai Stevenson, yang telah berpatisipasi aktif dalam pemilihan Presiden melawan Eisenhower tetapi mengalami kekalahan. Sehingga di internal Partai Demokrat sendiri terjadi perdebatan, siapakah yang akan maju sebagai calon presiden melawan Nixon.

Ditengah situasi dilematis saat itu, munculah narasi bahwa Senator Kennedy berpeluang besar menjadi calon Partai Demokrat di pemilihan presiden. Walaupun memang, dukungan terhadap Kennedy tidak aklamasi dan tidak sedikit yang skeptis terhadap tokoh yang masih dianggap terlalu muda untuk memimpin Amerika. Tokoh-tokoh alternatif lainnya yang bisa menjadi opsi diantaranya Adlai Stevenson, Lyndon Johnson, Orville Freeman atau Stuart Symington. Namun Kennedy pun tidak sedikit didukung oleh para simpatisannya dan didorong untuk mencalonkan diri menjadi calon presiden.

Konvensi Partai Demokrat yang diselenggarakan pada Juli 1960 di Los Angeles, California, akan menjadi tahapan demokratis dalam menentukan siapa yang paling layak mewakili partai dalam kontestasi pemilihan presiden. Sebagaimana lazimnya konvensi partai, tentu didalamanya tidak terlepas dari perdebatan dan ketegangan. Namun ringkasnya, seluruh peserta delegasi Konvensi yang hadir saat itu memberikan kepercayaannya pada Kennedy sebagai calon presiden mewakili partai dengan perolehan suara mencapi 845 suara mendukung. Kemudian adalah penentuan wakil presiden pendamping Kennedy. Memang tidak mudah dan cukup terjadi perdebatan, namun keputusan mengerucut pada dipilihnya Lyndon Johnson sebagai calon wakil presiden. Salah satu pertimbangannya, selain Johnson merupakan salah satu tokoh partai yang terpandang, adalah untuk meraih dukungan suara rakyat dari selatan agar bersedia memilih Kennedy sebagai presiden, karena Johnson adalah tokoh yang berasal dari selatan sehingga tepat mendampingi Kennedy dalam mengumpulkan basis suara.

Persaingan Nixon-Kennedy memang sebagaimana lazimnya persaingan, dipenuhi dengan saling sindir, saling mengkritik dan mengunggulkan diri masing masing saat kampanye di hadapan rakyat. Nixon yang dipandang sebagai tokoh yang elektabilitasnya dianggap jauh diatas Kennedy, karena jabatannya dahulu sebagai wakil presiden, ternyata tidak membuat ia beruntung terpilih menjadi presiden. Kekuasaan republikan di Gedung putih harus berganti dengan menangnya Kennedy di pemilihan saat itu, dengan perolehan suara Popular vote Kennedy (34.227.096) dan Nixon (34.108.546) sedangan electoral vote Kennedy (303) dan Nixon (219). Perolehan suara Kennedy tidak begitu jauh dengan perolehan suara Nixon, artinya kemenengan Kennedy hanya tipis. Namun pada intinya, Kennedy akan melenggang ke Gedung Putih pada Januari 1961.

Seremonial pelantikan Presiden Amerika memang selalu meriah. Kennedy dalam pidato inaugurasinya pada intinya adalah akan membawa Amerika pada keadaan yang lebih baik lagi. Salah satu kutipan pidato inaugurasinya pada 20 Januari 1961 adalah "Janganlah bertanya apa yang dapat dilakukan Amerika untuk anda, tetapi apa yang dapat kita lakukan Bersama untuk kebebasan manusia" dengan menyinggung terkait kebebasan, Kennedy secara langsung maupun tidak langsung mengajak rakyat Amerika dan dunia untuk melawan agresivitas politik komunis Uni Soviet dan sekutunya yang memberangus kebebasan.

Dalam memilih Menteri-menteri untuk membantu pemerintahannya, Kennedy pernah berkata "Mengenai pengisian posisi-posisi kunci ini, aku tidak peduli ia Demokrat atau Igorot. Pokoknya aku ingin mendapat orang yang paling cakap untuk menduduki jabatan khusus itu". Yang dimaksud posisi kunci adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan dan Menteri Keuangan. Komitmen Kennedy terhadap pentingnya kecakapan dan kapabilitas individu daripada identitas politiknya, membuktikan bahwa Kennedy adalah orang yang objektif dan intelektual. Menteri Luar Negeri diisi oleh Dean Rusk, Menteri Pertahanan diisi oleh Robert McNamara dan Menteri Keuangan diisi oleh Douglas Dillon.


Presiden Kennedy dan Politik Luar Negeri Amerika

Sebagaiman kita ketahui, situasi dan kondisi politik dunia saat itu sedang berada dalam pusaran dan gajolak perang dingin (Cold War). Hubungan politis Amerika dan Soviet saat itu sedang mencapai tahapan yang begitu meneganggkan dan panas dengan berbagai isu-isu yang melatarinya. Bahkan pada 1 Mei 1960, pesawat Lockheed U-2 Amerika Serikat ditembak oleh Uni Soviet karena dianggap sebagai bentuk mata-mata langsung dari Amerika terhadap Uni Soviet. Tidak ada respon berarti dari Amerika atas penembakan ini, karena Presiden Eisenhower sendiri memang mengakui bahwa pesawat Lockheed U-2 merupakan bentuk mata-mata Amerika terutama terhadap kegiatan militer Uni Soviet.

Belum lagi perosolan-persoalan lainnya yang menyangkut persaingan ketat Soviet-Amerika, seperti peristiwa di Kuba, peristiwa di Laos, di Vietnam, di Berlin dan dalam mengumpulkan basis dukungan politis dari negara-negara dunia ketiga atau negara netral. Dan pemerintahan Kenndy mau tidak mau mewarisi kemelut politik luar negeri tersebut. Kebijakan politik luar negeri Amerika saat kepemimpinan Eisenhower memang begitu keras menunjukan antipati terhadap blok komunis. Menteri luar ngeri John Foster Dulles bahkan memiliki pandangan yang begitu ekstrim dalam melihat perang dingin yaitu dengan pandangan "Dunia Dulles" yang secara ketat dan non kompromi membagi dunia pada dua kubu saja yaitu Free World atau dunia bebas di barat dan Komunisme di timur. John Foster Dulles menganganggap tidak ada tempat bagai netralisme dalam konfrontasi perang dingin saat itu. Dulles pernah berkata "Netralisme adalah suatu prinsip yang berpretensi bahwa suatu bangsa dapat memperoleh keamanan dengan bersikap acuh tak acuh terhadap nasib bangsa lainnya". Hal ini bahkan membawa Dulles pada keyakinan bahwa barang siapa siapa yang tidak berkoalisi atau bersekutu dengan Amerika, adalah musuh Amerika.

Ketatnya persaingan dan kakunya politk luar negeri era Eisenhower, disadari atau tidak telah merugikan Amerika. Dimata negara dunia ketiga yang masih gagap akan konfontasi politik yang ada dan gagap dalam memahami situasi saat itu, akan menganggap kebijakan Eisenhower-Dulles adalah bentuk agresivitas politik dan pemaksaan kehendak yang nyata. Belum lagi di beberapa negara terdapat rasa anti-Amerika karena kedekatan Amerika dengan sekutu Imperialisnya di Eropa, hal ini akan menimbulkan citra buruk Amerika di negara dunia ketiga, dan itu memang terjadi. Kennedy sebagai presiden baru berusaha merekonstruksi kebijakan politik luar negeri Amerika yang penuh kekakuan tersebut dan beruasaha untuk lebih lunak dan merangkul negara-negara dunia ketiga atau negara yang menyatakan diri netral. Saya rasa, Kennedy adalah presiden masa perang dingin yang mampu menjalin hubungan paling baik dengan negara-negara dunia ketiga.

Pada September 1961, dilaksanakan sebuah konferensi internasional di Beograd, Yugoslavia, yang dinamakan Konferensi Beograd atau Gerakan Non Blok. Gerakan Non Blok ini diprakarsai oleh Sukarno (Indonesia), Jawaharlal Nehru (India), Kwame Nkrumah (Ghana), Gamal Abdel Nasser (Mesir) dan Josip Broz Tito (Yugoslavia). Gerakan Non Blok di Beograd ini adalah suatu inisiatif politik untuk menegurangi ketegangan perang dingin yang kian waktu kian bertambah tegang dan menghindari polarisasi politik yang tajam anatara Blok timur dan Blok barat. Reaksi Kenndy secara pribadi memang cukup kecewa dan ia bertanya-tanya mengapa Amerika tidak mampu meyakinkan negara dunia ketiga akan posisinya terkait Berlin terutama. Bahkan departemen luar negeri menanggapi dengan dingin dan apatis, mungkin warisan doktin Dulles yang tidak pro terhadap negara netral. Bahkan departemen luar negeri sempat tidak akan mengirimkan telegram tanggapan apapun ke Beograd, namun hal itu untungnya dapat dibatalkan, sehingga telegram dikirmkan sebagai bentuk reaksi yang cukup positif, walaupun tidak mengdukung, dari Amerika Serikat.

Kebijakan Kenndy di Asia, di Asia Tenggar khususnya yaitu menyangkut situasi di Laos, Vietnam dan Indonesia. Di Laos, Kennedy dengan strategi politiknya berusaha untuk tidak intervensi terhadap dinamika politik domestik Laos. Kennedy berusaha untuk menjadikan Laos paling tidak, apabila tidak bisa diajak bersekutu, sebagai negara netral. Kennedy, dalam pertemuannya dengan NIikita Khruschev di Konferensi Jenewa, Swiss, meminta agar Uni Soviet tidak melakukan intevensi poltik apapun terhadap Laos. Nikita Khruschev menyanggupi hal tersebut. Netral lebih baik daripada Loas jatuh ke haribaan komunisme. Juga sebagaimana kata J.K Galbraith Dubes Amerika untuk India, "Menukarkan Netralitas yang kuat dengan persekutuan yang lemah adalah hal gila", artinya, netral lebih dapat diterima daripada menjadi musuh atau bersekutu tapi lemah.

Belum lagi peliknya situasi di Vietnam yang memberikan tantangan bagi Amerika. Vietnam Selatan yang didukung secara politik dan militer oleh Amerika memang keteteran mengahadapi para gerilyawan di Vietnam Utara atau para pemberontak Viet Cong. Siasat perang gerilya yang dilancarkan di Vietnam Utara tidak ditanggapi rezim Ngho Dien Dhiem dan Amerika dengan siasat yang ampuh atau penawarnya. Karena Amerika masih berfokus pada strategi perang konvensional dan tidak mengenal medan gerilya yang ada di Vietnam. Tidak heran apabila siatuasi di Vietnam saat itu cukup mengkhawatirkan dan menimbulkan sikap pesimisme. Namun Presiden Kenndy berusaha untuk semaksimal mungkin menjalin relasi dengan Rezim Dhiem untuk menyelamatkan Vietnam agar tidak jatuh ke haribaan Komunis.

Kemudian mengenai persoalan dengan Indonesia, yaitu terkait dengan sengketa wilayah Irian Barat. Sengketa wilayah antara Indonesia dan kerajaan Belanda ini memang cukup alot dan memakan waktu yang tidak sebentar. Saat itu, Kennedy dalam keadaan dilematis. Di satu sisi hubungan transatlantik dengan Belanda membuat gerak Amerika tidak dapat begitu bebas dan fleksibel, di satu sisi meraih simpati Indonesia merupakan strategi politik yang amat sangat penting, karena Indonenesi dianggap sebagai negara yang cukup potensial di Asia Tenggra. Belanda dan Indonesia sama-sama keras dalam mengklaim Irian Barat, dan seakan tidak ada kata kompromi dari kedua negara tersebut. Menlu Belanda, Joseph Luns, menentang upaya mediasi apapun dengan Indonesia sehingga penyelesaian menjadi lama dan berputar-putar. Kennedy dengan kebijakannya berusaha membujuk Belanda untuk menyerahkan Irian Barat, namun tidak berhasil. Tapi ini manandakan Kennedy tidak secara buta menjalin persekutuan dengan Belanda, yang notabene merupakan salah satu sekutu terpentingnya di Eropa dan tetap peduli terhadap aspirasi Indonesia tentang Irian Barat.

Persoalan luar negeri lainnya adalah perosalan Kuba. Kuba pasca tumbangnya Jenderal Fulgencio Batista 1 Januari 1959, telah berganti rezim dibawah kepemimpinan sang revolusioner Kuba Fidel Castro. Castro sebagai tokoh politik banyak dpuji sekaligus dihujat. Secara geopolitik, situasi Amerika Serikat terancam saat itu, karena Kuba yang merupakan negara Amerika Latin telah memiliki pemerintahan kiri dan pro Soviet. Sehingga dengan kekalutan yang ada, Amerika berusaha memobilisasi pelarian-pelarian Kuba yang anti Castro untuk dibantu dan didukung melakukan pemberontakan dan menggulingkan pemerintahan Castro. Amerika membuka tempat pelatihan militer di Guatemala, yang walaupun pada akhirnya perlawanan terhadap Castro ini menemui kegagalan.

Politik luar negeri era Kenndey memang tidak seketat dan sekaku era Eisenhower. Namun, konfrontasi politik timur dan barat tetap tidak bisa dihapuskan, tapi memang beberapa kali tensi konflik sempat menurun karena moderat dan terbukanya Kennedy akan dialog dan diskusi sehingga diplomasi dapat dimanfaatkan sedemikian rupa, paling tidak untuk mengurangi ketegangan yang ada.


Kematian Presiden Kennedy

Pada 22 November 1963, kennedy melakukan kunjungan ke Texas. Situasi saat itu di Texas, Dallas terutama, memang sangat panas dan menegangkan juga dipenuhi dengan narasi-narasi anti Kennedy. Kennedy dianggap Presiden yang pro Soviet dan cenderung kompromistis dengan Soviet. Dalan Dallas Morning News 22 November, hari kunjungan Kenndey, disana dimuat tulisan yang penggalannya "Mengapa Kenndey menghapus Doktrin Monroe dan menggantikannya dengan semangan Mokswa?" masih di media yang sama "Mengapa Gus Hall (Ketua Partai Komunis Amerika) memuji hampir setiap kebijakan Anda dan mengumumkan partainya akan mengusahakan dan mendukung agar Anda dipilih Kembali sebagai presiden?"

Narasi-narasi kritik tapi cenderung terhadap sikap antipasti tersebut memang mencuat di Dallas, Texas. Menurut anggota Kongres James Wright, "Pembangkit utama permusuhan Dallas adalah hasutan terus menerus dan propaganda sayap kanan ekstrem terhadap penduduk kota itu". Sikap anti Kennedy yang semakin mendenging sejak kunjungan Kennedy ke Texas, membuat beberapa orang terdekat Kennedy menyarankan agar presiden tidak mengunjungi Dallas demi keamanannya. Namun Kennedy menolak dan bersikeras ingin mengunjungi Dallas. Dan terjadilah peristiwa kelam bersejarah pada 23 November 1963, yaitu terbunuhnya Kennedy dengan tembakan di kepalanya saat berada dalam mobil iring-iringan tepat di samping istirinya Jacqualine. Presiden ke 35 Amerika tersebut gugur.

Reaksi berupa bela sungkawa berdatangan dari pemimpin dunia. Perdana Menteri Inggris Harold Macmillan mengatakan "Mengapa perasaan sedih ini seketika begitu universal dan individual". Kemudian Fidel Castro musuh bebuyutan Kennedy mengatakan "Es Una Mala Noricia (Ini Kabar buruk). Segala sesuatunya berubah. Ada satu hal yang perlu saya katakan: paling tidak, Kennedy adalahs seorang lawan yang telah menajdi hal wajar bagi kami". Pemimpin Uni Soviet Nikita Khruschev orang yang pertama menandatangani buku duka cita di Uni Soviet.

Peristiwa ini menjadi suatu peristiwa bersejarah namun kelam, seorang presiden yang bahkan belum usai masa baktinya sudah harus menyelesaikan tugasnya dengan kematian. Kennedy tokoh yang moderat, pembela hak-hak individu, tokoh visioner dan progresif, tokoh yang dicintai kawan dan disegani lawan. Kennedy dan 1000 episode ceritanya di Gedung Putih.


Referensi

Swantoro, Pollycarpus. 2019. 1000 Hari John F. Kennedy. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun