Mohon tunggu...
Adrian Susanto
Adrian Susanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - aku menulis, aku ada

pekerjaan swasta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Surat Terbuka buat Megawati & Prabowo

11 April 2014   14:14 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:48 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PDI-P & GERINDRA, BERDAMAILAH DEMI RAKYAT

PEMILU Legislatif sudah selesai. Dari hitungan cepat, ada tiga partai mendapat persentase dukungan di atas 10 %. Ketiga partai itu adalah PDI-P (18%), Golkar (14%) dan Gerindra (12%). Dari hasil ini, mau tidak mau, partai-partai peserta pemilu harus berkoalisi untuk mengamankan jalannya kebijakan eksekutif. Umumnya koalisi selalu diidentikkan dengan “politik dagang sapi”, bagi-bagi kursi kekuasaan. Contoh nyata adalah pemerintahan sekarang.

Politik dagang sapi hanyalah demi kepentingan partai semata, bukan demi rakyat. Karena itu, banyak orang melihat bahwa politik dagang sapi merupakan bentuk pengingkaran atas kepercayaan yang telah diberikan rakyat di saat pemilu.

Nah, bagaimana dengan sekarang ini? Pasca hitungan cepat selesai, para pengurus partai sudah melakukan “silahturami” antar partai. Bukan tidak mustahil, dalam silahturahmi itu, dibicarakan juga agenda koalisi. Namun, akankah koalisi kembali mencederai kepercayaan rakyat dengan praktek dagang sapi?

Perlu disadari bahwa banyak rakyat maklum kalau memang partai-partai melakukan koalisi. Dari beberapa warga yang ditanyai wartawan menyatakan bahwa koalisi adalah suatu keharusan karena tak ada satu partai pun yang memenuhi syarat untuk pengajuan presiden. Akan tetapi tak sedikit pula rakyat mengharapkan supaya koalisi itu terjadi di antara partai-partai yang sehaluan. Ibarat ayam berkumpul dengan itik, angsa, karena sama-sama unggas. Jangan satukan ayam dengan musang.

Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB, terang-terang menyatakan bahwa PKB tidak akan berkoalisi dengan PKS. “PKB sudah tobat!” Demikian ungkap Muhaimin. Mungkin Muhaimin merasa bahwa antara PKB dan PKS itu ibarat ayam dan musang.

Cukup menarik kalau mencermati konsep koalisi yang ada pada PDI-P, Gerindra dan Nasdem. Ketiga partai ini sepakat melihat koalisi itu tidak harus bagi-bagi kursi. Koalisi adalah bekerja sama demi tujuan bersama. Tujuannya adalah kesejahteraan rakyat. Hal ini sudah jauh-jauh hari dinyatakan oleh Megawati dan Surya Paloh. Dan Prabowo, pasca hitungan cepat, menyatakan kesiapan partainya untuk berkoalisi dengan partai mana saja demi rakyat.

Dari sinilah akhirnya muncul harapan rakyat Indonesia akan dua partai besar (PDI-P dan Gerindra) untuk berkoalisi. Kalau Nasdem akan dengan sendirinya, karena demi rakyat Indonesia, partai ini akan mendukung. Yang jadi persoalan adalah PDI-P dan Gerindra, karena kedua partai ini sebelumya terlibat “perselisihan”. Rasa sakit hati karena dikhianati atas perjanjian “Batu Tulis” masih membekas dalam Partai Gerindra. Hal yang sama juga dengan PDI-P yang merasa sakit karena capresnya “diobok-obok” selama masa kampanye.

Rakyat tak mengharapkan kedua partai ini berkoalisi dengan Golkar yang hendak membawa rakyat Indonesia ini ke jaman rezim Suharto. Rakyat hanya berharap damai di antara PDI-P dan Gerindra. Kedua partai ini (plus Nasdem) sama-sama memiliki plat form politik yang senada. Karena itu, sebenarnya tidak ada penghalang mendasar untuk terwujudnya koalisi. Satu-satunya penghalang hanyalah soal kepentingan partai dan ego pimpinan.

Oleh karena itu, rakyat Indonesia akan berseru: PDI-P dan Gerindra, berdamailah! Berdamailah demi rakyat. Ibu Mega dan Pak Prabowo, singkirkanlah ego Anda. Jika memang kalian mencintai dan ingin berjuang demi rakyat, bersatulah! Rakyat sangat menaruh harapan pada kalian.

Langkah awal persatuannya adalah mengubah misi awal tiap partai, yaitu calon presiden. Ingat, koalisi yang sudah sama-sama ada dalam partai ini adalah bukan bagi-bagi kursi. Karena itu, PDI-P harus membuang mimpi “Jokowi jadi presiden” dan Gerindra pun demikian. Dan kalau memang PDI-P berjuang demi rakyat, biarkanlah Jokowi menyelesaikan tugasnya di DKI Jakarta. Jangan terpengaruh soal survei yang mengunggulkan Jokowi. Toh, Prabowo ada diurutan kedua.

Mungkin akan terasa aneh. Masak partai pemenang pemilu tidak mencalonkan kadernya menjadi presiden? Jangan pikirkan soal gengsi-gengsian. Pikirkanlah soal rakyat. Kalau pemenang pemilu mencalonkan kadernya menjadi presiden, itu sudah biasa. Tapi, jika pemenang pemilu tidak mencalonkan kadernya, malah kader partai lain menjadi presiden, itu baru LUAR BIASA. Hal ini akan menjadi sejarah dan akan dikenang oleh rakyat. Orang akan melihat kebesaran hati partai pemenang.

Oleh karena itu, jika memang tidak ada kader lain yang sehebat Jokowi, tidak salah juga kalau PDI-P mencalonkan Prabowo sebagai presiden (lagi pula hal ini sesuai kesepakatan Batu Tulis). Bukankah PDI-P punya stok kader yang mumpuni untuk menjalankan roda pemerintah sebagai menteri? Semua ini menjadi agenda pembicaraan internal kedua partai (mungkin juga dengan Nasdem). Rakyat yakin, jika memang PDI-P, Gerindra dan Nasdem bersatu, bangsa Indonesia akan mengalami perubahan yang lebih baik dari sekarang.

Sekali lagi rakyat berharap agar Ibu Megawati dan Pak Prabowo mau menyingkirkan ego, gengsi dan kepentingan pribadi dan partainya. Tolonglah berdamai demi rakyat Indonesia yang sudah jenuh dengan politik dan ingin hidup damai sejahtera. Tolonglah bersatu demi bangsa Indonesia yang lebih baik lagi.

Jakarta, 10 April 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun