[caption id="attachment_184701" align="aligncenter" width="619" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Pekan ini media massa di Indonesia kembali mengeksploitasi berita tentang kunjungan kerja anggota DPR RI ke Jerman, khususnya di Berlin. Hal ini terjadi setelah teman-teman PPI Berlin, PPI Jerman dan PIC NU mengadakan protes terhadap kunjungan mereka dalam acara ramah tamah yang digelar oleh KBRI Berlin hari Selasa lalu. Protes ini sukses karena teman-teman ini memanfaatkan jalur Youtube untuk sosialisasi agenda mereka. Saya secara pribadi merasa tidak kaget akan peristiwa ini, mengingat peristiwa tahun lalu di Melbourne juga terjadi hal yang sama, bahkan lebih memalukan. Saya teringat sekali bahwa hal yang sama juga terjadi di Berlin pada tahun lalu, manakala anggota DPR yang berkunjung ke Berlin kaget luar biasa karena adanya berita tentang kunjungan mereka ke Jerman terekam oleh media detik.com. Karena memang tidak ada berita dan informasi bahwa mereka sedang di Jerman. Pada saat yang sama, mereka meminta waktu untuk temu masyarakat, termasuk undangan tersebut disampaikan kepada PPI Jerman. Hanya saja pada waktu itu, tidak seheboh sekarang, karena memang informasinya begitu cepat terjadi sehingga teman-teman PPI tidak menyiapkan skenario apa yang bisa dilakukan. Kalau sekarang saya melihat memang sudah disiapkan jauh hari bahwa pertemuan dengan warga Indonesia di KBRI Berlin adalah salah satu agenda kunjungan mereka. Sementara pihak mahasiswa pun sudah tahu apa yang akan mereka lakukan di acara itu. Berdasarkan informasi tahun lalu tersebut, agenda anggota DPR memang sangat padat sekali. Dalam waktu 5 hari di Jerman, mereka hanya melakukan agenda dan pekerjaan yang sesungguhnya hanya 4-5 jam. Agenda mereka pada waktu itu adalah pertemuan resmi dengan KBRI, mengunjungi Mahkamah Agung dan sebagainya. Sisa waktunya? Anda bisa menebak sendiri. Lalu apa agenda mereka saat ini? Saya tidak tahu, tapi tidak jauh berbeda. Karena memang detail agenda resmi memang tidak sepadat yang Anda kira, bahkan cenderung lebih longgar dan fleksibel. Apalagi dalam bentuk rombongan, yang notabene sudah bisa ditebak bahwa masing-masing orang pasti akan punya agenda. Entah belanja keperluan sana sini atau bertemu dengan konstituennya. Pertanyaan pentingnya adalah kenapa peristiwa ini selalu terulang? Apa penyebabnya? Saya beranggapan ini adalah sebuah hubungan sebab akibat dengan tingkat relasi yang kuat sekali antara anggota DPR secara personal dengan birokrasinya. Pertama, ada kebutuhan "refreshing". Anggota DPR telah selesai menyelesaikan waktu sidang mereka beberapa minggu lalu. Jadi saat ini, waktu reses, dimanfaatkan untuk bertemu dengan konstituennya, di daerah pemilihan masing-masing atau pilihan lain adalah kunjungan ke luar negeri. Alasan kunjungan ke luar negeri pun juga beragam, baik itu untuk berkomunikasi dengan warga Indonesia ataupun usaha untuk meningkatkan kerjasama diplomasi dan kerjasama bilateral lainnya. Maka, dalam konteks kebutuhan pemenuhan pribadi adalah wajar bisa mengikuti kesempatan ini. Kedua, dalam program perencanaan DPR memang telah disepakati akan ada budget untuk kunjungan ke luar negeri. bentuknya beraneka ragam yaitu studi banding, kunjungan kerja dan lainnya. Program ini sebenarnya sah-sah saja dilakukan asalkan dilakukan perencanaan yang matang karena memang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan fungsi kerja DPR yang sesungguhnya. Sayangnya karena ini adalah bagian program kerja mereka, secara kelembagaan DPR tidak pernah serius untuk memikirkan mekanisme pelaporan dan evaluasi terhadap program ke luar negeri. Salah satu indikator pentingnya adalah apakah setiap kunjungan ke luar negeri pernah disampaikan laporan tertulis kepada media massa atau paling minimal dipasang di website resmi DPR. Ini jarang sekali dilakukan.ketiga, birokrasi di DPR pun juga berada di belakang layar terhadap kekacauan ini. Indikasinya adalah mereka seakan membiarkan hal ini terjadi karena mereka toh mendapatkan manfaat yang juga tak kalah besarnya. Iya mereka tidak ikut ke sana, tetapi dengan permainan anggaran dalam kunjungan ini juga pasti melibatkan tim teknis dan anggaran dari setjen. Dan diantara anggota dewan dan birokrat Setjen pun sudah saling paham tentang hal ini. Saya menilai peristiwa seperti ini akan terus terulang kembali apabila DPR tidak pernah mau berniat membangun sistem dan mekanisme yang jelas dalam kunjungan luar negeri. Saya sangat meyakini peristiwa seperti ini akan terjadi di tempat lain, bukan lagi di Australia dan Jerman, karena antusiasme mahasiswa dan warga negara Indonesia di luar semakin besar terhadap peristiwa ini. Sehingga, sudah saatnya dipikirkan secara serius mekanisme tentang kunjungan ke luar negeri yang efektif dan efisien daripada akan terulang kembali insiden yang makin memalukan citra DPR. Saya pikir harus dimulai dalam perencanaan tentang urgensi kunjungan hingga detail acara yang efektif untuk memberi manfaat yang berguna bagi negara. bahkan saya malah menghimbau untuk memberi kesempatan yang luas kepada staf ahli dan tenaga ahli DPR untuk bisa belajar banyak dengan kesempatan training ataupun studi banding ke luar negeri. Artinya saya berpandangan membangun kapasitas lembaga dengan memperkuat staf ahli dan tenaga ahli menjadi lebih penting ketimbang anggota dewan itu sendiri.Namun siapapun itu, tetap harus dibangun mekanisme yang transparan, efektif dan efisien dalam kunjungan ke luar negeri dari DPR. Harapan saya sebenarnya hanya satu bahwa peristiwa ini tidak akan terulang kembali tahun depan, di antara bulan April-Mei 2013 di suatu negara mana pun. Kalaupun iya, maka kita semakin percaya bahwa lembaga DPR dan para politisi di dalamnya adalah orang-orang yang egois dan tidak mau dikritik oleh rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H