Mohon tunggu...
Adit P
Adit P Mohon Tunggu... -

seseorang yang tengah mengembara dalam pencarian ilmunya di negeri orang, Jerman...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Organisasi Masyarakat Sipil

23 Maret 2012   10:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:35 1661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diskusi tentang anti-partai karena menurunnya kepercayaan publik terhadap partai politik kembali diangkat oleh berbagai kalangan. Sebagian kalangan meyakini bahwa penyebab ketidakpercayaan masyarakat terhadap adalah ketidakmampuan partai politik menjalankan fungsinya secara maksimal. Namun demikian, sedikit yang mengangkat tentang mekanisme rekrutment dan kaderisasi partai politik yang lebih terbuka. Maka, sebuah pertanyaan penting menarik adalah bagaimana kita berharap akan adanya sumber rekrutmen partai politik yang bisa mempercepat perubahan-perubahan kecil di dalam organisasi partai. Saya melihat adanya peluang bagi kelompok masyarakat sipil untuk memanfaatkan ruang politik yang sudah terbuka ini.
Diskursus Partai Politik dan Organisasi Masyarakat Sipil
Di dalam negara yang demokratis, kehadiran partai politik dan masyarakat sipil, dalam hal ini organisasi non pemerintah (Ornop), adalah penting. Paling tidak ada dua alasan: pertama, dalam demokrasi dibutuhkan adanya saluran suara-suara publik untuk diartikulasikan sebagai keputusan-keputusan politik yang mengikat seluruh masyarakat. Maka posisi partai politik adalah saluran politik itu. Sementara, Ornop berfungsi sebagai sarana artikulasi tanpa kepentingan politik dan tidak terlibat dalam memutuskan kebijakan publik. Kedua, negara demokratis membutuhkan adanya organisasi politik yang mampu mendistribusikan berbagai kebutuhan publik secara meluas. Dalam konteks ini tentu kehadiran partai politik dan Ornop sebagai wadah yang menjembatani antara kepentingan publik dengan negara. Meski dalam garis kebijakan politik, posisi partai politik menjadi lebih tegas terlihat.
Melihat fenomena partai politik dan masyarakat sipil belakangan ini, Elin Allern dan Tim Bale dalam jurnal Party Politics yang terbaru (2012), menjelaskan tiga hal untuk didiskusikan. Pertama, secara fungsional, posisi dan peran antara partai politik dan masyarakat sipil adalah terpisah secara tegas, terutama dalam aktivitas politik. Partai politik berperan sebagai saluran artikulasi dan agregasi kepentingan publik yang diputuskan secara politik. Sementara, masyarakat sipil tidak dalam kapasitas sebagai pihak yang punya kewenangan dalam memutuskan tersebut. Kedua, dalam konteks itu sebenarnya partai politik dan masyarakat sipil adalah dua organisasi politik yang relatif mandiri berdasarkan peran yang mereka miliki. Meski demikian, ilmuwan politik seperti Juan Linz percaya bahwa kedua organisasi politik ini dapat saling melengkapi satu sama lain, bukan hanya terpisah begitu saja. Ketiga, dalam interaksi dan relasi yang mereka bangun, menurut Allern dan Bale, adalah yang bersifat kelembagaan. Dimana relasi yang berdasarkan kesepakatan organisasi, bukanlah yang bersifat individual.
Apa yang bisa dikritisi dalam konteks Indonesia? Pertama, masyarakat sipil di Indonesia memang terpisah dan mandiri secara politik di tingkat nasional dan lokal. Namun, tidak semua kelompok Ornop ataupun organisasi massa di Indonesia memiliki afiliasi dengan berbagai partai politik. Di dalam kelompok Ornop misalkan, sebagian besar dari kelompok ini menganggap tidak berafiliasi dengan alasan non partisan dalam menjalankan fungsi pengawasan kepada pemerintah. Kedua, kemandirian masyarakat sipil dan partai politik ini dapat terlihat dalam interaksi keduanya. Sebagai contoh, sebagian besar Ornop masih beranggapan bahwa partai politik dan pemerintah harus dikritisi seperti apa yang mereka lakukan pada masa Orde Baru. Namun demikian, partai politik besar menganggap bahwa kritik dari Ornop itu penting tetapi alangkah bijaknya bila mereka (aktivis Ornop) juga ikut dalam proses-proses pengambilan keputusan politik dan menjadi bagian dari mereka. Diskusi seperti ini masih menjadi pro-kontra di kalangan kedua aktivis organisasi. Ketiga, relasi yang terlembagakan tersebut, tidaklah mungkin bisa tercapai dalam konteks Indonesia. Alasannya adalah fragmentasi kekuatan-kekuatan masyarakat sipil yang cukup kompleks dan juga belum kuatnya relasi politik yang sudah ada antara kelompok-kelompok masyarakat dengan partai politik di Indonesia. Maka yang terjadi adalah relasi berdasarkan pilihan individual berbasiskan kekerabatan diantara para aktor yang terlibat.
Politik Ornop
Paska Reformasi, berbagai Ornop yang bergerak di banyak sektor dan isu memilih sebagai watch dog bagi aktivitas pemerintahan, termasuk parlemen. Sejak awal Reformasi agenda utama dari Ornop adalah bagaimana agar proses pembuatan kebijakan terutama di DPR menjadi lebih terbuka, transparan dan lebih mengutamakan kepentingan publik. Maka posisi yang dipilih oleh Ornop adalah menjadi mitra bagi pemerintah dan politisi DPR untuk menghasilkan berbagai undang-undang yang sesuai dengan kepentingan publik. Peran yang kemudian dilakukan adalah memberi akses informasi dan pengetahuan kepada politisi DPR dan pemerintah tentang hal-hal teknis dan substantif dalam berbagai isu yang akan diusung, membantu sosialisasi dan kampanye isu agar dapat tersampaikan kepada publik dan memastikan agenda yang dibawa oleh Ornop dapat diterima dan masuk dalam undang-undang yang diinginkan. Sayangnya, meski peran yang dilakukan oleh sebagaian besar Ornop telah berhasil dilakukan, namun hasilnya tidak sesuai yang diharapkan oleh mereka. Maka, sebagian besar Ornop yang berkecimpung dan berinteraksi dengan proses pembuatan kebijakan merasa patah arang, putus asa dan kecewa karena proses tersebut telah dibajak oleh politisi ataupun partai politik demi kepentingan mereka. Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam proses pembuatan kebijakan, sebagian aktivis Ornop merasa tidak puas karena hasil yang mereka dorong tidaklah maksimal akibat dominasi negosiasi politik diantara para politisi dalam proses itu.
Dalam situasi kekecewaan dan keputus asaan itu, sebagian para aktor Ornop merasa harus memikirkan perlu adanya strategi lain yang efektif untuk melakukan dan mendorong perubahan-perubahan dalam kebijakan publik. Salah satu strategi penting diambil adalah masuk ke dalam pusaran kekuasaan dengan menjadi anggota DPR ataupun politisi di partai politik. Strategi ini memang memiliki resiko politik yang tidak populer di kalangan mereka sendiri, namun menjadi sebuah alasan yang rasional bagi para aktor Ornop yang merasa kecewa dalam proses pembuatan kebijakan. Pada saat yang bersamaan, partai politik juga membutuhkan orang-orang baru yang mampu mendongkrak dukungan suara atau yang mampu melakukan banyak perubahan di dalam partai mereka. Dalam situasi mutualisme itulah maka para aktor Ornop tersebut memutuskan sebagai calon legislatif dalam pemilu atau menjadi pengurus partai politik.
Namun demikian, pengalaman pemilu 2004 dan pemilu 2009 bagi para aktivis Ornop tidaklah seindah yang dibayangkan, melainkan pengalaman yang tidak mudah dan sulit dilakukan. Maka, tidaklah banyak aktivis Ornop yang mampu memenangkan pemilu legislatif dengan berbagai alasan seperti kurangnya dukungan dana, kurangnya dukungan pemenangan akibat tidak prioritas partai ataupun lemahnya dukungan basis Ornop ataupun kelompok masyarakat yang menjadi binaannya. Namun demikian, hal yang menarik dilihat dalam konteks ini adalah makin kuatnya semangat para aktivis Ornop untuk melakukan perubahan-perubahan di dalam partainya karena memang perlu banyak hal yang harus direformasi di masing-masing partai.
Prospek
Membaca situasi yang digambarkan di atas, saya berpendapat bahwa aktivis Ornop tidaklah perlu risau untuk berpolitik. Ketika Ornop mendorong perubahan-perubahan dalam pembuatan kebijakan, maka posisi Ornop sudah melakukan aktivitas politik dengan melobi dan mendesakkan agenda-agenda mereka. Namun masalah utama dalam politik Ornop yang direspon oleh partai politik adalah kurang tanggapnya Ornop dalam membaca situasi politik di masing-masing partai sehingga kerapkali tujuan yang diinginkan Ornop tidaklah sesuai dengan agenda politik masing-masing partai. Sementara itu, kebutuhan adanya dukungan elektoral ataupun kompetensi lainnya yang bermanfaat bagi partai adalah penting diperhatikan oleh aktivis Ornop yang berkeinginan masuk dalam partai politik ataupun berkeinginan kompetisi dalam pemilu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun