Neleng neng gung…neleng neng gung
Geura gede geura jangkung
Geura sakola ka Bandung
Geura makayakeun indung
Dulu, tembang berrima di atas kerap didendangkan orang tua sambil menimang anak bayinya. Tembang tersebut berisi harapan orang tua pada sang anak. Harapan agar si anak cepat besar, bisa bersekolah sampai tinggi dan membahagiakan orang tua. Demikianlah urang Sunda memandang pendidikan sebagai suatu sarana untuk meraih kebahagiaan!
Tembang tersebut juga menunjukkan urang Sunda sebagai masyarakat yang sangat melek akan pendidikan. Pandangan bahwa pendidikan adalah penting bagi urang Sunda sebenarnya sudah ada jauh sebelum Belanda memperkenalkan sistem pendidikan modern, yaitu sejak zaman kerajaan Sunda melalui Mandala atau Kabuyutan.
Kompleks pendidikan Kabuyutan
Carita Parahyangan (naskah Sunda kuno akhir abad ke-16 ) mencatat, raja Sunda yang bernama Sang Rakeyan Darmasiksa atau dikenal dengan nama Prabu Darmasiksa, merupakan pendiri lembaga pendidikan di tatar Sunda pada masa itu. Lembaganya diberi nama Sanghyang Binayapanti, sedangkan kompleks pendidikannya disebut Kabuyutan atau Mandala.
Kedudukan Kabuyutan memperoleh tempat yang tinggi sehingga sangat dihormati pada struktur kerajaan dan urang Sunda kala itu. Keberadaan Kabuyutan dianggap sebagai tempat yang sakral dan secara formal perlu dilindungi oleh kerajaan. Pengakuan akan Kabuyutan sebagai daerah khusus dan dilindungi keberadaannya oleh kerajaan terungkap pada prasasti Kebantenan I, II, III dan IV.
Kabuyutan sebagai lembaga pendidikan sendiri telah menghasilkan berbagai karya tulis yang isinya terutama berkenaan dengan tuntunan hidup manusia di dunia agar selamat di dunia dan akhirat kelak, di antaranyaSewaka Darma (Koropak 408), Sanghyang Siksakandang Karesian (Koropak 630), dan Amanat Galunggung (Koropak 632).
Memasuki era Islam di tatar Sunda, pendidikanterus berkembang dengan lebih menekankan pada pendidikan keagamaan. Menurut catatan pakar naskah Sunda kuno, Edi Suhardi Ekadjati, terdapat dua model pendidikan agama pada masa Islam di Tatar Sunda, yaitu kegiatan Individual yang dilaksanakan oleh seorang mubalig, dan lembaga pesantren. Lembaga pesantren ini polanya mirip dengan lembaga Kabuyutan dari era sebelumnya.
Pendidikan urang Sunda (Sukabumi) kini
Dengan latar belakang sejarah pendidikan seperti digambarkan di atas, urang Sunda (khususnya urang Sukabumi) saat ini seharusnya jauh lebih baik lagi dalam memandang pentingnya pendidikan. Di satu sisi itu benar. Salah satu indikasinya adalah dengan munculnya berbagai kampus (kurang lebih 28 kampus) yang menawarkan pendidikan tinggi di Sukabumi (kota dan kabupaten).
Namun di sisi lain, masih sangat tingginya angka putus sekolah di Sukabumi sangat mengkhawatirkan. Mirisnya lagi, tingginya angka putus sekolah di Sukabumi berbanding lurus dengan tingginya kasus pekerja anak dan kasus human trafficking. Untuk mencari tahu lebih lanjut silakan browsing melalui Google dengan kata kunci, “penjual manusia di Sukabumi kini incar anak-anak SD.”
Pada titik ini, lembaga-lembaga pendidikan di Sukabumi harus tampil dengan “aroma” yang sedap, sehingga generasi muda Sukabumi terpikat dan ingin mencicipi pendidikan. Lembaga pendidikan tidak bisa hanya tampil biasa saja. Lembaga pendidikan harus tampil luar biasa, salah satu caranya dengan memberikan beragam value added (nilai tambah) yang menarik kepada peserta didik.
Dari sekian banyak kampus di Sukabumi, STT Nusa Putra muncul dengan beragam tawaran value added. Nusa Putra berani memberikan berbagai program beasiswa. Nusa Putra juga punya visi dengan semangat global, salah satunya dengan cara mendatangkan mahasiswa dan dosen dari luar negeri dengan tujuan alih teknologi dan alih budaya (belajar). Kabar terbaru, pihak manajemen Nusa Putra juga dikabarkan akan membuka semacam kantor perwakilan di Singapura untuk menjaring mahasiswa Sukabumi yang mau kuliah di Singapura melalui jalur beasiswa.
Apa yang dilakukan Nusa Putra sangat visioner dan layak ditiru oleh lembaga-lembaga pendidikan lain di Sukabumi. Dengan demikian, urang Sunda (Sukabumi) akan mampu mengejar ketertinggalan dari daerah bahkan negara lain dalam hal pendidikan. Semoga saja! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H