Mohon tunggu...
adot subrata
adot subrata Mohon Tunggu... -

Warga sukabumi yang peduli dengan sukabumi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Publik Dukung Eksekusi Mati Bandar Narkoba

16 Maret 2015   09:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:35 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1426473155648734776

[caption id="attachment_403125" align="aligncenter" width="288" caption="Tatung sedang menyampaikan testimoni pengalaman buruknya dengan narkoba. (sumber foto: panitia penyelenggara acara)"][/caption]

Rencana pemerintah mengeksekusi mati dua warga Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dua terpidana dari kelompok “Bali Nine”, mendapat dukungan dari publik. Bagi publik, eksekusi mati merupakan harga yang sepadan bagi para pengedar narkoba. Narkoba sangat berbahaya dan membunuh generasi muda Indonesia secara perlahan tapi pasti, maka itulah hukuman mati bagi para Bandar narkoba didukung penuh oleh publik.

Selain itu, eksekusi mati terhadap Chan dan Sukumaran juga sudah terlanjur bernuansa politis dan karenanya hukuman mati dipandang sebagai wujud sikap tegas pemerintah Indonesia yang tidak mau berkompromi dengan tekanan asing. Justru jika pemerintah tidak menghukum mati keduanya, akan menjadi preseden yang buruk bagi publik.

Demikian beberapa kesimpulan yang bisa ditarik dari Diskusi Publik yang bertajuk, "Eksekusi Pidana Mati: Menegakkan Kedaulatan Hukum Dalam Pemberantasan Narkoba." Diskusi tersebut diselenggarakan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (UNS) pada Kamis, 12 Maret 2015 yang bertempat di Gedung 3 Fakultas Hukum UNS Surakarta.

Acara yang diselenggarakan dalam rangka memeriahkan peringatan Dies Natalis UNS ke-39 tersebut dihadiri oleh 115 peserta dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, organisasi kepemudaan (OKP), dan kalangan umum.

Kedaulatan hukum Indonesia

Hadir sebagai pembicara dalam Diskusi Publik, Prof. Andrik Purwasito, DEA (Pakar Politik Internasional), Subekti, S.H., M.H.(Pakar Hukum Pidana), dan Lenny Andoko, S.H. (Praktisi Gerakan Anti Narkoba, Ketua Granat Solo). Diskusi Publik juga menghadirkan Tatung, mantan pengguna narkoba yang memberikan testimoninya. Dari kalangan pemerintah lokal, acara juga dihadiri oleh Staf Pasi Intel Korem 074/Warastratama, Kasat Narkoba Polresta Surakarta (Mewakili Kapolresta Surakarta), Staf Kesbangpol Pemkota Surakarta, dan Perwakilan BNN Jawa Tengah.

Dari sudut pandang Prof. Andrik, urusan hukuman mati Chan dan Sukumaran bukan semata masalah hukum, tetapi juga menyangkut martabatbangsa. Dalam konteks ini, Indonesia harus berani menunjukkan kedaulatan hukum yang menjadi harga mati yang tidak bisa diutak-atik oleh bangsa lain.

Andrik juga menekankan tentang bahaya narkoba itu sendiri. “Ada satu tugas penting negara selain menegakkan kedaulatan dan menjaga harga diri serta martabat bangsa, yaitu melindungi generasi muda dari narkoba dengan memberikan teladan dari para pemimpinnya serta memberi peluang dan lapangan kerja kreatif dan inovatif,” ujar Andrik.

Hal senada diungkapkan Lenny Andoko. Menurutnya, narkoba merupakan bentuk penjajahan yang sistematis, kejahatan kemanusiaan yang tidak kalah bahaya dari perang secara konvensional. “(peredaran narkoba adalah) Suatu bentuk atau cara pemusnahan manusia dengan jalan bukan peperangan secara menggunakan senjata api. Indonesia sudah memasuki darurat narkoba, dimana jumlah korban penyalahgunaan narkoba sudah demikian banyak,” ujar Lenny.

Hukuman mati masih relevan

Perihal wacana relevan tidaknya hukuman mati, pembicara Subekti manandaskan bahwa hukuman matisebagai salah satu hukum positif yang berlaku di Indonesia yang masih sangat relevan dan karenanya harus dipertahankan.

“Hukuman mati adalah hukuman yang paling tua di Indonesia. Pasal 10 KUHP menyatakan pidana pokok adalah pidana mati. Banyak UU di luar KUHP yang menjadikan hukuman pidana mati sebagai sangsi, seperti UU anti korupsi, UU Anti-terorisme, dan lain-lain. Bagi bangsa Indonesia, hukuman pidana mati masih dibutuhkan terutama untuk sanksi bagi yang melakukan kejahatan kemanusiaan,” tandas Subekti.

Dalam kesempatan lain, testimoni Tatung membuat suasana lebih hidup dan interaktif. Tatung menegaskan dan benar-benar mewanti-wanti agara generasi muda tidak terjerumus memakai narkoba. Sepanjang pengalamannya, Tatung mengaku tak pernah mendapat hal positif dari narkoba. Ia malah merasa tak bisa melakukan apa-apa sama sekali.

Menurut panitia, rencananya acara serupa akan diadakan di berbagai tempat di daerah lain. Targetnya memberikan wawasan kepada generasi muda tentang bahaya narkoba dan pentingnya menerapkan hukuman mati bagi para Bandar narkoba.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun