Mohon tunggu...
Farida Chandra
Farida Chandra Mohon Tunggu... -

praktisi, pemerhati hukum ketenagakerjaan budidaya ikan lele dan pisang kepok pelestari dan usaha batik tulis madura

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Akun Nol Artikel

13 Agustus 2014   03:33 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:42 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Hari ini, tepat 103 hari saya mulai bergabung terverifikasi dengan Kompasiana. Harusnya saya ingin rayakan penulisan 100 hari pertama tapi ga sempat-sempat jadi kelewat deh…hehe…

Lumayan produktif mungkin?

85 Artikel

234 Tanggapan

97 Teman

Di awal-awal saya mulai rajin menulis, wah masa-masanya mau pilpres yang dibahas pilpres melulu. Senang, dapat banyak teman, dapat banyak tanggapan, meski kadangkala kasar banget kata-katanya. Tapi ini justru cambuk untuk saya terima apapun kata orang. Ya namanya juga bebas asal mau tanggungjawab.

Tulisan ternyata mampu mempengaruhi orang lain. Berguna bagi orang lain. Atau justru meruntuhkan mental kita sendiri. Belajar dari para tokoh pejuang intelektual dulu yang senantiasa membuat buku (dibukukan) sebagai alat perjuangan. Seperti buku Surat-surat Kartini yang masih saya simpan tapi sudah hilang sampulnya entah ke mana dan oleh siapa yang merobeknya karena dipinjam oleh banyak orang.

Saya juga sering baca artikel teman-teman, kadang (atau sering) komentar juga sih. Hmm…Semoga tidak menyinggung perasaan ya…meski kadang menyindir, agar dimaafkan. Beribu maaf, kalau bisa berjuta maaf deh.

Sepengamatan saya, ada banyak akun yang komentarnya rada-rada “kejam” menurut ukuran saya untuk ungkapan kekesalan, ketidaksetujuan, kemarahan, dll dengan ketikan kata yang kasar, kurang mendidik jauh dari EYD. Maaf, misalnya: huuuuuh ngiriiiii….!!!! Dasar anj*ng!!! Pake otak!!!

Komentar seperti itu bukan di artikel saya sih. Tapi saya pernah juga minta admin untuk hapus komentar di artikel saya karena beberapa kali copas atau mirip, yang seirama dengan contoh komentar itu. Orang-orang ini akunnya hampir semua ternyata NOL artikel. Hanya bisa komentar kasar. Mungin itu yang disebut akun kloningan?

Yang pasti saya prihatin dengan hal ini. Ini citra kita. Citra intelektual kita. Citra media kita. Mari saling membangun melalui tulisan. Meski kita belum tentu kenal dan bertemu via darat, ingat dunia ini sempit. Dan ini dunia Anda yang belum tentu sesaat. Kelak bisa dibaca oleh anak-cucu-keluarga atau teman-sahabat Anda. Kecuali Anda tak peduli karena lingkungan hidup Anda juga seperti Anda. Apa kata mereka dan kata pendiri Kompas jika tahu begini kondisinya?

Saran saya tentunya akan lebih santun, produktif dan terhindar dari kepikunan jika kita coba untuk mulai menulis artikel yang tidak perlu serumit seperti analis atau penulis buku profesional, yang simpel-simpel saja daripada cuma comment-comment yang kurang bermutu dan menunjukkan di mana kelas kita berada.

Setuju?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun