Apapun makanannya, yang penting pakai sambal!
Sebagian masyarakat Indonesia suka makan sambal. Sekedar sambal kecap pun oke-lah. Ada sambal yang harus diolah dulu seperti terasi, sambal bajak, sambal dabu-dabu. Sambal matah khas Bali, atau sambel pencit (mangga muda) ala Bebek Sinjay Bangkalan. Bikin gobyos! Ada Sambel ijo khas rumah makan padang atau sambal roa Manado, hmm…
Kita penyuka sambal pun harus maklum dan mengurangi konsumsi sambal ketika harga cabe naik hingga 100ribu/kilo. Gagal panen, curah hujan tinggi dan gunung meletus.
Cabe itu ada aneka jenis. Ada berbagai tingkatan rasa pedas juga.
Ada cabe merah besar, cabe ceplik (cabe merah yang masih ijo) dan cabe keriting, ukurannya lebih besar daripada cabe rawit, cabe domba (orange, lebih besar daripada cabe rawit), cabe putih (kuning kehijauan).
Masih ada beberapa jenis varietas cabe. Paprika termasuk dalam keluarga cabe-cabean juga.
Di balik pedasnya cabe, ada banyak manfaat cabe. Belum ada uji klinik, sih. Konon di antaranya bisa memperlancar peredaran darah dan menghambat pertumbuhan sel kanker. Juga mengurangi sakit kepala migrain. Kalau sariawan, rasanya maknyus kena gusi tapi cepat sembuh.
Kalau ke-pedes-an, sebaiknya minum air putih hangat. Bukan air es. Karena mampu meredakan rasa pedas lebih cepat daripada air es. Huh hah!
Kini harga cabe turun lumayan banyak, eh koq masih impor cabe? Cabe jenis apa?
Konon ketersediaan cabe kering giling atau tumbuk masih minim. 8-10 kilo cabe segar hanya bisa untuk 1 kilo cabe kering atau tumbuk.
Data BPS, impor cabe kering giling bulan Februari di angka 213 ton senilai US$ 211 ribu. Maret naik jadi 430 ton senilai US$ 509 ribu. Wow!
Impor cabe kering tumbuk di bulan Februari 1.577 ton senilai US$ 1,9 juta. Maret naik jadi 2.169 ton atau US$ 2,5 juta
Andai setiap keluarga punya satu pot aja tanaman cabe atau cara hidroponik gitu, pastinya bisa swasembada pangan dan ga perlu impor lagi.
Atau lembaga penelitian semacam IPB dapat menemukan teknologi, bagaimana cara panen cabe lebih cepat dan lebih banyak tanpa kenal musim. Seperti durian montong atau jeruk mandarin. Mereka bisa ekspor sepanjang tahun, masak kita impor terus tanpa ada akhirnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H