Mohon tunggu...
Farida Chandra
Farida Chandra Mohon Tunggu... -

praktisi, pemerhati hukum ketenagakerjaan budidaya ikan lele dan pisang kepok pelestari dan usaha batik tulis madura

Selanjutnya

Tutup

Politik

Partai Buruh di 2019, Mungkinkah?

6 Mei 2014   18:12 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:48 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buruh kini bebas bicara. Untuk itu perlu saluran aspirasi. Setidaknya penetapan UMK bisa cukup memuaskan buruh. Tidak cukup dengan demo, demo dan demo.

Kini buruh (formal, non formal) di kisaran 100juta orang. Patut diperhitungkan.

Kalau Pemilu tahun 1955 saja Partai Buruh dengan 224.167 suara bisa punya 2 kursi di DPR dan dengan 332.047 suara bisa punya 5 kursi di Konstituante, mengapa sekarang tidak?

Barisan Buruh Indonesia adalah cikal bakal partai buruh. Didirikan tanggal 15 September 1945 dan jadi parpol sejak tanggal 9 Nopember 1945 bernama Partai Buruh Indonesia. Di dalamnya ada Barisan Buruh Wanita yang dipimpin oleh S.K. Trimurti (kemudian jadi Menteri Tenaga Kerja Pertama).

Partai buruh tiarap puluhan tahun dan kembali eksis dalam Pemilu pertama masa reformasi tahun 1999 dengan nama Partai Buruh Nasional (no. urut 37). Ikut lagi tahun 2004 dengan nama Partai Buruh Sosial Demokratik (no. urut 2). dipimpin Pak Muchtar Pakpahan, dan berubah nama lagi di tahun 2009 jadi Partai Buruh (no. urut 44).

Pemilu tahun 2014 ini tidak ada partai buruh. Sesuai pengumuman KPU tanggal 28 Oktober 2012, Partai Buruh tidak memenuhi syarat administrasi.

Oh, ya!

Pada Pemilu 1999 itu ada 3 partai lagi yang mewakili suara buruh yaitu Partai Pekerja Indonesia, Partai Solidaritas Pekerja, Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia. Seluruhnya kurang dari 1% suara sehingga tidak dapat kursi di DPR dan tidak ikut lagi jadi peserta di pemilu berikutnya.

Tahun 2002 berdiri Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI). Ikut pemilu 2004 tapi tidak cukup suara untuk duduk di DPR. Tapi masih bisa lolos ke pemilu 2009 dengan nomor urut 3.

Sebetulnya PPPI ini partai yang ideal. Tempat bergabungnya organisasi pengusaha dan serikat buruh/pekerja. Pekerja formal maupun informal. Kalau ketua umumnya dari pengusaha, sekjennya dari serikat buruh/pekerja. Kompak!

Tapi ternyata nasibnya idem dengan Partai Buruh. PPPI juga tidak cukup suara untuk duduk di DPR.

Tahun 2014 PPPI idem juga, juga tidak memenuhi syarat administrasi.

Lalu, ke manakah mereka memberikan hak suaranya?

Khusus untuk pilpres, konon 2 organisasi besar serikat pekerja telah mantap memilih Jokowi sebagai presiden dengan alasan telah andil menaikkan UMK 2013 secara significant dan diikuti oleh propinsi lain di Indonesia.

Mimpi jadi partai buruh seperti di negara lain seperti Inggris, Australia atau Korea Selatan? Harus mulai dari sekarang supaya bisa maju di pileg 2019, mas bro! Andai pun ada parpol yang menawari tokoh buruh untuk menjabat jadi Menaker, percayalah itu hanya sesaat. Lebih langgeng punya ‘rumah sendiri’.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun