Setiap ke Yogyakarta, rasanya belum lengkap kalau saya belum mampir dan antri di Warung Gado-gado dan Lotek Kolombo.
Suami yang alumni salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta itu yang mengenalkan lidah saya dengan makanan seenak itu. Murah, lagi!
Sayangnya suami saya tidak pernah memberi jawaban, mengapa diberi nama Gado-gado Kolombo?
Ternyata jalan itu dulu bernama Jalan Kolombo. Hingga ada “Peristiwa Gejayan” di mana lokasi yang adem dengan pepohonan yang rimbun itu, besok 8 Mei genap 16 tahun lalu, pernah terjadi bentrokan hebat dalam demo ribuan mahasiswa dengan aparat keamanan dan mengorbankan nyawa orang.
Saat itu aparat keamanan membubarkan para mahasiswa dengan panser penyemprot air dan gas air mata. Para mahasiswa melawannya dengan batu dan petasan. Area sekitar kampus rusak. Pukulan demi pukulan diterima hingga malam hari tapi tetap tidak menjadikan para mahasiswa itu gentar dan mundur.
Hingga akhirnya terdengar letusan senjata, para demonstran mundur bubar jalan. Dan tertinggal beberapa orang korban tergeletak di aspal. Satu orang mahasiswa, kepalanya hancur terkena pukulan benda tumpul. Dengan telinga dan hidung mengeluarkan darah segar. Tangannya patah. Tidak lagi tertolong, Moses Gatutkaca, meninggal dunia.
Menurut Harian Bernas, Moses Gatutkaca asal Banjarmasin adalah alumnus Akademi Perindustrian Yogyakarta. Sebelumnya diberitakan sebagai mahasiswa FMIPA Sadar alias Sanata Dharma Yogyakarta.
Moses, Pahlawanku, pengorbananmu sungguh mulia! Semoga engkau tenang di sisi-Nya.
Untuk mengenangmu, Jalan Kolombo kini jadi Jalan Moses Gatutkaca.
Berkat kamu, Pahlawan Reformasi, kini kami boleh pilih presiden yang sesuai dengan nurani kami.
Sesungguhnya semuanya memang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Ketika rakyat ingin reformasi. Ketika rakyat ingin pemimpin baru. Dengarkanlah!
Ketika kini masih banyak pemimpin tetap ingin berkuasa, ingin koalisi, ingin bagi-bagi kursi, apapun caranya, jangan memaksakan diri. Apalah artinya kekuasaan yang akan engkau raih, jika rakyat tidak menghendakimu lagi?
Karena rakyat hanya ingin pemimpin baru. Generasi baru. Harapan baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H