Andai tidak pernah ada Marsinah, mungkin saya pun tidak pernah mampu melawan ketidak-adilan. Diminta mengundurkan diri dari perusahaan, ya berhenti aja. Tanpa pernah berpikir bagaimana tatacara dan ketentuan perundangan ketenagakerjaannya. Dan apa hak kita.
Andai 21 tahun lalu Marsinah tidak mengorbankan nyawanya, mungkin tidak pernah ada reformasi di bidang ketenagakerjaan. Tidak akan ada pembaharuan undang-undang ketenagakerjaan. Tidak akan ada demo buruh yang berakhir damai.
Jaman sekarang, seseorang harus bisa jadi pahlawan bagi dirinya sendiri.
Mengapa dirinya sendiri? Karena banyak orang apalagi di kota besar, makin individualis. Begitu kita harus menghadapi perlakuan tidak layak dari perusahaan, teman-teman dekat perlahan menjauh. Mau aman sendiri.
Saya tahu saya diperlakukan tidak layak ketika saya yang Manager Personalia di PT Grahadhika Sarana Purnajati (“Miracle Aesthetic Clinic”) dikondisikan PHK. Selama proses PHK berlangsung, saya harus menggunakan “the power of sabar” ketika ditempatkan di ruang security dengan standar fan (kipas angin) di hawa Surabaya yang panas, tanpa PC apalagi laptop.
Saya punya cara sendiri untuk melawan ketidak-adilan. Tentu dengan cara intelek. Tidak balas berbuat tidak layak yang menurunkan integritas kita sendiri. Akhirnya tuduhan melanggar berbagai peraturan perusahaan seluruhnya tidak terbukti.
Seluruhnya? Yap! Mulai dari tingkat PHI, Kasasi hingga PK. Oh, Gusti Pancen Ora Sare!
Pendidikan dan pengetahuan itu penting untuk memproteksi diri dari kemungkinan perlakuan yang lebih daripada itu. Seorang Marsinah yang lulusan SMA, hobi baca. Tentang apa saja. Juga dengar berita di radio dan tivi. Ia cerdas. Bersama belasan rekan lainnya, ia tahu bagaimana cara negosiasi penyesuaian gaji dengan perusahaan.
Saya tahu, saya tidak sehebat Marsinah. Nyalinya luar biasa! Di usia 24 tahun, ia sudah berani melawan ketidak-adilan. Itu mengapa ia layak mendapat Penghargaan Yap Thiam Hien.
Semoga jangan ada juga yang bernasib seperti Mutiari, Kepala Personalia tempat Marsinah bekerja. Ia sedang hamil ketika bersama boss dan beberapa orang di lingkungan perusahaan ditahan dan diadili. Suaminya dituntut keluarga besarnya untuk menceraikannya karena Mutiari dianggap mempermalukan keluarga besar.
Mutiari divonis bersalah oleh Majelis Hakim PN Sidoarjo. Namun setelah banding di Pengadilan Tinggi dan Kasasi di MA, seluruh jajaran manajemen termasuk Mutiari dan boos-nya, dinyatakan tidak bersalah dan bebas murni.
Jadi, siapa yang menganiaya Marsinah hingga meninggal? Gusti Ora Sare!
Baca juga :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H