Tragedi bagi-bagi es krim yang meluluhlantakkan Taman Bungkul yang indah itu akhirnya berbuntut laporan kepolisian. Prosesnya sampai di mana, ya?
Laporan ke kepolisian itu konon dikritik oleh Ketua Komisi D DPRD Surabaya dengan alasan mempengaruhi iklim investasi di Surabaya.
Entah apakah ada hubungan langsung antara taman yang rusak dengan iklim investasi.
Kalau mau investasi, calon investor pasti akan survey pasar dan kulonuwun dulu kepada pimpinan tertinggi suatu daerah. Kalau mau inves di Surabaya, ya harus mau mengerti karakter pemimpinnya. Kepala rumah tangganya. Bagaimana karakter masyarakatnya.
Bukan ‘slonong boy’. Tidak ada ijin Pemkot. Konon punya Ijin Keramaian tapi buat 100 orang. Lhah koq promonya bagi-bagi es krim buat 5.000 orang?
Wong Suroboyo iku bedo, cak!
Saya bukan ‘ngecap’ (memuji). Kalau dibilang penurut, masyarakat di Surabaya ini cukup penurut, lho! Coba lihat arus lalu lintas. Sepeda roda 2 di kiri, hampir semuanya nurut di kiri. Nyalakan lampu depan juga. Klik helm juga. Tahu, nggak, kenapa? Soalnya malu nanti kalau dijepret wartawan dan ditayangkan di koran Jawa Pos…hehe…
Itu salah satunya.
Koran nasional pun semua tahu yang namanya Kompas. Tapi pemain utamanya, maaf ya, tetap Jawa Pos. Bahasanya merakyat. Gampang dicerna oleh Pak Becak juga.
Satu lagi. Kemarin saya ngadem di Taman Flora, eks Kebun Bibit di Bratang. Luar biasa asri. Luar biasa bersih. Petugas kebersihan terus keliling memunguti sampah termasuk dedaunan yang berguguran sehingga kebersihan terjamin. Semua permainan gratis. Masuk pun gratis. Cukup bayar parkir saja.
Yang menarik, ternyata ada beberapa investor nasional seperti Taxi Blue Bird, Bank Danamon, ternyata CSR-nya di Taman Flora ini. Kalau Blue Bird, menanam aneka bibit tanaman toga alias tanaman obat. Kalau Bank Danamon, menyediakan beberapa tempat sampah.
Cukup mudah dilakukan dan berbiaya murah. Dibandingkan jika harus mengganti berbagai tanaman yang rusak di Taman Bungkul.
Nampaknya perusahaan-perusahaan itu juga mempertimbangkan selera Walikota-nya. Mengena di hati. Setidaknya kalau ada masalah seperti Wall’s (semoga tidak), ya lebih mudah buat ketemu Bu Wali.
Nah, kalau CSR-nya Wall’s atau Unilever buat Surabaya, apa dong?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H