Kasus PT Naila Syafaah, sebuah agen travel umrah, menjadi sorotan setelah adanya dugaan penipuan terhadap jemaah yang tidak diberangkatkan umrah meski sudah membayar. Jemaah mengeluhkan ketidakjelasan keberangkatan serta janji-janji yang tidak terealisasi. Kasus ini menambah daftar panjang penipuan umrah yang kembali terjadi di Indonesia.
Banyak pihak mengkritik Kementerian Agama (Kemenag) karena dinilai lambat dalam menindak agen travel bermasalah. Meskipun Kemenag memiliki kewenangan untuk mengawasi dan memberikan izin kepada penyelenggara umrah, respons terhadap agen yang bermasalah dinilai kurang cepat dan tegas. Kritik ini muncul karena kasus-kasus serupa sering terjadi, dan masyarakat berharap adanya tindakan preventif yang lebih baik dari Kemenag.
Kemenag sendiri menyatakan bahwa mereka terus berupaya memperketat pengawasan terhadap biro umrah, termasuk memberikan sanksi kepada biro yang terbukti bermasalah. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa jemaah sering kali masih menjadi korban penipuan. Kasus PT Naila Syafaah memperlihatkan bahwa pengawasan yang lebih efektif dan respons yang lebih cepat sangat dibutuhkan untuk melindungi masyarakat dari penipuan umrah di masa mendatang.
Dalam menganalisis kasus hukum ekonomi syariah seperti penipuan umrah oleh PT Naila Syafaah, aliran **positivisme hukum** dan **sociological jurisprudence** menawarkan pendekatan yang berbeda dalam memahami masalah hukum.
### 1. **Pandangan Positivisme Hukum:**
Positivisme hukum berfokus pada **aturan yang berlaku** secara formal dan terpisah dari aspek moral atau sosial. Pendekatan ini menekankan pentingnya penerapan hukum positif, yaitu undang-undang dan peraturan yang telah ditetapkan secara resmi oleh otoritas yang berwenang. Dalam konteks kasus PT Naila Syafaah, positivisme hukum akan menganalisis apakah tindakan agen travel tersebut melanggar peraturan yang berlaku, seperti:
- **Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019** tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur tentang tata cara penyelenggaraan umrah.
- **Sanksi administratif** atau pidana yang dapat dikenakan kepada penyelenggara umrah yang melanggar aturan.
- Mekanisme penegakan hukum oleh Kementerian Agama (Kemenag) dan otoritas terkait dalam menindak agen travel yang melakukan penipuan.
Dari sudut pandang positivis, jika PT Naila Syafaah melanggar ketentuan yang ada dalam peraturan hukum yang berlaku, maka mereka harus dihukum sesuai dengan aturan tersebut, tanpa mempertimbangkan konteks sosial atau etika di balik tindakan mereka. Fokus utama adalah kepatuhan pada hukum tertulis.
### 2. **Pandangan Sociological Jurisprudence:**
Sociological jurisprudence, yang dikemukakan oleh para pemikir seperti Roscoe Pound, menekankan bahwa hukum harus dipahami dalam konteks **realitas sosial dan fungsinya dalam masyarakat**. Pendekatan ini lebih memperhatikan bagaimana hukum berdampak pada kehidupan masyarakat dan bagaimana hukum berfungsi sebagai alat untuk mencapai keadilan sosial.
Dalam kasus penipuan umrah oleh PT Naila Syafaah, pandangan ini akan mengkaji faktor-faktor sosial yang mempengaruhi munculnya masalah tersebut, seperti:
- **Konteks sosial-ekonomi** para jemaah, yang sering kali merupakan masyarakat dengan harapan besar untuk menunaikan ibadah umrah namun tidak memiliki banyak pilihan atau informasi untuk menilai biro travel.
- **Ketidakefektifan pengawasan** oleh Kementerian Agama dan otoritas terkait, yang mungkin disebabkan oleh struktur birokrasi yang tidak efisien atau lemahnya regulasi terhadap agen travel umrah.
- **Aspek kepercayaan masyarakat** terhadap biro travel umrah berbasis syariah, yang mungkin dieksploitasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sociological jurisprudence akan mendorong perubahan dalam sistem hukum yang lebih responsif terhadap kebutuhan dan realitas sosial. Dalam hal ini, Kemenag mungkin dikritik karena tidak cukup cepat merespons atau tidak memiliki mekanisme pengawasan yang tepat untuk mencegah penipuan tersebut. Pandangan ini juga akan menyoroti pentingnya regulasi yang tidak hanya bersifat normatif tetapi juga efektif dalam melindungi masyarakat.
### Kesimpulan:
- **Positivisme hukum** fokus pada pelanggaran aturan tertulis dan menegakkan sanksi berdasarkan hukum yang berlaku.
- **Sociological jurisprudence** berfokus pada aspek sosial yang mempengaruhi terjadinya pelanggaran, serta mendorong reformasi hukum yang lebih mencerminkan kebutuhan masyarakat dan keadilan sosial.