Mohon tunggu...
Mariana Poliraja
Mariana Poliraja Mohon Tunggu... -

Takjub dengan keberagaman bangsaku, Pembohong yang paling besar adalah orang yang bisa membohongi nurani nya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bapa Lopaleng

24 Mei 2012   12:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:52 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Artikel itu tak sengaja saya baca. Nyatanya memberikan saya masukan dan membangun mimpi  untuk pulang ke kampung halaman Bapa. Pulau itu bernama Adonara.  Sayapun mengkhayal berkelana..

Sebagai gadis yang baru tumbuh, saya beruntung bisa bersekolah dan tinggal dalam asrama. Lokasinya di Timur Jakarta , tepatnya depan sekolah itu ada Perusahaan Film Negara. Dikompleks  Asrama ada kapel Susteran dan Gereja. Saya belajar disiplin dan ber peri laku mulia.  Saya berseragam dengan lencana SERVIAM  dan latihan baris berbaris. Saya juga belajar drum band sekolah.

Setiap sore saya duduk di halaman gedung SMP yang berbatasan dengan pinggir kali Ciliwung. Sesekali getek ( rakit ) melintas dan saya bersuit suit gembira sambil melambaikan tangan.  Maklum saja saya anak asrama yang tidak pernah keluar melihat jalan raya.

Saya berteman dengan salah satu putri  prajurit Baret Merah. Kami juga aktif di Pramuka.  Alangkah bangga dan senangnya saya bersama ajudannya bisa naik panser keliling jalan raya. Itu waktu zamannya peralihan orde lama.

Adonara..!.adonara... ! seorang pria baya berambut keriting dan berkulit hitam memanggil dan saya tersenyum malu  padanya. Saya tahu dia orang Flores dan guru kimia.  Dia yang pertama kali bilang kalau Bapa saya berasal dari Adonara.

Dalam sebulan saya pulang kerumah orangtua. Satu kali saya bertanya pada Bapa. " Apa itu Adonara Pak ? "

Bapa saya  terlalu sibuk buat banyak bicara . Didua tempat bapa saya bekerja.  Binatu dan penjaga malam Bank Indonesia. Cuma sering kali dia berujar : " kalau besar nanti , kamu harus kawin dengan orang Timor,  sama bapa punya sudara. "

Satu hari saya menyeberang dari desa ke Larantuka. Dengan Sope ( perahu kayu ) saya melihat Bulan penuh bergantung di langit sana. Ada bekal ikan dan jagung titi , tapi saya tidak kepingin makan apa apa.  Pemilik perahu nampak sigap berjaga. Dia bilang : " Arus laut selat Flores kadang bahaya " Saya yang mual dan penuh takut mencoba nyanyi lagu lama. "  oohh Floresku...tanah airku....semalam malam beta dilaut..." Lautan lebar ooh Flores jauuhh. " suara saya makin lama makin tak berirama.

Pesawat kecil Trans Nusa baru saja tiba di Larantuka. Setelah 40 tahun, mimpi dan artikel adonara mulai jadi nyata.  aahh... saya baru saja lewotana.

Perjalanan dari Tanah Merah ke ibukota Waiwadan membuat tubuhku terguncang. Saya  bengong  melewati dua desa dengan dua keyakinan agama berbeda hidup rukun berdampingan .. sepanjang jalan saya banyak bertanya ? ini koperasi siapa punya? ini gereja apa ? Pasar cuma buka hari Rabu saja ?  Saya sungguh terpana  di kampung halaman Bapa. Padahal minggu lalu saya baru saja kembali dari negeri Singa. Berpose di Universal Studio dengan model Cleopatra.  ( Narsis juga ya ? )

Di Adonara saya dibilang anak Lopaleng. Bukan kata saya . " Bapak saya Paulus "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun