Pertama-tama izinkan saya mengucapkan turut berduka sedalam-dalamnya atas musibah KMl Zahro Express. Semoga arwah para korban di terima di sisi-Nya. Keluarga para korban di berikan kekuatan. Berdoa agar investigasi oleh pihak berwenang berjalan lancar, obyektif, dengan harapan musibah ini tidak terulang lagi.
Saya bukan orang pulau. Frekuensi melaut, menyebrang dari daratan Jakarta ke pulau di Kepulauan Seribu, pasti masih kalah sama warga pulau. Kondisi saya tidak lebih dari penikmat wisata bahari khususnya di Kepulauan Seribu. Sejak 2003 sampai sudah sering nyebrang ke Pulau Pramuka, Pulau Tidung, Pulau Harapan, Pulau Pari, Pulau Bira, Pulau Sepa, Pulau Bidadari, Pulau Untung Jawa. Yang paling sering adalah Pulau Pramuka.
Salah satu alasan kenapa saya bisa nge-fans sama Kepulauan Seribu pasti karena eksotiknya. Laut biru yang masih bening, belum kena pencemaran, bikin memikat. Namun ada alasan lain yaitu transportasi yang murah meriah. Saya yakin ini juga yang dinikmati para penggemar wisata bahari di Kepulauan Seribu khususnya.
Pastinya saya tidak tahu persis kondisi Kapal Zahro yang melayari dari Muara Angke ke Pulau Tidung. Pastinya juga kapal Zahro bukanlah satu-satunya kapal penyeberangan. Yang saya tahu ada banyak kapal sejenis KM Zahro. Bisa di lihat di Pelabuhan Muara Angke. Sekarang di pindahkan di Kali Adem masih di kawasan Muara Angke.
Kapal penyeberangan yang rata-rata terbuat dari kayu, di hari biasa selain weekend lebih banyak berfungsi mengantar warga pulau ke daratan pulang pergi untuk berbagai keperluan. Barang-barang kelontong, sayur, beras, gas, dan lain-lain sering di angkut kapal-kapal seperti itu. Tidak jarang mengangkut motor yang digunakan warga di pulau. Saat weekend, kapal-kapal tersebut sering dipenuhi oleh wisatawan.
Pelayaran ke Pulau Tidung pernah saya lakukan beberapa waktu lalu. Apakah menggunakan Kapal Zahro, tidak tahu pasti. Hampir tidak pernah memperhatikan nama kapal. Yang penting naik ke kapal yang sesuai tujuan. Duduk manis. Dengar musik atau melamun atau ngobrol sesama penumpang lain sambil mengisi pelayaran sekitar 2 jam.
Boleh dibilang umumnya pelayaran ke Pulau Tidung apalagi di hari-hari libur mirip pelayaran ke pulau-pulau lain seperti Pulau Pramuka, Pulau Pari, Pulau Harapan. Rame...penuh...kira-kira begitulah. Jenis kapal yang digunakan sedikit banyak ada kesamaan dengan KM Zahro yaitu kapal kayu. Yang membedakan adalah besar kecilnya masing-masing kapal. Berarti daya tampung maksimal tidaklah sama.
Pelayaran sekitar 2 jam ke pulau-pulau termasuk ke Pulau Tidung sekarang sudah semakin rapi. Dulu kapal-kapal ke pulau-pulau tadi sering disebut “ojek kapal”. Sampai sekarang masih. Kondisinya, ya silahkan langsung naik ke kapal sesuai tujuan. Begitu penuh berangkat. Bayar di kapal. Sekarang sebenarnya sudah lebih rapi. Ada penjualan tiket. Calon penumpang di haruskan memegang tiket sebelum diizjinkan naik ke kapal. Sebelum berangkat di data lebih dulu nama dan nama dan jumlah rombongannya jika pergi rombongan.
Jaket Pelampung
Yang membedakan saat memasuki kapal dulu, di tahun 2003, saat pertama kali melaut ke pulau, pelampung ada tapi ngga banyak. Sekarang gampang sekali dilihat dan dijangkau. Dulu pelampung di taruh dan diletakkan begitu saja. Sekarang penataan pelampung lebih rapi. Sayangnya tata letak pelampung menjadi kacau tidak rapi begitu penumpang masuk kepal.
Awak kapal tidak bisa disalahkan karena tidak membagikan pelampung secara tertib satu per satu kepada penumpang yang naik ke kapal. Para awak kapal biasanya sibuk menyiapkan pelayaran, sibuk membantu penumpang yang membawa barang banyak. Akibatnya begitu di dalam kapal penumpang mengambil pelampung seenaknya. Begitu lihat dan belum ada yang pegang langsung diambil. Sering diambil 3 sekaligus untuk rombongannya. Saat berangkat, masih dulu ya, awak kapal tidak memastikan semua penumpang memegang pelampung.