Jemaat “Kapal Selam”, wuaaa....apa-an itu? Macam-macam saja istilahnya. Di kamis gerajawi tak ada istilah apalagi defisini itu. Ada-ada saja nich.
Mencermati hari raya umat Kristiani sebutlah Jumat Agung, Paskah, Natal, ada fenomena menarik. Gereja selalu penuh jemaat. Bludak.....!!! kondisi ini seakan sudah menjadi tradisi, kebiasaan setiap tahun khususnya memasuki hari raya tersebut.
Rasanya kondisi yang mem-bludak tersebut hampir di setiap gereja yang menyelenggaran ibadah Natal, Jumat Agung, maupun Paskah. Seakan sudah sama-sama maklum. Pengurus gereja ektra kegiatan menyiapkan tenda dan ekstra bangku sampai di pekarangan gereja. Sesuatu yang tidak perlu dilakukan jika ibadah biasa di hari Minggu misalnya. Demi keamanaan perlu mendatangan ekstra tenaga keamanan, entah itu satpam setempat, hansip, bahkan pihak kepolisian. Sesuatu yang jarang jika ibadah "biasa".
Meski ter-ucap keluhan secara diam-diam. Agar dapat tempat duduk butuh persiapan datang sejam bahkan 2 jam sebelum ibadah di mulai. Selesai ibadah mau keluar aja butuh antri 1 jam. Belum lagi waktu yang dibutuhkan untuk lepas dari jeratan parkir kendaraan bagi yang membawa kendaraan pribadi. Jalan di sekitar pun terkena imbas. Muaceett.....
Karena semua ini bagian dalam ibadah hari besar komplain pun harus di tahan. Kemacetan pun di maklumi. Khan ngga sering-sering, Cuma setahun sekali. Pun ada komplain secara terbuka di anggap tabu. Karena semuanya dalam rangka ibadah. Urusannya sama yang DI ATAS.
Padahal ibadah “biasa” ngga begitu. Maksudnya ya ibadah hari Minggu di luar Natal, Jumat Agung, Paskah, yang di adakan setiap gereja. Kalau bukan dalam rangka peringatan Natal, Jumat Agung, Paskah, tidak se-bludak seperti ini. Contoh di gereja tempat saya biasa ber-ibadah, ibadah “biasa” rata-rata yang hadir sekitar 300 jemaat. Khusus untuk hari raya tesebut bisa mencapai 1000 jemat sekali ibadah.
Kog bisa ya bisa sampai bludak begitu?
Jawabannya sederhana aja, Natal, Jumat Agung, Paskah, adalah ibadah yang sangat istimewa. Bukankah jemaat Kristiani baik Katholik maupun Protestan sudah memahami ke-istimewa-an ibadah tersebut. Pemerintah juga memberikan perhatian dengan menjadikan hari libur.
Karena ibadah yang istimewa maka ritual ibadah pun di buat secara istimewa juga. Kalau ibadah “biasa” tidak perlu ada fragmen atau drama, kali ini harus ada. Jika ibadah “biasa” prosesi memulai ibadah sederhana. Cukup pendeta dan pengurus berjalan dari pintu masuk menuju mimbar di iring-i permainan organ. Karena ibadah istimewa, prosesi di buat lain dari yang lain. Misalnya ada arak-arak-anjalan Salib oleh pemuda gereja di ibadah Jumat Agung. Intinya meski sudah dilakukan secara sederhana tetap di buat lebih semarak di banding ibadah “biasa”.
Fenomena yang tidak bisa di sangkal adalah kehadiran Jemaat “Kapal Selam” itu tadi. Lagi-lagi pertanyaannya, apa-an sich itu? Siapa? Jawabannya adalah jemaat yang muncul yang ibadah hanya hari-hari tertentu seperti Natal, Jumat Agung, Paskah. Di luar ibadah tersebut mereka tidak muncul alias tidak ibadah. Istilahnya, muncul lalu tenggelam lagi. Ilustrasinya persis seperti kapal selam.
Dengan alasan kesibukan, capek kerja, kepingin istirahat, atau bahkan malas, ibadah biasa tiap hari Minggu tidak perlu datang. Tapi khusus Natal, Jumat Agung, Paskah, WAJIB hadir sesibuk apa-pun. Males ibadah harus di tunda dulu demi ibadah hari besar yang cuma setahun sekaliI. baratnya dalam setahun ada 52 hari Minggu, ya cukup datang 3 kali saja dech.