Mohon tunggu...
Adolf Roben
Adolf Roben Mohon Tunggu... Administrasi - Pekerja kantoran

Pemuda paruh baya pada umumnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Daging Anjing dan Kegilaan Para Manusia

27 Mei 2016   23:52 Diperbarui: 28 Mei 2016   00:02 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Kan anjing mas..”, katanya sambil tersenyum manis.

Kegilaan kedua manusia. Kita bisa tidak menghargai kehidupan makhluk lain, kalau kita anggap mereka berbeda. Kenyataannya kata “kan anjing mas” tadi bisa juga diganti dengan “kan cina mas”, “kan agamanya beda mas”, “kan ga punya agama mas”, “kan kelainan seksual mas”, “kan dia bukan siapa-siapa kita mas”, dan lain-lain.

Yeah. Begitulah. Berita baiknya kalau pendapat saya benar adalah berarti para pelaku kekejaman terhadap sesama manusia itu mungkin ga jahat sebenarnya, mereka cuma kehilangan persepsi kalau yang mereka aniaya itu juga manusia seperti mereka. Mungkin di luar kekejaman mereka, mereka juga adalah ayah, suami, istri, kekasih, teman, atau bahkan tetangga yang ramah, baik hati dan punya senyum yang manis. Tentu saja semua itu hanya bagi yang mereka anggap sesamanya manusia.

Lucu kan bagaimana orang baik bisa sekejam itu?

Ga Dilarang Kok

Pada akhirnya, sebenarnya saya ingin menghimbau kepada teman-teman saya yang masih makan anjing. Jangan lah dilakukan lagi. Biarpun enak, tapi masak tega mau makan hewan seimut dan sesetia itu? Tapi sayangnya palingan ga ada yang mau mendengarkan himbauan berniat baik itu.

“Kita ga dilarang makan kok, ada ngga di kitab? Kan boleh makan apapun asal disyukuri.”

Percuma. Itu kegilaan manusia ketiga yang saya temukan. Kita tega melakukan sesuatu yang sebenarnya ga pantas, atau yang tega, asal ada pembenarannya. Dan pembenaran paling dasyat adalah pembenaran menurut kitab suci.

Ga dilarang di kitab suci aja, kita bisa ngotot melakukan sesuatu. Apalagi ada tertulis untuk melakukannya. Habis sudah hati nurani, habis sudah akal sehat, habis sudah keharusan berpikir panjang. Percuma mulut bicara.

Maka, sudahlah..

Makassar, 28 Mei 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun