Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Memahami Diskon Denda atau Hapus Denda, yang Kadang Tak Dipahami Debitur Pembiayaan

12 September 2023   14:28 Diperbarui: 14 September 2023   21:34 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi denda pinjaman. Sumber: Shutterstock/JAAAK via kompas.com

Just Sharing....

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin itulah kiasan yang tepat bagi seorang debitur bernama Bapak Tinus (nama samaran). 

Lelaki berusia 40 tahunan itu telah tiga tahun jadi debitur. Namun masuk tahun keempat, seseorang yang sudah dianggap sebagai keluarga menyusahkan kehidupan Pak Tinus dan istrinya, Ibu Susan. 

" Dasar orang tidak tau diri, su kasi hati baru minta jantung lagi. Sekarang tidak ada muncul dipu muka," kata Ibu Susan dengan sedikit emosi bicara dengan dialek khas Indonesia Timur kala bertemu dengan mereka berdua di kantor. 

Pak Tinus dan Ibu Susan, adalah pekerja informal di tengah kota besar. 

Mereka gambaran dari jutaan perantau lain dengan cuma bekal ijazah SD nekad mengais rejeki di kota. Mereka akhirnya berjodoh dengan tiga anak yang saat ini sudah remaja. 

Dan yang cukup pruhatin, lima orang dalam satu keluarga ini hanya mampu menyewa satu kamar kos ukuran 4m X 3m seharga 750 ribu per bulan di sudut kota. 

Pak Tinus bekerja serabutan. Kadang jadi pengantar roti dari sebuah rumah boga, kerap pula jadi driver online dengan motor bututnya. 

Ibu Susan sendiri membantu ekonomi keluarga dengan merangkap jadi PRT (Pembantu Rumah Tangga) sembari membuat jajanan kue ala kadarnya untuk dititip di warung-warung terdekat. 

Meski berlatar ekonomi yang bisa dibilang menengah ke bawah, riwayat pembayaran cicilan Pak Tinus termasuk lancar dari kredit tiga buah HandPhone bagi ketiga anaknya. 

Suami istri itu cukup menyisihkan 30 ribu sehari untuk membayar cicilan tiga kontrak sebesar 300 ribu per bulan selama setahun. 

Namun petaka mulai mengintip manakala mereka membantu seorang laki -laki yang juga perantau dari kabupaten yang sama dengan meminjamkan limit akun. 

Pak Tinus mengajukan pembiayaan modal kerja dengan seijin Ibu Susan, demi membantu saudaranya ini yang berniat membuka usaha warung kopi. 

Malangnya, sebulan setelah dana yang cair diberikan ke yang bersangkutan, ternyata uang itu dipakai untuk menutupi hutang pada orang lain. 

Beberapa akun limit dari orang lain pada perusahaan pembiayaan yang berbeda, juga dilakukan modus yang sama. 

Dengan kata lain, kini si tukang bikin masalah itu menghilang lantaran gali lubang di sejumlah orang, sampai bingung bagaimana menambalnya.

Ada niat dari debitur untuk menalangi dulu. Namun manakala hendak membayar lewat channel pembayaran, tagihan yang muncul lebih besar dari cicilan oleh sebab akumulasi denda keterlambatan. 

Dokpri_2019
Dokpri_2019

Akhirnya batal membayar. Berpikir nanti saja dirapel sekalian beberapa bulan plus denda setelah berusaha dulu supaya cukup dana. 

Namun boro- boro melunasi, uang yang terkumpul akhirnya terpakai juga buat kebutuhan mendesak lain. 

Dengan melakukan pending seperti itu, tak hanya total cicilan yang makin membengkak, tapi juga denda tunggakkan. 

Memahami tipikal debitur terkait denda keterlambatan. 

Setidaknya ada empat tipe pola pikir nasabah yang kontraknya sudah melewati tanggal jatuh tempo di luar kasus - kasus fraud: 

1. Debitur atas nama yang bersikeras tidak mau bayar. 

Pada kontrak semacam ini, tidak ada niat sama sekali dari debitur yang digunakan namanya oleh si pengguna untuk mau menalangi. Lepas tangan lah . Makin besar cicilan makin besar denda silahkan berurusan dengan si pengguna. 

2. Debitur atas nama berniat menalangi dulu cuma tidak mau bayar denda. 

Ini adalah tipikal debitur seperti Pak Tinus dan Ibu Susan. Mereka sadar sudah memberi data dan limit akun mereka untuk kredit demi orang lain. 

Manakala hendak menalangi namun di pending karena jumlah yang mau dibayar jatuhnya lebih besar padahal uang yang ada hanya cukup untuk satu cicilan saja. 

3. Debitur dengan kasus cash flow sengaja menunda bayar nanun akan lunasi semua beserta denda. 

Pola pikir nasabah seperti ini mereka sadar punya tunggakkan, sadar juga ada denda keterlambatan, namun dana yang harusnya dibayar terpakai buat keperluan mendesak. 

Mereka tidak masalah berapapun dendanya, mereka akan bayar semuanya. 

4. Debitur kasus cashflow yang menunda bayar namun berkeberatan dengan denda. 

Nasabah model ini biasanya sengaja menunda bayar karena beraneka alasan. Kerap memberi janji akan bayar di tanggal sekian namun kadang tak terealisasi. 

Saat sudah ada uang, akan minta hapus denda alias mohon denda ditiadakan karena debitur merasa berinisiatif pada tanggung jawab cicilan. Argumen yang disampaikan biasanya dana yang tersedia hanya sebesar cicilan.   

Bila hapus denda tak bisa dilakukan, ada sebagian yang kukuh tak mau bayar.  

Apa yang perlu dipahami debitur terkait denda angsuran? 

Hampir semua perusahaan pembiayaan (PP) mengenakan denda keterlambatan bila debitur melewati tanggal jatuh tempo pembayaran. Ini juga termasuk pada kontrak -kontrak di luar pembiayaan barang atau jasa seperti pada kartu kredit atau paylater.

Beberapa hal di bawah ini seharusnya diketahui debitur terkait denda angsuran agar nantinya setelah kontrak berjalan dan bila debitur menunggak, setidaknya bisa memperkirakan sendiri total denda. 

Debitur juga bisa melihat di lembar RIP (Rincian Informasi Produk) yang diberikan saat ttd akad. RIP sebaiknya disimpan jangan dibuang karena semua terkait biaya, denda, proses dan agunan ada di situ. 

a. Apakah nominal besaran denda sama tiap PP ? 

Tidak. Karena ada PP yang membulatkan denda keterlambatan dalam nominal sekian puluh ribu setelah melewati sekian hari dan ada juga PP yang memberlakukan denda per hari. 

Di multifinance A bisa saja mengenakan denda sebesar Rp.50.000 untuk semua unit kredit, bila debitur sudah melewati lima hari dari tanggal JT. Bila JT di tanggal 4 September 2023 maka di hari ini tanggal 12 September 2023 debitur sudah menanggung denda Rp.50.000,-.

Sebaliknya pada multifinance B, tak dipukul rata tapi dibedakan menurut unit kreditnya apa, prosentase beda dan dihitung harian. 

Jadi misalkan debitur di multifinance B itu punya cicilan mobil Rp. 3.000.000 perbulan dan iPhone 14 sebesar Rp .1.000.000 perbulan. Jatuh tempo tanggal 4 September 2023  debitur bayar di hari ini tanggal 12 September , jumlah denda yang dibayar sebesar  Rp.88.000. 

Rinciannya : ((8 hari X 3 juta X 0,2%)+ (8 hari X 1 juta X 0,5%))= Rp.88.000,-. Bila debitur itu di multifinance A yang memberlakukan apapun produknya tetap dendanya 50 ribu, total denda debitur sebesar Rp. 100.000,-. 

Sepintas multifinance B lebih kecil dendanya, tapi bila debitur bayar di tanggal 25 September akan lebih besar dendanya dibanding multifinance A yang tetap sebesar 100 ribu sampai tanggal 30 September 2023.  

b. Apakah setelah lewat 30 hari alias mengalir ke bulan berikutnya, nominal denda tetap sama? 

Tidak. Di awal bulan andai nasabah belum juga membayar di tanggal 30 atau tanggal 31, otomatis struktur denda sudah bertambah. Bisa jadi berlipat ganda meski belum jatuh 30 hari dihitung dari tanggal jatuh tempo bulan sebelumnya. 

Misal JT tanggal 04 September, sampai 30 September belum juga bayar, di tanggal 1 atau tanggal 2 Oktober struktur denda sudah bertambah. Menyesuaikan dengan aturan di multifinance itu. 

Tidak bisa lagi dihitung sekian persen X 45 hari atau 50 hari, karena itu hanya hitungan sampai keterlambatan di tanggal 30 atau tanggal 31 setiap bulan. Di atas 30 hari atau sudah mengalir ke bulan berikutnya sudah tak sama lagi. 

Pada nasabah-nasabah yang over tunggakkan 30 hari inilah,kadang terjadi miskomunikasi antara debitur dengan pihak pembiayaan terkait besaran denda. Debitur dengan versi mereka, padahal multifinance mengacu yang di sistem.

c. Apakah debitur bisa bayar cicilan saja tanpa denda? 

Ada yang boleh dengan catatan denda tak dihapus tapi akan terakumulasi ke dalam cicilan terakhir. Pada kasus-kasus tertentu dimana akumulasi total denda jauh lebih besar dari cicilan terakhir, kadang cicilannya yang dihapus tapi dendanya yang harus dibayar. 

d. Bagaimana debitur tau berapa denda keterlambatan? 

Lihat di aplikasi milik multifinance yang sudah di instal debitur dengan memasukkan nomor kontrak debitur lalu klik riwayat pembayaran. 

e. Bagaimana debitur tau ada program hapus denda atau diskon denda? 

Dua program ini adalah program keringanan yang dibuat untuk membantu nasabah yang menunggak namun berlaku syarat dan ketentuan. 

Diantaranya tidak semua debitur mendapat keringanan, jadi biasanya pegawai harus mengeskalasikan dulu ke level di atas apakah nomor kontrak A atau nomor kontrak B dapat program ini atau tidak. 

Jadi nasabah juga jangan terlalu berharap.Jangan juga berharap dihapus semua karena bisa jadi cuma diminta bayar separoh saja atau 25% dari total denda.  

Cara debitur bisa tau hanya ada 3 cara : tanya ke kantor langsung, tanya ke pegawai yang berkunjung atau tanya ke petugas desk call dari kantor pusat yang menelpon debitur. Tidak bisa lihat di aplikasi atau modal dengar dari cerita orang.

f. Setelah tau bisa dihapus atau di diskon dendanya, apakah masih bisa dipending ke tanggal dimana sudah cukup uangnya untuk bayar? 

Tidak bisa. Harus dibayar di hari itu karena hapus denda atau diskon denda sifatnya insidental berdasarkan tanggal aktual. Tidak bisa dipending atau dipindah. 

g. Bila debitur beruntung mendapat program keringanan denda, apakah bisa membayar lewat semua channel pembayaran? 

Channel pembayaran itu macam -macam seperti lewat kantor pos, minimart seperti Indomaret atau Alfamart, Gopay, Dana, Tokopedia, Mbanking, atm atau bisa melalui pegawai dan juga langsung di kantor. 

Jawabannya bisa ya bisa tidak. Tergantung kebijakan dan sistem di multifinance itu. Namun hampir sebagian besar multifinance menyarankan ke kantor langsung atau lewat pegawai yang langsung menginput. 

Pegawai ya bukan DC ! 

h. Selain denda keterlambatan, apakah ada denda lain yang dibebankan ke debitur?

Dalam beberapa tahun terakhir, ada multfiinance yang mengenakan denda keterlambatan mengambil agunan BPKB lebih dari tiga bulan setelah lunas. Ada juga denda bila nasabah tidak melengkapi dokumen tertentu seperti bukti kuitansi pada produk kredit dana modal kerja. 

Demikian sekedar sharing...semoga bermanfaat. 

O ya, lantas bagaimana dengan kisah debitur Pak Tinus di awal tulisan? Beliau meski nunggak dua bulan, cukup bayar satu cicilan tanpa denda alias denda dihapus. Ini balik lagi tergantung hasil eskalasi. 

Salam Kompasiana, 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun