Dea hanyalah tenaga outsourcing sehingga tidak bermasalah bila mereka menikah karena beda perusahaan. Namun dua bulan jelang hari pernikahan, semua rencana indah itu jadi trauma bagi Hadi.Â
Ibu Hadi menemukan Dea bersama seorang laki-laki yang bukan anaknya di sebuah hotel. Dia pun memberitahukan pada Hadi. Dan lebih miris lagi, pria yang berselingkuh dengan Dea itu adalah David (nama samaran) seorang marketing, juga bawahan Hadi di kantor.Â
Puncak dari jalinan cinta ini adalah sebuah dilema bagi Hadi. Ketika keluarganya memutuskan batal menikahi Dea, bagaimana dengan angsuran iPhone yang atas nama Hadi.Â
"Apakah aku harus bayar terus 1,5 juta setiap bulan untuk perempuan yang mengecewakan aku?" tanyanya ketika duduk bersama saya di sebuah kedai kopi di tengah kota.Â
"Mengapa tak kau mintakan saja iPhone itu biar kamu yang pakai? Toh bisa dijual juga untuk menutupi sisa utang," kataku memberi solusi
Hadi bertutur bahwa barang kredit itu sudah dihadiahkan ke calon ibu mertuanya alias mamanya Dea. Tak elok diminta kembali. Hadi kemudian melimpahkan kelanjutan tanggung jawab cicilan ke Dea.Â
Dilema berikutnya yang dirasakan Hadi adalah sulit untuk memberhentikan Dea sebagai SPG meski otoritas ada di Hadi sebagai atasan langsung. Lagi pula urusan asmara terpisah dengan urusan pekerjaan.Â
"Lha kalo aku berhentikan dia, trus gimana dia bisa bayar cicilan itu? Dia kan perantau. Susah cari kerja zaman sekarang," katanya lagi.Â
Ya iyah juga sih. Kontrak kredit atas nama Hadi. Sebagai SPG tentu beda jauh gajinya dengan supervisor. Pengalaman saya beberapa tahun mengelola SPG cukup mahfum gaji SPG tidaklah besar.
"Emang bisa Si Dea bayar 1,5 juta perbulan?" tanyaku lagi
"Nah itu dia Bang...Terpaksa aku juga mesti nalangin separouh biar ngga macet total. Karena aku ada rencana mau kredit rumah juga," ujarnyaÂ